
Terinspirasi dari komentarnya Iva di foto
Karnaval kedua Nadin, "haha, ini salah satu seninya punya anak dua ya teh, apa2 harus siap bikin dua??..", katanya. Hal ini membawa ingatan saya kembali ke beberapa bulan ke belakang, ketika Maryam telah hadir diantara kami. Waktu itu, tak pernah terlintas dipikiran saya, apa yang akan terjadi bulan depan.. dan bulan-bulan selanjutnya.. Bagaimana interaksi antara kedua anak saya.. bla..bla..bla.. Yang ada, saya hanya mengurus seorang bayi.. yang belum bisa apa-apa.. dan seorang anak kecil.. yang juga tidak menyusahkan.
Nadin bukanlah anak yang cemburuan ketika adiknya tiba di dunia ini. Dia sempat nangis-nangis sih, ketika awal-awal saya mangku dan menyusui Maryam. Tapi lama-lama dia mengerti.. dan dia tidak pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap adiknya, ketika adiknya masih bayi. Waktu berlalu.. Maryam mulai menyukai memegang mainan ini dan itu.. yang mana, mainannya tentu saja sebagian besar merupakan mainan Nadin waktu kecilnya dulu. Nadin mulai suka merebut apapun yang sedang dipegang Maryam. Untungnya Maryam gak ngerti, kalau direbut mainannya.. dia tidak akan menangis kalau mendapatkan ganti mainan yang lain. Meski begitu, saya coba kasih pengertian ke Nadin, bahwa dia harus bilang dulu ke Maryam kalau pengen main mainan yang dipegang Maryam, trus kasih ganti mainan yang lain. Si kakak nurut.. dan kondisi pun aman terkendali.
Makin lama, Maryam makin besar dan semakin mengerti. Dia jadi gak mau lagi diganti dengan mainan yang lain. Akhirnya, di masa ini, rebutan pun mulai terjadi. Bisa jadi salah satu marah besar.. (dengan menangis tentu saja), atau bahkan dua-duanya menangis.. Ibunya mulai kerepotan nih. Saya mulai berpikir, tampaknya saya harus beli mainan baru (yg sama dengan yang di rumah) untuk anak yang satu lagi. Sayapun pergi ke toko mainan keesokan harinya. Tapi.. di sana saya mendapatkan beberapa alasan untuk tidak membeli mainan baru:
1. kedua anak saya perempuan, mereka sebenarnya tidak memerlukan mainan yang berbeda. Meski selama ini mainan di rumah cenderung netral seperti: lego, puzzle, alat gambar, dll.
2. kalau mereka selalu dikasih apa yang mereka mau.. mereka selalu punya mainan sendiri-sendiri... saya khawatir, mereka jadi tidak mengenal arti berbagi.
3. Kalaupun ada dua mainan sama. belum tentu mereka akan pegang masing2 mainan. Karena selama ini, yang jadi rebutan.. itulah yg mereka mau. Misal mereka rebutan lego warna hijau. Sebenarnya lego warna hijau itu ada banyak. Tapi yang mereka mau.. yang 'itu', tidak tergantikan oleh lego hijau-lego hijau lainnya.
Akhirnya saya pulang kembali ke rumah dengan tangan kosong.
Sejak itu, saya nyatakan kepada mereka, bahwa mainan ini punya Nadin dan Maryam. Dua-duanya boleh bermain.. barengan.. atau gantian.. (tergantung mainannya). Kalau sedang dimainkan seseorang, yang lain harus minta izin dulu.. sampai yang memainkan mau memberikannya untuk dimainkan oleh yang lain. Saya tidak selalu mendahulukan si adik.. atau si kakak.. Pokoknya siapa yang mau duluan.. itu yang punya hak lebih besar.. Berhasil??? tentu saja... tapi kadang-kadang.. tetep aja berantem.. tergantung mood si anak.. Tapi lama-lama mereka ngerti sih.. bahwa mainan itu harus dipakai berdua, meski masih pakai berantem juga.. :D Makanya salahsatu kata yang sering keluar dari mulut Maryam adalah 'bedua'. Kalau dia minta makanan, tidak beranjak dulu, sebelum dapat dua.. biar bisa berdua sama Nadin, maksudnya mah.. :D

Sebenarnya yang jadi rebutan bukan hanya mainan.. alat makan dan minum pun bisa jadi rebutan. Misalnya di rumah, saya memakai peralatan makan dari IKEA, yang warna-warni itu lho.. Dan saya hanya punya satu set. Cukup untuk dua anak, karena isinya ada 6 buah dengan 6 warna berbeda. Terkadang mereka mau menggunakan warna yang berbeda, tapi.. terkadang mereka mau memakai warna yang sama. Kalau sudah begini, ibunya yang pusing. Saya tawarkan, ada yang mau mengalah dengan memakai warna lain?? biasanya tidak ada sih. Kalau begitu, pakainya harus gantian.. biasanya mereka mau akhirnya.. tapi kadang nggak juga.. :D Kalau masih nggak, berarti gak ada yang bisa minum.. kata saya.. Akhirnya mereka mau gantian.. tapi bisa jadi nangis juga dua2nya.. *duh*
Acara nonton pun bisa menjadi lahan rebutan juga. Dengan selera dan usia yang berbeda, aliran tontonan pun berbeda pula. Nadin lebih suka nonton film.. yang jelas alur ceritanya. Sedangkan Maryam lebih suka nonton gerak dan lagu. Cerita tidak penting.. selama dia bisa goyang dan jingkrak-jingkrak.. :D Sebenarnya saya bisa membiarkan mereka nonton di tempat yang berbeda. Yang satu nonton di TV, satu di komputer. Tapi.. ah.. biarkan mereka nonton bersama.. biar mereka bisa berbagi dan berinteraksi. Akhirnya acara nonton pun dilakukan bergantian.
Ternyata.. tidak semuanya bisa digunakan barengan atau bergantian. Ada pula beberapa barang yang memang mereka harus punya masing-masing. Misalnya: pakaian.. iyalah.. jelas ini mah.. :D Nadin lebih banyak beli baru, sedangkan Maryam lebih banyak memakai bekas kakaknya. Dulu sih gak ngaruh.. tapi sekarang, Maryam suka kelihatan sedih saat kakaknya mendapat kaos kaki baru (misalnya) sedangkan dia tidak (atau ini mah perasaan ibunya saja). Jadinya, kalau saya beli sesuatu buat Nadin, saya juga beli sesuatu juga buat Maryam.. tapi diusahakan sesuatu yang memang sedang mereka butuhkan.. bukan yang sudah ada di rumah.. biar gak pemborosan.. :D *teuteup*
Selain pakaian, sesuatu yang bisa dipakai. Misalnya sayap kupu-kupu yang kemarin saya buat untuk Karnavalnya Nadin, itu kan gak bisa dipake gantian. Atau juga buku-buku. Berhubung usianya berbeda, buku yang mereka gunakan juga berbeda.
Membesarkan dua anak dengan dua karakter berbeda, ternyata penuh dengan 'rebutan'. Tapi hal ini tidak berarti harus selalu 'punya dua', minimal di rumah saya begitu. Saat mereka berantem, terkadang bikin stress.. tapi kadang juga jadi hiburan.. habis lucu sih.. :D Tapi di saat mereka akur dan kompak.. bermain dan tertawa bareng.. tentu saja dunia terasa lebih indah.. ;)