Hm.. apa ya bahasa Indonesianya kacang yang satu ini? masa iya sih 'kacang dada'? :D kalau lihat di Google translate, ini diartikan sebagai Kastanye, tapi saya sendiri belum pernah mendengar namanya waktu masih di Indonesia. Okelah, untuk mudahnya sebut saja Maroni atau Maronen seperti orang sini biasa menyebutnya :D
Pertama kali saya mencicipi Maroni di rumah seorang teman, rasanya ini kacang paling enak di dunia, menurut saya lho. Dagingnya tebal dan legit, wanginya lembut dan rasanya sungguh manis.. ah, pokoknya tiada duanya. "Beli aja mentahnya, bakar sendiri di oven" kata teman saya itu. Akhirnya sayapun mencobanya, dan hasilnya GATOT, udah mah gosong, susah pula mengupasnya. Sejak itu saya tidak pernah membeli Maroni lagi. Sebenarnya ada jualan yang sudah jadi, di kota banyak sekali kios-kios kecil yang menjual Maroni hangat-hangat.. tapi harganya sangat mahal.. kalau tidak salah harganya sekitar 2,5 Euro untuk 8 biji saja. Jadi, ya mending gigit jari sajalah..
Sampai akhirnya, pas anak-anak senang memunguti biji-biji Kastanien di pinggir jalan saat musim gugur, baru saya menyadari kalau biji-biji Kastanien itu mirip sekali denganMaroni.. Hm.. apakah ini si Maroni yang enak itu? kalau memang benar, kan lumayan gak usah beli, asal rajin mungut aja. :D
Sebelum bertindak ceroboh, tentu saja saya cari-cari dulu di Google. Ternyata, memang benar, Maroni itu sebenarnya masih Kastanien juga, lebih tepatnya sering disebut sebagai Esskastanien atau Edelkastanien. Sayangnya ada jenis Kastanien lain yang tidak boleh dimakan, namanya Roskastanien.. dan ini biasanya yang ada di pinggir-pinggir jalan itu. :D Bedanya bisa dilihat dicangkangnya, jika cangkangnya menyerupai landak dengan jarum-jarum halus dan panjang, maka ini adalah Edelkastanien, tapi kalau cangkangnya halus dan memiliki duri-duri tebal, maka ini adalah Roskastanien. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada gambar di bawah ini. (Gambar diambil dari Wikipedia)
Kembali ke Maroni, akhirnya rasa kangen saya sama Maroni tidak tertahankan lagi. Pas melihat Maroni-Maroni mentah berjejeran di toko, tanpa pikir panjang saya pun mengambilnya sebungkus. Dan sebelum memasaknya, saya mencoba mencari-cari dulu tehnik memasaknya, supaya tidak gagal seperti dulu lagi. Alhamdulillah, minggu lalu kami bisa menikmati Maroni lagi, dengan tingkat kepuasan 80% :D (karena masih ada kesalahan teknis sedikit).
Caranya begini:
1. Panaskan oven (kalau kemarin saya panaskan 180 derajat celcius)
2. Cuci maroni dengan air, tiriskan dan keringkan dengan lap.
3. Beri sayatan (bentuk cakra) pada kedua sisi Maroni, ini dilakukan untuk mencegah Maroni meledak di dalam oven dan untuk memudahkan ketika mengupas. Sayatan harus agak dalam sampai ke kulit arinya, karena kalau kulit ari tidak tersayat, sama aja susah mengupasnya (pengalaman terakhir kemarin).
4. Masukkan ke dalam oven, panggang selama 10 menit.
5. Maroni masing-masing dibalik, kemudian dipanggang lagi selama 10 menit.
6. Setelah selesai, keluarkan dari oven, bungkus dengan kain lap selama 10 menit.
7. Kupas hangat-hangat, bisa langsung disantap, begitu saja sudah enak.
Dilihat dari cara membuatnya, yang harus disayat satu-satu.. dan dibolak-balik satu-satu.. barulah kelihatan kenapa kacang ini mahal sekali harga matangnya. :D
Maroni ini termasuk kacang yang rendah lemak dengan kandungan air yang tinggi dan mengandung sedikit minyak, katanya. Nah, tunggu apa lagi? Yuk, mari makan maroni..