Monday, November 28, 2011

Maroni/Maronen/Ess(Edel)kastanien a.k.a Chestnut

Hm.. apa ya bahasa Indonesianya kacang yang satu ini? masa iya sih 'kacang dada'? :D kalau lihat di Google translate, ini diartikan sebagai Kastanye, tapi saya sendiri belum pernah mendengar namanya waktu masih di Indonesia. Okelah, untuk mudahnya sebut saja Maroni atau Maronen seperti orang sini biasa menyebutnya :D

Pertama kali saya mencicipi Maroni di rumah seorang teman, rasanya ini kacang paling enak di dunia, menurut saya lho. Dagingnya tebal dan legit, wanginya lembut dan rasanya sungguh manis.. ah, pokoknya tiada duanya. "Beli aja mentahnya, bakar sendiri di oven" kata teman saya itu. Akhirnya sayapun mencobanya, dan hasilnya GATOT, udah mah gosong, susah pula mengupasnya. Sejak itu saya tidak pernah membeli Maroni lagi. Sebenarnya ada jualan yang sudah jadi, di kota banyak sekali kios-kios kecil yang menjual Maroni hangat-hangat.. tapi harganya sangat mahal.. kalau tidak salah harganya sekitar 2,5 Euro untuk 8 biji saja. Jadi, ya mending gigit jari sajalah..

Sampai akhirnya, pas anak-anak senang memunguti biji-biji Kastanien di pinggir jalan saat musim gugur, baru saya menyadari kalau biji-biji Kastanien itu mirip sekali denganMaroni.. Hm.. apakah ini si Maroni yang enak itu? kalau memang benar, kan lumayan gak usah beli, asal rajin mungut aja. :D 

Sebelum bertindak ceroboh, tentu saja saya cari-cari dulu di Google. Ternyata, memang benar, Maroni itu sebenarnya masih Kastanien jugalebih tepatnya sering disebut sebagai Esskastanien atau Edelkastanien. Sayangnya ada jenis Kastanien lain yang tidak boleh dimakan, namanya Roskastanien.. dan ini biasanya yang ada di pinggir-pinggir jalan itu. :D Bedanya bisa dilihat dicangkangnya, jika cangkangnya menyerupai landak dengan jarum-jarum halus dan panjang, maka ini adalah Edelkastanien, tapi kalau cangkangnya halus dan memiliki duri-duri tebal, maka ini adalah Roskastanien. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada gambar di bawah ini. (Gambar diambil dari Wikipedia)


Kembali ke Maroni, akhirnya rasa kangen saya sama Maroni tidak tertahankan lagi. Pas melihat Maroni-Maroni mentah berjejeran di toko, tanpa pikir panjang saya pun mengambilnya sebungkus. Dan sebelum memasaknya, saya mencoba mencari-cari dulu tehnik memasaknya, supaya tidak gagal seperti dulu lagi. Alhamdulillah, minggu lalu kami bisa menikmati Maroni lagi, dengan tingkat kepuasan 80% :D (karena masih ada kesalahan teknis sedikit).

Caranya begini:
1. Panaskan oven (kalau kemarin saya panaskan 180 derajat celcius)
2. Cuci maroni dengan air, tiriskan dan keringkan dengan lap.
3. Beri sayatan (bentuk cakra) pada kedua sisi Maroni, ini dilakukan untuk mencegah Maroni meledak di dalam oven dan untuk memudahkan ketika mengupas. Sayatan harus agak dalam sampai ke kulit arinya, karena kalau kulit ari tidak tersayat, sama aja susah mengupasnya (pengalaman terakhir kemarin).
4. Masukkan ke dalam oven, panggang selama 10 menit.
5. Maroni masing-masing dibalik, kemudian dipanggang lagi selama 10 menit.
6. Setelah selesai, keluarkan dari oven, bungkus dengan kain lap selama 10 menit.
7. Kupas hangat-hangat, bisa langsung disantap, begitu saja sudah enak. 

Dilihat dari cara membuatnya, yang harus disayat satu-satu.. dan dibolak-balik satu-satu.. barulah kelihatan kenapa kacang ini mahal sekali harga matangnya. :D

Maroni ini termasuk kacang yang rendah lemak dengan kandungan air yang tinggi dan mengandung sedikit minyak, katanya. Nah, tunggu apa lagi? Yuk, mari makan  maroni..
 

9 comments:

  1. Nyam...nyam...enak. Emang di Jerman Kastanien suka disebut Maroni juga ya? Aku taunya cuma Kastanien aja.... Baunya wangi banget ya kalo lagi dipanggang.

    ReplyDelete
  2. berarti nama Maroni cuma di Selatan ya, mbak??? :D Klo gak, biasanya disebut Esskastanien.. tp itu kepanjangan.. jd nama pasarannya klo di Munich Maroni/Maronen.

    ReplyDelete
  3. Gara2 baca postingan ini, td pas singgah di toko asia nemu maroni langsung deh beli. Penasaran pengen manggang pakai 'contekan' ini...he....he...he.... Di sini rasanya saya nggak pernah nemu pedagang maroni panggang kayak di Innsbruck dulu. Makanya penasaran pengen manggang sendiri :-)

    ReplyDelete
  4. ini mbak Enni Norway??? iya, mbak.. ayooo.. apalagi gk ada yg jualan.. pasti tambah semangat manggangnya. :D

    ReplyDelete
  5. Yoi...Apa kabar nih? Dan gara2 mau kasih komen, jadi deh sy mesti punya account di multiply..hi...hi...hi...

    ReplyDelete
  6. baik.. baik.. alhamdulillah... haha.. iya, maaf ya, mbak.. habis utk ngeblog, masih jauh lebih enak di multiply.. tp klo mo komen doank, di postingan yg di FB jg bisa lho.. ;)

    ReplyDelete
  7. dijalan depan rumah banyak tuh pohon Edelkastanien, suka liat ibu2 Turki milihin..hihihi.

    ReplyDelete
  8. wah, beruntung itu, mbak... kalau pinggir jalannya aku si Roskastanien itu.. Anak2 yg suka ngumpulin.. lumayan buat media belajar berhitung, basteln atau main masak2an :D

    ReplyDelete
  9. Ku akui very2 enak dan durinya tajam banget ampunn mahal juga harganya

    ReplyDelete