Friday, January 30, 2009

Nadin: membedakan bahasa

Sejak umur 1 sampai 2,5 tahun, Nadin saya titipkan di Kinderkrippe (Creche/day nursery). Waktu itu kebetulan saya lagi semangat mengambil kursus Bahasa Jerman, manfaatin waktu sebelum Maryam lahir. Jadinya Nadin boleh dititip di situ. Seandainya saya tidak punya aktivitas, maka saya tidak boleh menitipkan anak di sana. Jadi, karena dalam jangka waktu 1,5 tahun tersebut Nadin sering berkomunikasi dengan bahasa Jerman, saya merasa yakin dia sudah tidak asing lagi dengan bahasa ini, meskipun dia tidak pernah mendengarnya di rumah. Namun, Nadin tidak secepat dan sebanyak Maryam dalam hal bicara, umur 2,5 tahun baru bahasanya mulai banyak yang bisa dimengerti. Meskipun selama di Krippe dia terbiasa dengan bahasa Jerman, di rumah tidak pernah kedengeran dia ngomong bahasa Jerman, kecuali eins zwei drei bis zehn (satu dua tiga sampai sepuluh).

Justru disaat dia mulai banyak bicara, dia harus keluar dari Kinderkrippe, karena saya tidak punya alasan lagi untuk menitipkan dia di sana. Akhirnya selama 6 bulan dia tinggal di rumah bersama ibunya sampai akhirnya masuk TK. Saya pikir, setelah 6 bulan tidak pernah mendengarkan, dia mungkin sudah lupa dengan bahasa komunikasi dia sewaktu di Krippe dulu. Tapi mungkin dalam memorinya jauh di dalam sana, masih tersimpan rekaman-rekaman bahasa tersebut, jadi saat dia berkomunikasi lagi di TK, dia tidak akan terlalu asing mendengar bahasa teman-teman dan gurunya.

Satu.. dua.. bulan berlalu.. Saya lihat Nadin bisa bermain dengan teman-temannya. Namun entah bahasa apa yang dia gunakan. Dan entah dia pun bisa mengerti atau tidak apa yang orang lain bicarakan. Dia lebih banyak senyum-senyum dibanding bicara. Kira-kira tiga bulan setelah di Kindergarten, saya bertanya ke gurunya mengenai perkembangan bahasanya Nadin.  Menurutnya, Nadin sudah bisa bicara dalam bahasa Jerman, bahkan dalam kalimat., meskipun strukturnya masih memakai struktur bahasa Indonesia, katanya.
Misalnya: Saya mau minum susu.
Nadin: "Ich will trinken Milch".
Seharusnya: "Ich will Milch trinken".
Tentu saja saya merasa lega, berarti selama ini dia bisa belajar.

Beberapa hari kemudian, ketika kami tercegat lampu merah dalam perjalanan pulang, dia menunjuk sebuah mobil sambil berkata, "Auto, Mama". Saya kaget.. campur bahagia sebenarnya.. karena ternyata yang dibilang gurunya benar. Tapi, sebenarnya kan dia sudah tahu bahwa 'itu' adalah mobil. Dan saya merasa, itulah saatnya untuk memberitahu dia, bahwa bahasa yang dia gunakan di sekolah berbeda dengan yang dia gunakan di rumah. Lalu saya koreksi, "O iya, itu mobil". "Bukan Mama, itu Auto!". "Iya, kalau di Kindergarten itu namanya Auto, kalau di rumah itu namanya mobil.". Dia pun terdiam.. berpikir.. Aku tambahkan lagi biar jelas, "kalau di Kindergarten, kalau Nadin ngomong sama Frau V***** dan guru yang lain.. atau Nadin ngomong sama temen2 Nadin, itu namanya Auto. Tapi kalau di rumah, kalau Nadin ngomong sama Mama, Papa, Maryam, Teh Hani, dll, itu namanya mobil.". Dia pun semakin diam.. ah, tampaknya cukup dulu pelajaran hari itu.

Beberapa waktu kemudian, pas lagi heboh-hebohnya piala UEFA, ada salah satu jajanan Nadin yang berhadiah tato bendera Jerman. Dia senang sekali, sampai ditempel di tangan kanan kiri, bahkan di kaki. Tapi lama-lama, dia penasaran juga dengan tatonya. Dia pun bertanya itu gambar apa. Saya bilang, itu bendera Jerman. Nah, kalau di Kindergarten, Nadin ngomongnya bahasa Jerman.. benderanya yang ini. Kalau di rumah, Nadin ngomongnya bahasa Indonesia sama Sunda, benderanya yang warna merah putih. (untung dia gak nanya bahasa Sunda benderanya yang mana? hahaha..). Kebetulan tak lama setelah itu, di TKnya Nadin memang ada Sommerfest, dimana anak-anak membuat bendera negaranya masing-masing. Dan saat itu dia sudah tau, kalau dia membuat bendera Indonesia.

Semenjak itu, dia sering bertanya, 'ini' bahasa Jermannya apa? 'itu' bahasa Jermannya apa? Atau terkadang saat dia menemukan kosakata baru, dia pun suka laporan. Seperti beberapa hari yang lalu, saat saya sedang memasak, tiba-tiba dia berdiri di pintu dapur.
"Mama, ini kalau di Kindergarten namanya noi", sambil menunjuk kaos kakinya.
Asalnya saya nggak ngeh.. tapi.. waduh.. gawat..
"Apa, Neng? noi??!".
"Iya, noi..".
"Kaos kaki? bahasa Jermannya noi?" mencoba mempertegas informasi.
"Iya." katanya yakin.
Lalu saya dekati, dan saya jelaskan, bahwa noi (ditulisnya neu) bukan kaos kaki, tapi baru. Kalau kaos kaki bahasa Jermannya Socken. Mungkin temen2 Nadin ngomong "Deine Socken sind neu", itu artinya kaos kaki kamu baru. Memang hari itu Nadin kaos kakinya baru. Tapi dia salah tangkep kata-kata. :D Alhamdulillah setelah dijelaskan, dia jadi mengerti.

Sampai saat ini, dia sudah bisa membedakan bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Hanya membedakan bahasa Sunda yang masih dia bingung. Kosakatanya kadang-kadang masih campur. Tapi mulai diberitahu juga sih sekarang, bahwa itu bahasa Sunda.. itu bahasa Indonesia. Dia tampak susah membedakan, karena kedua bahasa tersebut keluarnya dari mulut yang sama. Tampaknya harus merubah strategi nih. Bagi saya ini agak sulit juga sulit sekali, tidak semudah mengajarkan membedakan bahasa Jerman dan Indonesia, yang bisa diumpamakan dengan bahasa di Kindergarten dan bahasa di rumah. Sehingga Nadin langsung mengerti. Pernah dikasih masukan sama teman, coba digunakan bahasa yang berbeda dalam suasana yang berbeda. Misal: saat sarapan gunakan bahasa Sunda.. saat bermain gunakan bahasa Indonesia, dll. Tapi.. susah mempraktekkannya, Mbak.. cenderung gak jalan, kesulitannya datang dari saya sendiri sebenarnya. Kayaknya saya dan si Akang harus memegang peranan masing2 sekarang, satu bicara bahasa Sunda, lainnya bahasa Indonesia.. Ini sedang dalam tahap percobaan.

Oya, di rumah, saat ngobrol dengan saya dan Kang Dian, dia tidak menggunakan bahasa Jerman. Tapi bagaimanapun, sekarang saya sering mendengar dia ngoceh dalam bahasa Jerman. Saat dia bermain sendiri dengan boneka-bonekanya.. ataupun dengan adiknya, yang sama sekali tidak mengerti, tapi ikut-ikutan aja. Suatu hari, saya mendengar teriakan mereka, yang satu tidak mau kalah keras dari yang lain. Saat saya dekati, ternyata seperti biasa, mereka sedang rebutan mainan.
Nadin: "Meine!" (punyaku!)
Maryam: "Meine!"
Nadin: "Meine!"
Maryam: "Meine!"
Nadin: "punya Nadin!"
Maryam: "punya Addiin!"
Nadin: *bingung*
Ibunya: *ketawa*

Namanya juga anak-anak.. proses belajar mereka benar-benar alami. Jadi wajarlah kalau suatu saat ada satu atau beberapa hal yang salah dia tangkap. Adalah tugas kita sebagai orang tua untuk meluruskannya. Yang saya temukan dari Nadin, dia belum bisa membedakan benda jamak dan tunggal. Dan menurut cerita seorang teman, ini menjadi salah satu tes kontrol anak di usia 4 tahun nanti (U8). Saya pun mulai dag dig dug ketika menyadari dia selalu menyebut "Schmetterlinge", tak peduli berapapun jumlahnya. Kebetulan satu saat, di sebuah buku, ada seekor kupu-kupu.
Nadin: "Mama, lihat ada kupu-kupu.. kalau di Kindergarten namanya Schmetterlinge."
Saya: "Iya, kalau di Kindergarten namanya Schmetterling."
Nadin: "bukan, Schmetterlinge"
Saya: "kalau kupu-kupunya cuma satu, namanya Schmetterling, kalau ada dua, tiga, empat, sepuluh, atau baaanyaaak.. namanya Schmetterlinge."
Nadin: " Oo.. gitu.. kalau kembangnya satu apa? kembangnya banyak??"
Saya: " Blume.. Blumen.."
Nadin: "Kalau gajah? maung? kucing? gogog?"
dia bertanya terus... teruuus... dan teruuuuuussss...
Sampai pada kosakata2 yang saya juga tidak tahu.. :D
Akhirnya saya bilang kalau untuk kata itu, Mama juga gak tau, harus lihat kamus dulu.. :D:D:D

Pertanyaan lainnya, " Mama, kalau di bahasa Jerman, kalau gajah ada satu Elefant, kalau gajahnya banyak Elefanten. Kalau di bahasa Indonesia, kalau gajahnya satu apa? kalau gajahnya banyak apa??"

Haduh.. dasar bocah.. ada-ada aja pertanyaannya...

Friday, January 23, 2009

Pengobatan Alternatif untuk Membasmi Kutu

Ya, kami terserang kutu lagi... Kejadiannya sendiri sudah agak lama sih, sekitar bulan Desember lalu. Menurut gurunya Nadin, memang 3 minggu sebelum Nadin ketahuan berkutu, ada anak yang terkena kutu juga. Sering sih di sini wabah kutu, katanya. Ambil hikmahnya aja kalau anak Anda kena kutu, itu artinya anak Anda sehat.. darahnya enak.. makanya kutu betah, katanya.

Serangan kutu kali ini agak membandel dibanding tahun lalu. Bukan kutunya yang bandel, tapi telur kutu yang sudah kosong yang cukup menyita waktu membersihkannya. Kutunya sih sekali kasih obat juga mati. Hanya karena telur kutu tidak ikut terbunuh oleh obat tersebut, maka delapan hari setelah pengobatan pertama, rambut harus diterapi sekali lagi untuk membasmi telur kutu yang pecah setelah pembasmian yang pertama. Mengenai hal ini lebih jelasnya bisa di baca di postingan saya yang dulu, seputar kutu. Eh, ternyata ada untungnya juga segala dicatet.. jadi pas kena lagi, bisa buka catatan lama.

Tahun lalu, yang terkena paling parah Maryam. Solusinya, gampang.. gundulin aja.. soalnya dia masih bayi.. belum setahun umurnya waktu itu. Sedangkan sekarang, yang terkena paling parah Nadin.. gundulin???? mana mau dia.. dipotong aja dia gak mau. Nissenkamm (sisir buat ngambilin telur kutu alias serit) ternyata tidak mempan digunakan ngambilin telur yang sudah pecah itu. Jadinya hanya bisa diambilin satu persatu pakai tangan. Sayangnya, rambutnya itu seret banget, jadinya si anak malah kesakitan. Meskipun rambutnya dikeramasin dulu dengan shampoo, tetep aja si telur kutu menempel dengan kuatnya di rambut Nadin.

Akhirnya saya mencoba mencari solusi lain, coba cari di internet aja. Saya cari bahan dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Kenapa??? karena:

Bahasa Jerman, agar sesuai dengan kondisi tempat kami tinggal, jadi lebih mudah dalam mencari bahan obat yang diperlukan.
Bahasa Indonesia, biasanya orang Indonesia suka banyak tau tentang obat-obat tradisional.

Ternyata.. setelah baca-baca.. di Indonesia itu masih banyak anggapan bahwa kutu itu bisa dibasmi dengan sering mencuci rambut. Alias.. KUTU identik dengan KOTOR. Padahal yang saya tahu di sini mah, kutu itu hanya perlu tempat hangat, tidak peduli bersih atau kotor. Jika kepala sering dicuci, yang dihasilkan bukan kepala bebas kutu, tapi justru kutu-kutu yang bersih... dan lucu.. kali, hehe..

Nah, kembali ke mencari bahan, akhirnya saya nyasar ke sini. Di sana disebutkan bahwa untuk mempermudah mengambil telur kutu yang sudah pecah, sebaiknya rambut dibaluri dulu dengan CUKA. Gotcha!!! Dan ternyata... di sana ada juga alternatif lain pengobatan kutu yang murah. Maklum obat kutu di sini harganya lumayan, kemasan 75 mL, harganya hampir 9 Euro. Itu untuk satu kepala. Untuk 4 kepala tinggal dikali 4 aja. Tapi anak-anak di bawah usia 12 tahun sih bisa minta dibayarin asuransi. Dengan catatan harus mau bolak-balik ke dokter.

Obat alternatif itu adalah:
Cuka 5% diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:1 (perhatikan baik-baik konsentrasi cuka yang Anda punya di rumah. Punya saya 25%, jadinya mesti diencerkan dulu ke 5%, baru diencerkan lagi sesuai aturan tadi.
Balurkan campuran cuka-air ke kepala.
Tutup dengan kain, biarkan satu jam.
Basuh dengan air.
Lakukan tiap hari, minimal selama delapan hari.

Saya sendiri belum mencoba hal tersebut untuk terapi kutu, saya hanya mencoba sekali saja, untuk memudahkan ngambilin telur kutu tea. Dan hasilnya memang oke. Rambutnya jadi lebih licin, jadi lebih cepat, lebih mudah, dan si anak tidak menjerit-jerit.

Untuk terapi kutunya sendiri, tampak lebih murah memang, dan lebih aman.. terutama untuk anak sekecil Maryam. Karena obat kutu dari Apotek kan gak boleh termakan, jadi dalam setengah jam, saya harus memelototin si anak, meyakinkan bahwa mereka tidak memegang kepala, lalu memasukkan tangannya ke mulut. Tapi... metode alternatif ini tampak lebih ribet, karena harus dilakukan setiap hari. Melakukan sekali aja, repotnya minta ampun.. lumayan memakan waktu. Apalagi kalau harus tiap hari dikerjain. Belum lagi baunya.. hihihi.. Sekali pakai aja kemaren, setelah dicuci pake shampoo, baunya masih tetep kecium. Pas bapaknya pulang kantor, hidungnya mengendus-ngendus.. trus ngomong, "Kalian kok pada bau asem sih??" hihihi...

Keduanya ada kelebihan dan kekurangan. Anda tinggal memilih yang terbaik untuk Anda sendiri. Oya, fotonya tampak tidak nyambung, tapi sebenarnya itu foto mereka ketika sedang diterapi.. ;)

Maen schlitten di Campeon




Nadin sangat suka bermain salju. Sayangnya, ketika dia mulai mengerti dan bisa bermain salju sepuas hati, si putih itu malah malu-malu menampakkan dirinya di kota kami. Memang, dua tahun terakhir ini, Munich tak lagi berselimut salju tebal seperti dulu. Bahkan ketika satu atau dua minggu lalu suhu sempat mendingin di Eropa, gara-gara angin dingin dari Siberia tea, dimana temperatur di Munich drop sampai minus belasan derajat, kabarnya di Jerman utara sana bahkan sampai minus 26, salju tak juga turun. Mungkin saking dinginnya, mereka sudah membeku duluan di atas awan sana.. *ngarang pisan*

Nah, ceritanya, dua hari berturut-turut, di Munich hujan salju terus dari pagi sampai sore.. mungkin sampai malam.. saya tidak terlalu memperhatikan. Akhirnya salju lumayan terkumpul. Meski tidak setebal biasanya, tapi menurut pengamatan saya, ini yang paling tebal dalam dua Winter terakhir. Nadin tentu saja sangat bahagia. Saat pulang dari Kiga, dia sampai mau jalan kaki ke rumah, saking ingin terus bermandikan salju sepanjang jalan. Pas hari Rabu, dia pulang sambil cemberut. Ternyata ini gara-gara hujan saljunya tidak ada lagi. :D

Sampai kemarin, salju masih bertahan di kota kami.. tumben banget deh.. Kebetulan cuaca juga cerah. Bapaknya Nadin nelepon ke rumah agar saya membawa papan seluncuran ketika menjemput Nadin, dan langsung meluncur ke Campeon (kantor bapaknya Nadin), katanya di sana salju masih lumayan tebal. Tanpa berpikir panjang, saya pun tidak mau melewatkan kesempatan langka ini. Dan kami pun bermain di sana sampai puas.. sampai beku.. :D

Tidak sia-sia si Papah mengorbankan jam makan siangnya demi bermain dengan anak-anak.. karena tawa dan teriakan bahagia dari mereka menghias hari kami siang itu..

Friday, January 16, 2009

Halal-haram: Ferrero

http://www.dimadima.de/Forum-topic-8179-start-msg238086.html
Berkat diskusi sama Mbak Echa.. jadi nemu ini deh..
Maaf ya buat Muenchners kalau udh baca di milis, bisi bosen.. ini mah biar tersosialisasi aja.. ;)

Sebagai ulasan saya copy-paste di sini:
Produk-produk di bawah ini tidak mengandung zat-zat hewani:
duplo, Ferrero Garden Haselnuss, Ferrero Garden Pistazie, Ferrero
Küsschen, Giotto, Kinder bueno, Kinder Chocofresh, Kinder country, Kinder Happy Hippo Cacao, Kinder Maxi King, Kinder Pinguí, Kinder Riegel, Kinder Schoko-Bons, Kinder} Schokolade, Kinder Softy, Kinder Überraschung, Milch-Schnitte, nutell,Pocket Coffee, Rocher, tic tac und tic tac Icegloo.

Sedangkan produk di bawah ini bukan untuk konsumsi muslim:

- HANUTA
- YOGURETTE
- RAFFAELLO

Oya, beberapa waktu lalu sempat ada yang mengingatkan saya, bahwa dalam Kinder Pingui terdapat alkohol tersembunyi (tidak dituliskan di kemasan). Tapi setelah cari-cari, ternyata dulu memang begitu. Hanya karena produk ini banyak dikonsumsi anak-anak.. dan banyak diprotes orang Jerman sendiri, maka sejak taun 2000, alkohol dihilangkan dalam produk ini. http://www.verbrauchernews.de/artikel/0000005533.html

Wednesday, January 14, 2009

Maryam: menyusun kalimat sederhana

Seperti di cerita sebelumnya, dimana bahasanya Maryam sudah mulai bisa dimengerti, sekarang pun sebenarnya tidak jauh beda. Kosakatanya nambah.. dan ada yang sedikit berubah.. misal:
Panas --> asalnya mamas --> sekarang jadi manas
Hausschuhe --> asalnya hawewe --> sekarang jadi hassue (pake e seperti di ember) :D
jeruk --> iyut
dan beberapa kata lainnya. Ini bukan sekedar halusinasi ibunya, terbukti dengan pengakuan teman-teman yang taun baruan kemaren sempet nginep 2 malam di rumah. Mereka mengakui bahwa bahasanya Maryam cukup bisa dimengerti, meskipun masih banyak yang tidak jelasnya.. :D

Selain itu, Maryam mulai merangkai kalimat, meskipun hanya dua kata. Itu bisa disebut kalimat gitu?? iya lah.. ada subjek.. ada predikat.. cukup kan untuk menjadi sebuah kalimat pendek?! :D Tapi.. anehnya, kalimatnya Maryam selalu diawali dengan Predikat.. baru diikuti Subjek. Misal:

Bobo Ceuceu --> maksudnya mah Ceuceu bobo
Gak ada Mami --> Mami gak ada
Masuknya gajah --> gajahnya masuk
Mamam mau Maryam --> Maryam mau mamam --> halah.. pabaliut keneh ieu mah.. :D
dan lain-lain lah..

Oya, untuk kata-kata yang terdiri dari satu suku kata dan diawali dengan konsonan, dia selalu menambahkan a di awal kata, misal Pooh --> jadi Apooh, Syal --> jadi Asyal. Yang ini persis Nadin waktu seusianya.

Maryam agak berbeda dengan Nadin dalam usia yang sama. Mulutnya lebih gak bisa diam dibandingkan Nadin. Setiap kali bermain, mulutnya pun ikut beraksi, apakah bernyanyi.. atau bercerita dengan gaya bahasanya dia.. atau sekedar bertanya, kemudian mengulang jawaban yang kita berikan. Dan tentu saja, di tiap akhir kalimatnya selalu ditutup dengan kata "ya", untuk meminta penegasan tampaknya. :D

Tapi hal ini tidak mengherankan sih, soalnya kakaknya, Nadin, yang hampir berusia 4 tahun, memang lagi demen-demennya ngomong juga saat ini. Mulutnya juga sama gak pernah diamnya. Apakah dia membuat cerita sendiri dengan boneka-bonekanya, mengatakan apa yang dia lihat waktu itu, bertanya dan mengulang jawabannya, bahkan mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dikatakan.

Misalnya beberapa hari yang lalu Maryam harus minum obat. Dan anak ini susahnya minta ampun kalau minum obat. Akhirnya, karena sudah lelah, saya campur aja obatnya ke susu, toh warnanya sama-sama putih. Trus saya kasih ke Maryam, dan dia mau. Horrreee.. saya sudah berteriak2 dalam hati, akhirnya berhasil. Ternyata Nadin melihat saya memasukkan obat itu ke susunya Maryam. Lalu dengan polosnya dia ngomong, "Maryam minum  susu campur obat ya?! pinter Maryam." Saya langsung melotot, Maryam langsung menghentikan minumnya.. dan minta susu dalam gelas baru.. huaaaaa....


Thursday, January 8, 2009

Pergi ke dokter gigi bag. 2 dan 3

Berhubung kontrol ke dokter gigi 6 bulan lalu lupa tidak dicatat, maka kali ini sekalian aja ditulis di sini.

Rabu, 11 Juni 2008.

Hari itu jadwal Nadin ke dokter gigi yang kedua. Saya sudah siap dengan kertas di tangan yang berisi persetujuan perawatan yang akan dilakukan pada Nadin di hari tersebut. Perawatan gigi susu memang tidak ditanggung asuransi. Tampaknya mereka tidak mau rugi, karena bagaimanapun juga, gigi susu pasti akan tergantikan oleh gigi dewasa. Jadi, setiap perawatan yang akan dilakukan, tim dokter selalu menjelaskan terlebih dahulu, terutama dalam segi biaya. Perawatan kali itu meliputi pembersihan karang gigi dan pemberian vitamin, tampaknya sih diberi Fluorid, soalnya namanya juga Fluoridierung, yang menghabiskan biaya sebanyak 25,86 Euro.

Gigi Nadin sudah disikat bersih-bersih dari rumah, agar sang dokter bisa melihat dengan jelas kondisi giginya Nadin. Sayangnya, sewaktu di tram, Nadin ingin makan biskuit, dan saya paling tidak bisa menolak keinginan anak untuk makan. Akhirnya, ketika dokter memeriksa, sisa-sisa biskuit banyak sekali bertebaran di mulut Nadin. Dokternya tampak sedikit kecewa, disangkanya Nadin gak pernah sikat gigi. Akhirnya dia menyuruh perawatnya untuk membersihkan gigi Nadin terlebih dahulu. Baru dia periksa lagi. Alhamdulillah kondisi giginya baik-baik saja, tidak ada karies.

Tapi, sebenarnya dia menganjurkan Versiegelung. Yang saya mengerti dari penjelasannya  dia, Versiegelung itu semacam dempul. Karena gigi anak cenderung cekung, yang mengakibatkan mudahnya makanan bersarang di situ yang akhirnya bisa menyebabkan gigi berlubang. Makanya untuk mencegah gigi karies, baiknya gigi-geligi anak memakai Versiegelung tadi. Saya tidak langsung mengiyakan, ingin cari pendapat dulu dari suami tentunya.

Setelah berdiskusi, kami memutuskan untuk tidak dulu memakai Versiegelung. Bukan karena harganya yang lumayan sih.. (hampir 180 Euro), tapi masih menimbang-nimbang perlu tidaknya hal tersebut. Akhirnya saat kami di Indonesia, kami diberi kesempatan untuk mendiskusikan hal ini dengan dokter gigi di sana. Ternyata dokter gigi sana malah tidak menganjurkan hal tersebut. Katanya struktur gigi yang cekung tersebut sudah klop antara rahang atas dan rahang bawah. Kalau didempul, nanti malah gak enak untuk anaknya. (Heran 1, kok bisa beda ya dokter sini dan dokter sana). Akhirnya hal tersebut terlupakanlah.. sampai.. hari ini...

Kamis, 8 Januari 2009.
Tidak terasa sudah saatnya kami kembali ke dokter gigi. Kali ini agak beda, soalnya Maryam, yang baru punya 16 buah gigi dan 4 diantaranya baru tumbuh setengah, akan saya coba periksakan juga. Dan saya lupa memberitahu pihak dokter sebelumnya, kalau saya akan memeriksakan gigi Maryam juga hari ini. Untunglah hari ini sepi, jadi tanpa janjian terlebih dahulu, Maryam bisa ikutan diperiksa.

Nadin mendapatkan perawatan persis seperti sebelumnya dengan biaya yang masih tetap sama. Dokter dan perawatnya senang sekali melihat gigi Nadin.. bagus, bersih dan rapi katanya. Hanya ada sedikit karang gigi di gigi seri bawah bagian belakang, itupun langsung dibersihkan sama perawatnya, biaya udah inklusiv dengan yang tadi. Selain itu, kondisinya okeh. Katanya dokter, ini gara-gara saya jarang menggunakan benang gigi. Dan saya diperingatkan untuk membersihkan gigi anak dengan benang gigi, setelah sikat gigi tentunya, setiap malam. (Heran 2: kata dokter gigi di Indo, jangan sering-sering gunakan benang gigi! alasannya lupa euy..)

Kalau Maryam, sebelum pemeriksaan diberi penjelasan yang sama persis seperti yang saya tulis di sini. Dan seperti di rumah, dia sangat susah di suruh buka mulut. Tapi alhamdulillah akhirnya bisa juga. Dan dokter juga belum menemukan apa-apa di giginya. Sejauh ini giginya masih baik, katanya.

Soal Versiegelung, dokter tidak menyinggung-nyinggung lagi. Padahal sebenarnya dari rumah dokumennya sudah dipersiapkan. Buat jaga-jaga, kalau memang tindakan ini sangat diperlukan. Ternyata sepertinya tidak... Ah.. melihat kondisi gigi anak masih baik.. dan kebiasaan menggosok gigi di rumah juga lancar.. (kadang susah sih buat Maryam..) akhirnya saya putuskan untuk tidak dulu, sambil nyari pengalaman dari orang lain dulu deh.. Dan saya harus terus berjuang untuk menjaga gigi anak tetap sehat biar mereka tidak pernah merasakan sakit gigi kayak ortunya..

Aja.. aja.. fighting!!!

Wednesday, January 7, 2009

Insiden Korek Kuping

Ada-ada aja emang.. peristiwa ini pun baru pertama kalinya terjadi seumur hidup saya.. :D Entah sambil mikirin apa, tadi waktu bersihin kuping.. kuping saya sendiri tentu saja.. dan pake korek kuping seperti biasanya.. tiba-tiba.. plek.. batang korek kupingnya lepas dari kapasnya (atau sebaliknya ya?). Dan si kapasnya tentu saja ketinggalan di dalam kuping.. hik.. hiks... dan jari saya tidak cukup mungil untuk mengambil sejumput kapas itu. Sayangnya.. pinset pun saya tidak punya.. Akhirnya saya mengalah untuk membiarkan kapas itu bersarang dulu di sana. Sambil memasak.. sambil saya berpikir.. alat apa yang bisa digunakan untuk mengambil kapas itu.. Masa sih untuk urusan kayak gini aja mesti pergi ke dokter THT?? hihhi.. Nungguin si Akang juga agak lumayan, bisa-bisa kuping keburu budek beneran, berhubung hari ini jadwalnya dia badminton. Pulangnya 4 jam lebih telat dari biasanya.. :((

Sebenarnya 2 atau 3 tahun lalu, waktu kami mudik ke Indonesia, kakak saya pernah memperingatkan bahwa penggunaan korek kuping itu tidak baik, bahkan tidak dianjurkan oleh dokternya. Karena kotorannya malah masuk ke dalam, bukannya keluar, katanya (Dan sekarang saya menyadari kekurangan lain dari korek kuping itu). Sebagai solusinya, ada setangkai logam (stainless) yang ujungnya sedikit membesar menyerupai sendok. Mungkin lebih tepatnya sih spatula keciiiiil sekali, ukurannya kurang lebih sama dengan korek kuping. Dan saya pun dibekalinya. Tetapi alat ini hanya bisa digunakan dengan pertolongan orang lain, sedangkan saya tidak bisa membiarkan kuping saya dibersihkan orang lain.. :D Akhirnya alat itu tidak pernah dipakai. (Punten pisan nya, Teh Nda..)

Aha.. akhirnya terbentik ide menggunakan alat tersebut untuk mencongkel sang kapas tadi. Dengan menggunakan pemantulan dua buah cermin dan sebatang tangkai tadi, akhirnya si kapas berhasil dikeluarkan.. meski dengan sedikit perjuangan.. soalnya jadi rada-rada buta arah.. kebalik-balik tea.. dan sempat kapasnya malah jadi lebih masuk ke dalam. Alhamdulillah.. happy ending..

Tapi.. sekarang kok kayaknya jadi agak-agak males mau pakai korek kuping lagi ya?! takut kejadian yang lebih parah terjadi. Hm.. ada cara lain untuk membersihkan kuping??