Justru disaat dia mulai banyak bicara, dia harus keluar dari Kinderkrippe, karena saya tidak punya alasan lagi untuk menitipkan dia di sana. Akhirnya selama 6 bulan dia tinggal di rumah bersama ibunya sampai akhirnya masuk TK. Saya pikir, setelah 6 bulan tidak pernah mendengarkan, dia mungkin sudah lupa dengan bahasa komunikasi dia sewaktu di Krippe dulu. Tapi mungkin dalam memorinya jauh di dalam sana, masih tersimpan rekaman-rekaman bahasa tersebut, jadi saat dia berkomunikasi lagi di TK, dia tidak akan terlalu asing mendengar bahasa teman-teman dan gurunya.
Satu.. dua.. bulan berlalu.. Saya lihat Nadin bisa bermain dengan teman-temannya. Namun entah bahasa apa yang dia gunakan. Dan entah dia pun bisa mengerti atau tidak apa yang orang lain bicarakan. Dia lebih banyak senyum-senyum dibanding bicara. Kira-kira tiga bulan setelah di Kindergarten, saya bertanya ke gurunya mengenai perkembangan bahasanya Nadin. Menurutnya, Nadin sudah bisa bicara dalam bahasa Jerman, bahkan dalam kalimat., meskipun strukturnya masih memakai struktur bahasa Indonesia, katanya.
Misalnya: Saya mau minum susu.
Nadin: "Ich will trinken Milch".
Seharusnya: "Ich will Milch trinken".
Tentu saja saya merasa lega, berarti selama ini dia bisa belajar.
Beberapa hari kemudian, ketika kami tercegat lampu merah dalam perjalanan pulang, dia menunjuk sebuah mobil sambil berkata, "Auto, Mama". Saya kaget.. campur bahagia sebenarnya.. karena ternyata yang dibilang gurunya benar. Tapi, sebenarnya kan dia sudah tahu bahwa 'itu' adalah mobil. Dan saya merasa, itulah saatnya untuk memberitahu dia, bahwa bahasa yang dia gunakan di sekolah berbeda dengan yang dia gunakan di rumah. Lalu saya koreksi, "O iya, itu mobil". "Bukan Mama, itu Auto!". "Iya, kalau di Kindergarten itu namanya Auto, kalau di rumah itu namanya mobil.". Dia pun terdiam.. berpikir.. Aku tambahkan lagi biar jelas, "kalau di Kindergarten, kalau Nadin ngomong sama Frau V***** dan guru yang lain.. atau Nadin ngomong sama temen2 Nadin, itu namanya Auto. Tapi kalau di rumah, kalau Nadin ngomong sama Mama, Papa, Maryam, Teh Hani, dll, itu namanya mobil.". Dia pun semakin diam.. ah, tampaknya cukup dulu pelajaran hari itu.
Beberapa waktu kemudian, pas lagi heboh-hebohnya piala UEFA, ada salah satu jajanan Nadin yang berhadiah tato bendera Jerman. Dia senang sekali, sampai ditempel di tangan kanan kiri, bahkan di kaki. Tapi lama-lama, dia penasaran juga dengan tatonya. Dia pun bertanya itu gambar apa. Saya bilang, itu bendera Jerman. Nah, kalau di Kindergarten, Nadin ngomongnya bahasa Jerman.. benderanya yang ini. Kalau di rumah, Nadin ngomongnya bahasa Indonesia sama Sunda, benderanya yang warna merah putih. (untung dia gak nanya bahasa Sunda benderanya yang mana? hahaha..). Kebetulan tak lama setelah itu, di TKnya Nadin memang ada Sommerfest, dimana anak-anak membuat bendera negaranya masing-masing. Dan saat itu dia sudah tau, kalau dia membuat bendera Indonesia.
Semenjak itu, dia sering bertanya, 'ini' bahasa Jermannya apa? 'itu' bahasa Jermannya apa? Atau terkadang saat dia menemukan kosakata baru, dia pun suka laporan. Seperti beberapa hari yang lalu, saat saya sedang memasak, tiba-tiba dia berdiri di pintu dapur.
"Mama, ini kalau di Kindergarten namanya noi", sambil menunjuk kaos kakinya.
Asalnya saya nggak ngeh.. tapi.. waduh.. gawat..
"Apa, Neng? noi??!".
"Iya, noi..".
"Kaos kaki? bahasa Jermannya noi?" mencoba mempertegas informasi.
"Iya." katanya yakin.
Lalu saya dekati, dan saya jelaskan, bahwa noi (ditulisnya neu) bukan kaos kaki, tapi baru. Kalau kaos kaki bahasa Jermannya Socken. Mungkin temen2 Nadin ngomong "Deine Socken sind neu", itu artinya kaos kaki kamu baru. Memang hari itu Nadin kaos kakinya baru. Tapi dia salah tangkep kata-kata. :D Alhamdulillah setelah dijelaskan, dia jadi mengerti.
Sampai saat ini, dia sudah bisa membedakan bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Hanya membedakan bahasa Sunda yang masih dia bingung. Kosakatanya kadang-kadang masih campur. Tapi mulai diberitahu juga sih sekarang, bahwa itu bahasa Sunda.. itu bahasa Indonesia. Dia tampak susah membedakan, karena kedua bahasa tersebut keluarnya dari mulut yang sama. Tampaknya harus merubah strategi nih. Bagi saya ini
Oya, di rumah, saat ngobrol dengan saya dan Kang Dian, dia tidak menggunakan bahasa Jerman. Tapi bagaimanapun, sekarang saya sering mendengar dia ngoceh dalam bahasa Jerman. Saat dia bermain sendiri dengan boneka-bonekanya.. ataupun dengan adiknya, yang sama sekali tidak mengerti, tapi ikut-ikutan aja. Suatu hari, saya mendengar teriakan mereka, yang satu tidak mau kalah keras dari yang lain. Saat saya dekati, ternyata seperti biasa, mereka sedang rebutan mainan.
Nadin: "Meine!" (punyaku!)
Maryam: "Meine!"
Nadin: "Meine!"
Maryam: "Meine!"
Nadin: "punya Nadin!"
Maryam: "punya Addiin!"
Nadin: *bingung*
Ibunya: *ketawa*
Namanya juga anak-anak.. proses belajar mereka benar-benar alami. Jadi wajarlah kalau suatu saat ada satu atau beberapa hal yang salah dia tangkap. Adalah tugas kita sebagai orang tua untuk meluruskannya. Yang saya temukan dari Nadin, dia belum bisa membedakan benda jamak dan tunggal. Dan menurut cerita seorang teman, ini menjadi salah satu tes kontrol anak di usia 4 tahun nanti (U8). Saya pun mulai dag dig dug ketika menyadari dia selalu menyebut "Schmetterlinge", tak peduli berapapun jumlahnya. Kebetulan satu saat, di sebuah buku, ada seekor kupu-kupu.
Nadin: "Mama, lihat ada kupu-kupu.. kalau di Kindergarten namanya Schmetterlinge."
Saya: "Iya, kalau di Kindergarten namanya Schmetterling."
Nadin: "bukan, Schmetterlinge"
Saya: "kalau kupu-kupunya cuma satu, namanya Schmetterling, kalau ada dua, tiga, empat, sepuluh, atau baaanyaaak.. namanya Schmetterlinge."
Nadin: " Oo.. gitu.. kalau kembangnya satu apa? kembangnya banyak??"
Saya: " Blume.. Blumen.."
Nadin: "Kalau gajah? maung? kucing? gogog?"
dia bertanya terus... teruuus... dan teruuuuuussss...
Sampai pada kosakata2 yang saya juga tidak tahu.. :D
Akhirnya saya bilang kalau untuk kata itu, Mama juga gak tau, harus lihat kamus dulu.. :D:D:D
Pertanyaan lainnya, " Mama, kalau di bahasa Jerman, kalau gajah ada satu Elefant, kalau gajahnya banyak Elefanten. Kalau di bahasa Indonesia, kalau gajahnya satu apa? kalau gajahnya banyak apa??"
Haduh.. dasar bocah.. ada-ada aja pertanyaannya...