Sunday, April 25, 2010

Kisah Kisruh Si Paket Itu

Sebagai salah satu pembelanja online, tentunya saya sudah tidak asing lagi dengan yang namanya paket. Kalau belanja online, biasanya si penjual akan memberi tahu kita saat mereka sudah mengirimkan paketnya. Jadi kita bisa mengira-ngira kapan paket itu sampai, supaya bisa diusahakan ada orang di rumah. Jika saat paket tiba, sang penerima tidak di rumah, maka paket akan dititipkan ke tetangga (kalau ada yang mau). Dalam kasus ini si penerima diberi kartu berwarna biru yang memberitahukan di tetangga mana paket itu dititipkan dan berapa jumlah paketnya. Kalau tidak ada yang mau, berarti paket akan ditinggalkan di kantor pos, dan baru hari berikutnya kita bisa mengambilnya di sana. Untuk jasa pengiriman non DHL, akan meninggalkan pesan saat kita tidak di rumah, dia memberi tahu bahwa dia akan datang lagi keesokan harinya pukul sekian, kalau tidak bisa, si penerima harus memberi jadwal kapan dia bisa di rumah untuk menerima paket itu. Atau bisa juga harus diambil ke filial (cabang) terdekat dr rumah kita. Dan berdasarkan pengalaman selama ini, rasanya saya tidak pernah menemukan masalah dengan paket-perpaketan ini. Sampai...

suatu hari saya mengirimkan sebuah paket untuk Teteh A di kota sebelah. Biasanya kalau saya mengirimkan paket, saya suka memberitahu si penerima (belajar dr toko online ;)) kapan dan lewat jasa pengiriman mana saya mengirimkannya. Buat saya, jasa pengiriman termasuk info yang penting, karena jam-jam mereka datang ke rumah biasanya sudah terpola. Jadi si penerima bisa mengatur agendanya sedemikian rupa supaya si paket bisa selamat sampai di rumah, tanpa tatap-titip atau diambil ke kantor pos. Nah, saat itu saya benar-benar lupa memberitahu karena hari itu saya kebanyakan acara (SokSibukModeOn). Sempat terpikir beberapa hari setelahnya untuk menanyakan kabar si paket, namun saya pikir saya bisa cek sendiri di internet lah, yang mana hal ini TIDAK dilakukan juga (TeuteupSibukCeritanya). Kalau gak ada complain dari yang menerima, berarti semua baik-baik saja kan?!

Dua minggu setelahnya, tiba-tiba saya menerima kartu biru, kartu yang memberitahukan kalau saya menerima sebuah paket yang dititipkan di tetangga saya, Frau B. Paket apakah itu?? rasanya akhir-akhir ini saya tidak pesan barang apapun.. Ah.. mungkin ini lagi-lagi surprise dari si Akang nih.. pikir saya sambil senyam-senyum sendiri. Sudah dua kali saya coba ambil, namun tampaknya Frau B sedang sibuk di luar rumah.

Pas ngecek email, ternyata saya mendapat pesan untuk menitipkan paket punya si Teteh A tadi pada Neneng C yang akan main ke rumah saya pada akhir pekan kemarin. Kebetulan rumah Teteh A deketan sama Neneng C. Kaget saya dibuatnya bukan main, bukannya paket itu sudah saya kirimkan dua minggu lalu???? dua minggu lho.. bukan waktu yang sebentar. Kalau pun alamatnya salah, harusnya dia kembali lagi ke rumah kami. Namun, paket itupun tak jua kembali. Untuk meyakinkan, saya telepon Teteh A, apakah benar paketnya belum sampai?. Dan memang pasti benar lah.. wong itu pesan juga dari Teteh A kan?!

Akhirnya saya pun mencari-cari email konfirmasi dari DHL (kebetulan saya membuat perangko online waktu itu) untuk mengecek keberadaan si paket. Namun tampaknya si email sudah terhapus.. Saya pun mencari-cari selembar kertas kecil, kwitansi dari kantor pos waktu itu. Alhamdulillah ketemu.. Setelah memasukkan nomer pengiriman.. tadaaaa... terkuaklah perjalanan panjang si paket selama dua minggu ini.

Ternyata paket itu telah sampai di penerima pada hari kerja berikutnya setelah saya kirim. Namun tidak ada siapa-siapa di rumah, jadinya paket di simpan di Packstation (mesin automat paket), penerima sudah diberi tahu, katanya. Karena dalam waktu 9 hari paket tak kunjung diambil, maka si paket dikembalikan kepada saya, dan hari itu tertulis bahwa paket telah sampai kembali di penerima. Ooo.. berarti paket di Frau B itu paket yang saya kirimkan dua minggu lalu.. hihihi.. lega deh.. alhamdulillah.

Keesokan harinya saya kirim lagi deh itu paket, dan keesokan harinya lagi alhamdulillah sudah sampai. Pelajaran kalau mengirim paket: jangan lupa memberitahu penerima kalau paket sudah dikirim, dan pantau terus status si paket sudah sampai dimana!! 

Friday, April 23, 2010

Rupa-rupa hari ini

Tulisan ini hanya berisi beberapa catatan tidak penting yang saya dapat hari ini. Bagi yang tidak tertarik, DILARANG keras untuk membacanya. :p

Kebetulan hari ini banyak sekali agenda. Padahal saya hanya punya waktu 2,5 jam saja, yang mana malah ngaret 1/2 jam karena Ligar susah tidur pagi pada waktunya.. Jadinya saya hanya punya waktu 2 jam saja. Pertama saya harus membawa paket sebesar kurang lebih 70 x 70 x 40 dengan berat kurleb 7 kg ke kantor pos. Saya memilih kantor pos yang di Hauptbahnhof, biar bisa sekalian ke toko baju di sebelahnya untuk mengembalikan beberapa potong baju yang saya beli dua hari sebelumnya. Sepanjang jalan banyak orang ngeliatin, heran.. mungkin karena saya bawa2 paket segede gaban, padahal itu paket saya simpan di kursi belakang Kinderwagen.

Setelah selesai dari kantor pos dan toko baju, saya tadinya mau langsung meluncur ke perpustakaan di Giesing untuk mengembalikan buku yang saya pinjam. Ternyata, tiba-tiba terbersit ingin membuat es duren, yang mana si duren hanya ada di toko Asia di Rosenheimerplatz. Berhubung hasrat duren sudah saya tahan selama berminggu-minggu, maka saya paksakan untuk mampir ke sana. Sekalian mo ke toko murah untuk membeli satu set koas untuk menggantikan koasnya anak2 yang sudah pada rusak.

Nah, disinilah sialnya saya. Ketika saya naik Rolltreppe (tangga berjalan), tiba-tiba ada laki-laki setengah baya yang memperhatikan saya dan seolah-olah menunggui saya. Dalam hati, kenapa si bapak ini menunggu di situ? padahal tangga yang ini jelas bukan tangga bolak-balik arah, hanya bisa untuk ke atas saja. Ah, dia sedang menunggu temannya yang dibelakang saya kali, pikir saya. Ternyata oh ternyata.. si bapak ini memang menunggui saya. Kenapa?? karena saya telah melanggar aturan! Di pinggir tangga berjalan jelas-jelas ada aturan (yang dijelaskan dengan gambar), siapa-siapa saja yang boleh dan tidak boleh lewat tangga itu. Ibu-ibu yang membawa Kinderwagen (stroller) termasuk yang tidak boleh melewati itu. Si bapak menunjukkan bahwa di sebelah sana ada lift yang disediakan untuk orang2 seperti saya, katanya. "Kalau Anda melanggar aturan, Anda harus membayar 15 Eu!". Oo.. gitu ya?! manggut-manggut pura-pura bego.. dan cepet2 pergi menjauhi si bapak. Untungnya gak dikejar.. :D Untuk para ibu2 nekat seperti saya, nanti lagi hati-hati kalau mau naik tangga berjalan, liat kanan kiri dulu, siapa tau ada pengawas kayak saya tadi. :D

Setelah puas belanja di toko Asia, saya harus buru-buru kembali ke Giesing, karena masih harus belanja daging dan ayam di toko Turki untuk tamu-tamu saya esok hari. Dan akhirnya agenda ke perpustakaan harus dibatalkan karena waktunya sudah mepet dengan saat menjemput anak-anak (siap-siap denda lagi deh hari Senin nanti). Setelah menjemput anak-anak, saya masih harus mampir lagi ke Supermarket untuk membeli sayuran untuk hari ini. Dan akhirnya, agenda luar rumah untuk hari ini selesai sudah.

Sambil berjalan pulang dari halte bis, saya lihat Nadin berjalan zig-zag sambil ketawa-ketiwi. Saya tanya, "kok Nadin jalannya belak-belok sih??". "Belok Nadin tahu, tapi kalau belak artinya apa sih??" jawabnya. Hahahaha... Jadi inget kejadian beberapa bulan lalu. Saat kami bermain lari-larian. "Larinya harus bolak-balik ya!" kata saya waktu itu. Maryam yang masih kecil tidak lari dari titik awal, namun dari titik akhir menuju titik awal. Nadin, si cikal yang perfeksionis, tentu saja mengkritik kesalahan adiknya ini, "Maryam harus bolak dulu donk.. baru balik!". Hahaha.. apaan tuh bolak???  aya-aya wae... :D

Saturday, April 10, 2010

Petualangan di Kebun Binatang

Sejak kecil saya tidak pernah bosan dengan acara kunjungan ke kebun binatang. Bahkan sewaktu sibuk mengerjakan tugas akhir, sempat-sempatnya saya bersama teman-teman satu lab jalan-jalan ke kebun binatang (kebetulan kampus kami bersebrangan dengan kebun binatang Bandung), mana pake nego segala biaya masuknya, hahaha.. maklumlah.. namanya juga mahasiswa. :D Makanya sekarang pun saya tidak pernah keberatan saat anak-anak ingin jalan-jalan ke sana. Meski yang dilihat masih yang itu-itu saja, dan suasananya pun tidak banyak berubah. Kunjungan ke kebun binatang tampak sudah menjadi ritual tahunan buat kami. Saat musim dingin telah lewat, dan saat liburan kami hanya menghabiskan waktu di rumah saja, kebun binatang pasti menjadi alternatif jalan-jalan di dalam kota.

Liburan kali ini kami merencanakan pergi ke sana. Saya coba mengajak beberapa orang teman, namun tampaknya tidak ada yang tertarik. Ada yang tertarik, namun waktunya tidak pas. Tunggu punya tunggu, akhirnya liburan pun hampir habis. Tapi janji dengan anak-anak sudah dibuat sejak awal liburan. Saya pun nekat pergi sendirian ke sana (biasanya selalu dianter si akang, kalau nggak, barengan sama teman yang juga membawa anak-anaknya). Saya pikir, transport ke sana mudah (apalagi dari rumah kami hanya 5 halte bis saja, atau 4 halte bisa + 1 halte U-Bahn), jalan-jalan di sana pun gak akan susah (medannya disesuaikan untuk anak-anak).

Akhirnya, di hari terakhir liburan kami pun meluncur ke sana. Saya memilih masuk dari gerbang Flamingo karena lebih dekat dari rumah. Antrian panjang di pintu masuk memberikan saya waktu untuk memilih tiket yang paling murah untuk kami berempat. Ada berbagai macam pilihan tiket, dari mulai tiket perorangan, tiket keluarga sampai tiket rombongan. Akhirnya saya memilih tiket keluarga kecil (untuk 1 orang tua + 2 atau lebih anak sendiri) seharga 11,5 Eu.

Baru saja masuk ke kebun binatang, yang pertama ditanyakan anak-anak, dimanakah Spielplatz (playground a.k.a arena bermain)? *gubrags*. Setelah melihat Flamingo dan Aquarium, Maryam kelaparan. Akhirnya kami makan dulu di depan kandang Kangguru. Hampir di setiap kandang dan beberapa tempat lain, selalu terdapat beberapa bangku untuk beristirahat sejenak, menikmati bekal sambil melihat binatang dan tingkahnya yang lucu-lucu. Jadi kalau jalan-jalan ke sini, gak perlu bawa tikar, yang ada nanti malah bingung mo dihamparin dimana?.

Kebun binatang di sini berbeda dengan kebun binatang di Bandung. Masing-masing binatang diberikan kandang yang sesuai dengan habitat aslinya. Jadi, misalnya harimau, tidak hanya ada dibelakang jeruji besi dengan sebatang pohon gundul. Tapi kandangnya benar-benar seperti hutan, luas dan lebat dengan pohon. Di sekeliling 'hutannya' itu dibuat sungai, untuk mencegah dia keluar kandang. Selain itu, kondisi binatang-binatangnya pun gemuk dan sehat, jadi tidak sedih saat melihatnya. Orang Utan, binatang yang berasal dari tanah air kita mempunyai istana sendiri di sini, disebutnya Orang Utan Paradise. Rasanya sedih dan malu ketika membaca2 ceritanya. Disebutkan bahwa Orang Utan ohne Heimat alias gak punya rumah. Kenapa? karena hutan2 habitat mereka kini sudah dibakari dan ditebangi. Aarrrghh.. untung orang2 yang ada di situ gak tau kalau saya dari Heimat (tanah air) yang sama dengan orang utan. 

Tanpa disengaja, ternyata di Tierpark Hellabrunn masih heboh dengan seleb barunya, Jamuna Toni, bayi gajah yang lahir 21 Desember 2009 lalu. Kenapa heboh? katanya ini adalah bayi gajah pertama yang dilahirkan di sini dalam 60 tahun terakhir. Tapi memang semua bayi itu lucu.. gak bayi manusia.. gak bayi gajah.. sama-sama menggemaskan. Jamuna belum biasa dengan dunia panggung, jadinya dia terus-terusan mengikuti pengasuhnya. Kalau pengasuhnya istirahat, dia juga ikutan istirahat.. :D

Anak-anak paling senang saat mengunjungi daerah kutub (di kebun binatang ini, binatang-binatang dilokasikan berdasarkan benua asalnya). Mereka senang sekali melihat penguin dan beruang kutub. Sayangnya saat ini, kandang beruang kutub sedang diperbaiki dan beruangnya diisolir untuk sementara waktu ke tempat lain. Dari sinilah anak-anak melihat Spielplatz.. dan saya tidak pernah menyangka kalau kami akan mengalami suatu ketegangan yang bikin jantung saya dagdigdug terus.

Saking semangatnya anak-anak udah langsung aja memasuki sebuah pagar. Ternyata sebenarnya itu bukanlah pagar masuk ke Spielplatz. Di situ hanya taman yang dilengkapi beberapa ekor kambing yang boleh dielus-elus oleh pengunjung, Tapi di sana juga terdapat sebuah jembatan gantung raksasa yang menghubungkan tempat itu dengan Spielplatz. Berhubung Ligar nangis saat itu, saya pikir ini tempat yang pas untuk menyusuinya, karena tempat itu relatif sepi (kecuali di jembatan gantung).

Setelah saya pangku Ligar, ternyata kedua gadis saya sudah tidak ada di sebelah saya lagi. Saya cari-cari, ternyata mereka sedang berpegangan tangan di atas jembatan gantung. *big OOW* tangan kanan Maryam memegang tali jembatan sebelah kanan, tangan kiri Nadin memegang tali jembatan sebelah kiri, dan mereka masing2 saling berpegangan tangan. Sehingga posisi mereka kini menghalangi orang-orang dari kedua jalur *big big OOW* Dan mereka tidak mau maju kalau jembatannya bergoncang-goncang dengan kencang. Jembatan gantung menjadi macet gara-gara mereka. Sayapun menjerit dalam hati, meminta pertolongan, karena rasanya sulit untuk saya menolong mereka. Tapi.. siapa yg bisa menolong saya?? saya kan datang sendiri. Kalau minta tolong orang lain, yang ada mungkin malah disalahkan dan ditangkap gara-gara membiarkan anak-anak pergi ke sana sendirian. Fyi, dijembatan itu semuanya orang dewasa dan anak-anak yang sudah cukup besar. Anak-anak kecil segede Nadin dan Maryam pasti dituntun oleh orang tuanya. Akhirnya saya pun nekad terjun ke sana, sambil komat-kamit dalam hati, semoga mereka tidak menangis selama saya belum sampai ke sana. Oooh.. anak-anakku.. tunggu ibumu!! Ternyata tidak mudah juga untuk menggapai posisi mereka, karena posisi saya dan mereka terhalang cukup banyak orang. Untungnya ada bapak-bapak yang menyadari hal itu, dan dia membetulkan posisi Nadin supaya berjalan di sebelah kanan, jalur yang sama dengan Maryam. Dan orang-orang dari arah berlawanan mulai bisa maju ke arah kami. Setelah kosong, orang-orang dari arah kami bisa lewat juga ke arah sebrang. Saya mencoba menenangkan anak-anak dengan berteriak2 bahwa "Mama di sini, Mama datang, tunggu Mama yah.. pegangan erat2 yah, Sayang". Akhirnya.. setelah sekian lama sayapun bisa berada di belakang mereka. Saya kasih mereka instruksi untuk maju pelan-pelan, tidak takut dan terus pegangan. Terus terang saya tidak bisa memegangi mereka karena tangan kiri saya mangku Ligar, tangan kanan pegangan ke tali. Kalau tidak pegangan, saya bisa jatuh, atau mungkin Ligar yang akan terlempar ke kolam *Ya Allah.. semoga tidak..*. Sambil mulut ini teruuus memberi semangat ke anak-anak.. sambil hati ini teruuus minta pertolongan Allah.. supaya kami bisa selamat sampai di ujung. Akhirnya, perjalanan menegangkan pun selesai. Kata Nadin, "Mama, kalau udh sampai di sana, kita balik lagi ya?" dengan penuh semangat. "NEIN!". Dagdigdugnya jantung ini masih teruuuuussss kebawa-bawa. 

Setelah kejadian ini, anak-anak masih bisa enjoy main-main. Tapi saya yang ketakutan, rasanya kepikiran terus kejadian ampul-ampulan di jembatan gantung tadi *duh*. Alhamdulillah saat itu kami bisa pulang dengan selamat. Anak-anakpun tidak ada yang tertidur, kecuali Ligar. Tapi.. hm.. masih beranikah saya pergi ke sana sendirian?? hihi.. tentu saja.. tapi jadi waspada jembatan gantung.. ;)


Wednesday, April 7, 2010

Kunjungan HNO

Sebenarnya saya rada males pergi ke HNO (Hals-Nasen-Ohren alias THT), gara-garanya waktu pengalaman pertama kami pergi ke sana. Sekitar tengah tahun lalu, beberapa hari sebelum saya melahirkan Ligar, Nadin mengeluh sakit kuping. Mengingat dia beberapa kali terkena Mittelohrentzundung (otitis media), saya khawatir sekali dia terkena penyakit yang sama. Setelah menelepon dokter, kami langsung pergi ke sana. Ternyata saat itu hanya terlalu banyak kotoran, harus dibersihkan ke HNO. Si dokter anak pun memberi alamat satu orang HNO yang dekat tempat prakteknya dia. Karena rumah kami cukup jauh, maka saya lebih memilih HNO yang dekat rumah. Ternyata.. oh.. ternyata.. di HNO ini semua pasiennya MANULA (kebetulan di jadwal kami datang kondisinya begitu). Letaknya di gedung tua dengan lantai kayu, kalau jalan bunyi. Anak-anak ributnya minta ampun.. nyanyi-nyanyi dan jerit-jerit.. sampai ada dua nenek yang memelototin kami. Untungnya kami segera dipanggil, jadi aman dari omelan sang Nenek.. :D Dokternya juga ternyata sudah cukup berumur, dan berbicara dengan dialek Bayern yang kental sekali. Kuping saya sampe bergetar-getar mencoba mengerti apa yang dia katakan. Tapi tampaknya si dokter kaku awalnya ketika melihat saya mengenakan jilbab, orang asing gitu. Bisa bahasa Jerman gk nih?? *kaliiii* Setelah kami berbincang, situasi mulai mencair. Dari dokter inilah saya tahu kalau korek kuping itu tidak baik digunakan untuk membersihkan kuping, sebaiknya memakai lap basah aja dan jari, korek-korek katanya. Terus, 6 bulan sekali dibawa ke HNO untuk dibersihkan. Namun, setelah itu, saya masih tetap menggunakan korek kuping untuk membersihkan kuping anak-anak (dasar bandel!) dan berharap tidak akan pernah ke HNO lagi.

Sampai akhirnya minggu lalu, ketika dokter anak kami menemukan bahwa kemampuan mendengar Nadin tampak sedikit di bawah standar, kami kembali dirujuk ke HNO. Kali ini kami pergi ke HNO yang tepat bersebelahan dengan dokter anak. Tempat prakteknya bagus dan baru (iyalah.. Giesinger Gesundheitzentrum gitu lho.. belum setahun usia gedungnya juga :D). Dokternya masih muda dan ramah, perawatnya juga baik. Dan mereka tampak sudah biasa menangani pasien anak, jadi dengan keributan kecil dari anak-anak, mereka biasa-biasa saja. :D

Sekalian pergi ke sana, sekalian juga saya bawa Maryam untuk dibersihkan kupingnya. Beberapa minggu lalu dia sempat demam tinggi dan mengeluh sakit kuping. Namun dokter anak tidak bisa memastikan, apakah terkena otitis media atau bukan, karena terlalu banyak kotoran. Akhirnya waktu itu, Maryam diberi cairan (H2O2) untuk mengeluarkan kotorannya. Namun setelah 3 hari, kotorannya tak kunjung keluar, tapi dia juga tidak mengeluh apa-apa lagi. Maka saya tidak bawa ke dokter lagi waktu itu. Ternyata, setelah dilihat oleh HNO, kuping sebelah kirinya tergolong sangat kering, dia menyebutnya trockene und schuppende Ohrgänge (halah.. ternyata kuping juga bisa berketombe to?! :D). Untuk ini Maryam mendapat tetes kuping yang baru untuk 5 hari ke depan. Kalau masih belum membaik, kemungkinan akan diberi balsam untuk kuping.

Kembali ke Nadin, setelah membaca surat rujukan dari dokter anak, si dokter HNO menanyakan apakah saya merasa kalau pendengaran Nadin memang kurang? jawabnya tentu saja TIDAK. Apakah dia tidurnya ngorok? jawabnya pun tidak. Kemudian dia memeriksa telinga, hidung dan tenggorokannya. Dan dia mulai menemukan sesuatu. Sebelum saya berbicara lebih panjang, lebih baik Nadin menjalani tes dulu, katanya. Tes kali ini berbeda dengan tes pendengaran di dokter anak. Bukan lagi tes dengar atau tidak, namun tes ukur. Alatnya seperti earphone yang dimasukkan ke kuping Nadin, kemudian alatnya mengukur sendiri persis seperti alat pengukur tekanan darah.

Setelah selesai, kamipun kembali ke ruangan dokter untuk mendengarkan penjelasan permasalahannya. Dokter memperlihatkan sebuah grafik dari hasil tes Nadin. Katanya grafik ini menunjukkan getaran gendang telinga. Dari titik nol dia naik terus, yang menandakan kupingnya baik-baik saja. Sampai di titik tertentu tiba-tiba menurun, ini menunjukkan ada yang tidak beres, karena seharusnya grafiknya masih naik. Ternyata di belakang gendang telinga Nadin terdapat cairan. Dan udara yang seharusnya terdapat di rongga bagian dalam kini tidak ada. Dokternya juga menunjukkan kepada saya, bagaimana gambar gendang telinga yang normal dan gendang telinga yang dimiliki Nadin saat ini. Katanya kondisi seperti ini banyak dialami anak-anak seusia Nadin sebenarnya. Cairannya bisa dikeluarkan dengan sedikit terapi. Tapi kalau dalam waktu 6 minggu si cairan masih betah di dalam sana, berarti mau gak mau cairannya harus dikeluarkan. 

ntuk sementara ini Nadin mendapatkan tablet sebanyak 60 biji, yang harus diminum sehari tiga kali. Plus terapi meniup balon menggunakan hidung. Kami diberi alatnya dan balonnya. Si alat disimpan di salah satu lubang hidung, lubang yang lain ditutup dengan tangan, lalu tiuuuupppp.. Alhamdulillah terapinya membuat si anak senang. Nadin malah menunggu2 saat dia harus meniup balon dan minum obat. Obatnya sendiri, saya kebingungan bagaimana cara memberikannya sebebnarnya. Terus terang, sejak lahir, baru kali inilah saya mendapat obat tablet untuk Nadin selain vitamin D. Akhirnya saya coba hancurkan obatnya di sendok dengan air. Tapi lama sekali, akhirnya saya kasih gitu aja. Saya beritahu bahwa ini obat, tapi rasanya enak kok kayak bonbon.. (padahal dalam hati ketar-ketir, takut ternyata rasanya pahit). Dengan pedenya dia langsung emut.. terus gak ada komentar. Saya tanya "enak?". "Ehem... enak.. kayak vitamin" katanya. Plooooong deh rasanya.

Minta doa dari semuanya, semoga si cairan gak betah lama-lama tinggal di sana, cepat keluar, biar gak usah tindakan lebih lanjut lagi.. ;)


*gambar 1 diambil dari sini
*gambar 2 diambil dari sini


Tuesday, April 6, 2010

Horrreeee.. bebas popok!!!

Dulu, saya beranggapan bahwa akan ada saatnya anak bisa ke toilet sendiri. Makanya waktu anak pertama, saya malah terlalu anteng membiarkan si anak asyik dengan popoknya. Sampai ketika anak-anak seusianya sudah bebas diapers, saat itu barulah saya sadar bahwa anak saya sebenarnya sudah cukup umur (bahkan mungkin lebih :D) untuk lepas dari popoknya. Makanya waktu itu saya langsung lepas popoknya Nadin, dan dilatih ke toilet sendiri dengan cara barbar. Alhamdulillah, meski penuh perjuangan ekstra mencuci dan (terkadang) mengepel, dalam waktu 9 hari pelatihannya berhasil tuntas. Dari pengalaman pertama ini, saya simpulkan bahwa ada saatnya si anak SIAP (bukan bisa) pergi ke toilet sendiri dengan bantuan dan dukungan orang tuanya.

Untuk anak kedua, harusnya saya lebih berpengalaman, dan saya sudah bertekad untuk melepaskan popoknya dalam usia yang lebih muda dari Nadin. Setelah baca-baca, katanya mulai usia dua tahun anak mulai siap disapih dari popoknya, tapi setiap anak itu unik, jadi tiap anak bisa beda juga usia siapnya. Untuk pelatihan ini, saya butuh waktu, dimana saya tinggal di rumah secara terus menerus untuk beberapa hari secara berturutan. Dan itu SUSAH.. sekalipun liburan sekolah, selalu ada acara di luar rumah (doh, si ibu pengacara pisan). Alhasil, biasanya saya selalu ingat akan toilet training ini di hari-hari akhir liburan, yang mana, toilet training yang sudah diniatkan selalu batal dilaksanakan. Setelah hamil tua, saya pun menyerah, rasanya tak sanggup harus angkat junjung si kakak plus ekstra nyuci tentu saja, sambil ngegembol si dedek di perut. Akhirnya saya putuskan, toilet training diundur sampai si adik lahir nanti.

Setelah lahiran, apakah yang terjadi? kondisi malah lebih repot ternyata, agak-agak sedikit kurang stabil, karena semua anggota keluarga harus menyesuaikan diri lagi dengan kehadiran anggota baru. Dan akhirnya saya pun tersadar kalau usia Maryam sudah sama dengan usia Nadin ketika lepas dari popoknya. Akhirnya bulan Januari lalu, saya lepaslah itu popok. Dan seperti biasa, di hari pertama lepas popok, kantung kemih bak botol minum yang kehilangan tutupnya. Bocoooorrrrr melulu. Berbeda dengan anak lain, masalah yang dihadapi Maryam justru siang hari. Kalau malam, dia nggak ngompol lagi. Tapi kalau siang, cucian langsung menumpuk dengan cepat*. Di hari ke-2 atau ke-3, saya harus pergi ke dokter. Saya kenakan lagi pampersnya karena khawatir bocor di tempat dokter. Setelah kembali ke rumah, dia tidak mau melepas popoknya. Dia bilang dia lebih suka popok hijau (pampers) daripada popok putih (kain)**. Ya sudah, akhirnya waktu itu saya mengalah. Anggaplah dia memang belum siap. Lagipula, saatnya dia masuk Kindergarten masih lama, masih bulan September, jadi bisa pas liburan musim panas nanti saya coba lagi.

Namun pertengahan Maret yang lalu, saya tiba-tiba mendapat panggilan dari Kindergarten untuk Maryam. Dia sudah bisa masuk mulai 1 April katanya. Bahagia tentu saja, karena selama ini dia memang sudah sangat ingin ikut kakaknya main di sana. Saya pun sibuk dengan segala persiapan. Mulai dari urusan administrasi sampai belanja segala keperluannya. Dan teringatlah saya kalau ada satu masalah yang dia belum siap. Popoknya masih setia terpasang di badannya. *Wadduh* Dan Kindergarten ini termasuk Kindergarten yang tidak membolehkan anak-anaknya mengenakan popok. Gurunya bilang, kalau sampai hari-H Maryam masih belum bisa pipis, terpaksa dia harus melepaskan popoknya di sini, dengan resiko saya membawa banyak cucian setiap harinya. Tapi biasanya seminggu mereka sudah bisa ke toilet sendiri, katanya. Hm.. berarti caranya sama persis dengan metode yang saya terapkan ke Nadin dulu. Akhirnya saya tambah semangat untuk menerapkan metode yang sama.

Kebetulan dua minggu terakhir ini liburan sekolah, dan kebetulan lagi rencana liburan kami sedikit diundur karena si Akang sedang banyak kerjaan. Jadi bisa dipastikan kami akan banyak menghabiskan waktu di rumah selama liburan. Saya langsung terangkan pada Maryam, bahwa dia HARUS melepaskan popoknya, kalau dia MAU ke Kindergarten. Akhirnya diapun setuju. Hari pertama libur, langsung saya lepas popoknya. Dan seperti biasa, remnya blong lagi (kembali ke awal ternyata, tidak melanjutkan yang dulu, hehehe..).

Dalam 3 hari pertama cucian lumayan menumpuk. Ternyata anak ini rada cuek, meski celana basah.. dia masih tetep asyik main. Kalau saya ajak ke kamar mandi, dia selalu tidak mau, bilangnya tidak mau pipis.. eh, beberapa menit kemudian basah. Atau, ada saatnya dia bilang mau pipis.. setelah sampai di kamar mandi, lamaaaaa sekali gak keluar-keluar.. sampai terkantuk-kantuk saya dibuatnya.. :D Ternyata dia hanya mau main-main, dia senang memasang dudukan toiletnya sendiri, dia senang mencet2 pembersih toilet lengkap dengan suara "wuzz"nya :D. Ah ya, saya biarkan aja semaunya, asalkan dia tidak takut pergi ke kamar mandi.

Hari keempat, dia mulai luluh, mulai mau ikut ke kamar mandi saat saya ajak. Kemajuan besar.. :D Dan bersyukur di hari itu saya tidak mendapatkan cucian basah. Hari berikutnya pun demikian.. hampir setiap 2 jam saya ajak dia ke kamar mandi. Kadang pipis.. kadang tidak..

Akhirnya di hari ketujuh, kebetulan saya terlalu sibuk di pagi hari, sampai lupa pada toilet training yang jadi rutinitas seminggu terakhir itu. Maryam tiba-tiba teriak, "Mama.. Maryam teh mau pipis.. Mama kok gak bawa Maryam ke kamar mandi sih??! ntar keburu ngompol nih.. ". Heh??!! kaget campur bahagia.. akhirnya dia bisa merasakan juga. Dan berita gembiranya, seharian itu dia bisa bilang pipis setiap kali dia mau pipis (beneran). Besoknya juga.. dan besoknya juga... Dan alhamdulillah sampai hari ini dia bisa bilang terus. Dua hari kemarin kami jalan-jalan seharian keluar rumah. Alhamdulillah dua-duanya juga selamat, tanpa celana basah. Mudah-mudah ini pertanda dia memang sudah lulus. Ternyata, anaknya sendiri butuh motivasi untuk mau dan bisa melepas popoknya. Kini, dia siap menjadi anak Kindergarten.. ;)

__________________________________________________________________

*celana basah karena pipis menjadi bau pesing kalau dibiarkan terlalu lama. Bahkan kalau langsung dicuci pun, bau pesingnya susah hilang. Maka saya menggunakan teori ibu mertua, dengan menyediakan satu ember berisi air sabun untuk merendam cucian yang bau pesing. Setelah terkumpul, masukkan ke mesin cuci, giling. Selesai. :D

**Saat si anak tidak lagi mengenakan pampers, sebagai penggantinya saya menggunakan kain yang dapat menyerap air (saya menggunakan Spücktuch/kain tetra kurleb sebesar sapu tangan, dilipat-lipat) untuk menyerap air ketika dia pipis, agar air kencingnya tidak berceceran kemana-mana. Alhamdulillah.. gk perlu ekstra ngepel.
__________________________________________________________________

gambar diambil dari sini.

Saturday, April 3, 2010

Nadin: U9

U9 merupakan pemeriksaan atau kontrol perkembangan anak yang ke-9 (lebih tepatnya sih yang ke-10, karena sekarang ada yang baru, U7A untuk anak usia 3 tahun). Seharusnya pemeriksaan ini dilakukan bulan lalu. Tapi gara-gara saya dengan pede-nya datang pukul 10, padahal jadwal seharusnya pukul 9.30, maka jadwal tersebut digeser sebulan kemudian.  Kenapa? karena ternyata pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama (kurleb 1 jam), jadi keterlambatan saya dapat mengakibatkan berubahnya jadwal pasien yang lain. *Duh, masih beruntung saya gak kena denda karena ini*

Entah kenapa, tes yang diberikan kepada Nadin (rasanya) selalu lebih mudah dibandingkan cerita dari ibu-ibu yang lain, terutama dari segi bahasa. Apa karena Nadin mah kedua orang tuanya sama-sama orang asing? Ah, tapi gak bisa dibandingkan juga sih, karena dokternya pun berbeda.. :D Kalau dilihat-lihat, pemeriksaan kali ini cenderung memeriksa panca indera si anak. Mungkin untuk persiapan masuk sekolah, jadi kalau masih ada yang kurang, masih bisa diterapi dalam setahun ke depan.

Seperti biasa, pemeriksaan pertama mengukur berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Hasilnya juga seperti biasa, termasuk kecil dibandingkan grafik punya si dokter, dan mendapat catatan Asiatischer Herkunft (berasal dari Asia). *lol*

Tes kedua, Nadin diminta menyebutkan nama-nama benda yang (ternyata) mengandung huruf-huruf yang (kadang) salah diucapkan, seperti sch, r, s, ss, dll. Hasilnya cukup mengejutkan bagi saya, lulus! Mengejutkan.. karena di rumah dia tidak pernah berbicara bahasa Jerman (karena diharuskan bicara bahasa ibu), jadi selama ini saya jarang sekali mendengar dia berbicara bahasa Jerman. Tapi melihat hasilnya, berarti dia belajar bahasa dengan baik di Kindergarten.  :D

Tes ketiga, Nadin diminta menyortir benda berdasarkan bentuk. Tes ini juga termasuk tes yang sangat mudah untuk Nadin. Dia malah menambahkan sendiri, selain bentuk, dia juga menyortir benda berdasarkan warna. :D

Tes keempat, Nadin diminta menyebutkan nama-nama benda yang terdapat pada plat 3 dimensi. Hasilnya benar semua. Kemudian Nadin diminta menyebutkan nama-nama gambar dengan sebelah mata pada jarak tertentu. Dari atas ke bawah ukuran gambarnya makin mengecil. Gambar atas dengan mudah bisa dia lihat, makin ke bawah makin lama mikirnya. Dan baris paling bawah, dia tidak bisa menyebutkan nama gambarnya. Ketika ditanya, apakah dia tidak tahu atau tidak kelihatan? jawabnya tidak kelihatan. Dari sini kami dirujuk untuk kontrol lebih lanjut ke dokter mata. :(

Tes kelima, Nadin diminta menggambar. Pertama mengikuti bentuk yang sudah ada di situ, lingkaran, cakra, segitiga dan persegi. Kedua dia diminta menggambar orang (bagian-bagian tubuh dari yang paling atas sampai bawah harus lengkap). Untuk anak yang hobi menggambar ini merupakan pekerjaan yang sangat mudah untuknya. :)

Tes keenam, tes pendengaran. Nadin diberi Kopfhörer alias headphone yang besarnya gak kira-kira *lol* Dia diperdengarkan bunyi-bunyi yang akan keluar dari salah satu kuping, tugasnya dia harus menunjuk dari kuping sebelah mana suara itu keluar. Tes ini juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk Nadin, untuk memutuskan dari kuping mana sang suara keluar. Beberapa jawaban benar, namun beberapa yang lain dia tidak bisa memberi keputusan. Sepertinya dia rada-rada kebingungan.. bukan bermasalah.. (ibunya sih berharap begitu), namun dokter tetap merujuk dia ke dokter HNO a.k.a THT untuk pemeriksaan lanjutan.

Setelahnya, Nadin diminta berjalan di atas tali. Bukan seperti di sirkus lho! :D Talinya sendiri diletakkan di atas lantai, jadi sebenarnya dia diminta untuk berjalan mengikuti garis lurus. Kemudian loncat dengan dua kaki dan satu kaki, mengikuti garis lurus tadi. Berikutnya loncat zig-zag. Kemudian dia diminta jalan di tempat.. makin lama makin bertambah kencang.. yang akhirnya mereka jadi lari di tempat. Selanjutnya tangan direntangkan, mata ditutup, tunjuk hidung dengan tangan kanan, lalu dengan tangan kiri. Ganti posisi lagi, sekarang tangan di depan, mata masih merem, tunjuk hidung dengan tangan kanan dan tangan kiri. Selanjutnya dia diminta mengikuti gerakan tangan si dokter.

Secara keseluruhan hasilnya baik. Kondisi mata dan kuping juga sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Tapi untuk jaga-jaga sebaiknya diperiksakan ke dokter yang bersangkutan, katanya. Untuk dokter THT janji sudah dibuat sore ini, tapi untuk dokter mata masih belum euy.. Mudah-mudahan hari ini bisa sekalian bikin janji sama si dokter mata. :D

Dan pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan paling melelahkan buat saya, soalnya harus menjaga Maryam supaya tidak ribut dan mengganggu jalannya pemeriksaan, juga harus memegangi Ligar yang mulai gk bisa diem, pengennya dilepas, tapi da belum bisa dilepas di lantai gitu aja. Begitupun di kasur, harus tetap dijaga karena sukanya guling-guling. Duh, kayaknya butuh bantuan si akang untuk pemeriksaan berikutnya.. :D