Tuesday, March 31, 2009

Baby Utun: catatan 6 --> Diabetes selama Kehamilan

Kontrol terakhir kemarin masih seperti biasa, tes urin, tes darah (diambil darah yang banyak lagi.. ooohh... benci sekali yg ini), tekanan darah dan berat badan. Susternya baru, jadi meni lamaaaa banget kerjanya.. Tapi dia baik banget sih.. dan dia ternyata tau musibah yang sedang melanda Jakarta (Situ Gintung tea..), ternyata beritanya sampai juga di sini. Semua kondisi baik-baik saja sebenarnya. Dari hasil USG, kepala bayi sudah di bawah katanya, meski dalam usia segini sih saya yakin dia masih muter-muter. Plasenta dan kondisi rahim juga oke, jantung bayi normal, air ketuban cukup, pokoknya semuanya baik-baik saja, Alhamdulillah.

Hanya satu yang cukup membuat kaget. Kenaikan berat badan yang cukup drastis, 4 kg dalam 4 minggu!! Sementara usia kehamilan belum masuk trimester ketiga. Kalau dilihat dari sejarah kehamilan sebelumnya, saya tidak pernah naik berat badan sebesar ini, kecuali pada masa-masa akhir. Yah, kehamilan kali ini memang sedikit berbeda dibanding sebelum-sebelumnya. Saya sering sekali merasa lapar. Dalam sehari saya bisa minimal 3 kali makan nasi, bahkan kadang-kadang sampai 4 kali. Dan diantara makan nasi itu, ada makanan perantara, biasanya roti, mie, atau buah-buahan. Belum lagi cemilan-cemilan ringan lainnya, kayak kerupuk, keripik, kacang, dsb.. Tapi masa sih bisa menaikkan berat badan secepat itu?? (masih belum nyadar juga :D)

Selama hamil, baik kesatu, kedua ataupun ketiga, saya tidak pernah memantang makanan apapun, kecuali rokok dan alkohol. (Halah.. emang yang dua itu mah gak pernah dikonsumsi meski gak hamil). Dan buruknya, saya juga tidak pernah peduli dengan asupan gula yang masuk ke dalam tubuh saya (berhubung saya selalu merasa kurus, meski pada dasarnya sih, saya tidak terlalu menyukai makanan yang TERLALU manis). Sampai-sampai saya lupa, kalau sebenarnya saya ada turunan diabetes dari bapak. Bapak saya sendiri bukanlah penderita diabetes, beliau hanya sebagai gen pembawa dari nenek saya. Nah, dikarenakan hal inilah, ditambah dengan keanehan yang tidak pernah terjadi dalam kehamilan sebelumnya (kenaikan berat badan tea), maka saya disarankan dokter untuk mengambil tes diabetes hari Jumat nanti. Duh, mudah-mudahan saja gendutnya saya ini memang karena nafsu makan yang tidak terkendali..

Berikut ada beberapa catatan mengenai Diabetes Kehamilan (Diabetes Mellitus Gestasional) yang saya ambil dari beberapa sumber:

Resiko ibu hamil terkena diabetes sebesar 3 - 5%.
Beberapa orang yang beresiko tinggi terkena diabetes:
1. Ada keturunan diabetes dalam keluarga
2. usia di atas 30 tahun
3. kenaikan berat badan yang tinggi
Dari ketiga golongan tersebut ditemukan sekitar 75% menderita diabetes destasional.

Resiko untuk anak yang akan lahir:
1. Lahir dalam keadaan cacat
2. Berat anak terlalu besar dengan resiko kematian tinggi selama kehamilan, ketika lahir dan setelah lahir.
3. Proses kelahiran yang sulit
4. Kelebihan berat badan sejak kecil, ketika usia sekolah dan seringnya terkena Diabetes mellitus.

*diterusin ntar deh.. dah dateng malesnya.. :D*



Thursday, March 26, 2009

Baby Utun: Praenatal Diagnostik

Praenatal Diagnostik merupakan pemeriksaan menyeluruh terhadap bayi sebelum lahir. Dalam pemeriksaan ini, kondisi bayi serta kelainan yang diidap oleh bayi bisa terdeteksi sejak dini. Alat yang digunakan Ultrasound 3D dan 4D. Nah, lo... dari dulu saya teh bingung, kok bisa sih 4 dimensi?? denger2 karena ada satu dimensi tambahan, dimensi suara, entah suara apa. Tapi di USG 2 dimensi juga, ada suara yang bisa kedengeran, suara detak jantung bayi. Setelah baca-baca.. ternyata, USG 4D itu dikenal juga sebagai USG 3D-Live. Dan memang selama kurang lebih setengah jam pemeriksaan.. saya seperti menonton film dari bayi di dalam perut saya. Tendangannya... isapan jempolnya... mulutnya yang komat-kamit.. gaya-gaya uletnya.. yang tanpa terasa, membuat air mata menetes perlahan-lahan.. terkesima dengan ciptaan-Nya di dalam perut ini.

Pemeriksaan ini dilakukan bukan di dokter kandungan saya yang biasa, tapi saya di rujuk ke dokter kandungan lain yang biasa melakukan pemeriksaan ini. Daaan.. ditanggung asuransi lho! Pernah ada teman yang ternyata asuransinya tidak mau membayarkan pemeriksaan ini, dan dia harus membayar sekitar 500 Euro. Makanya, ketika dokter saya bilang ditanggung asuransi, tanpa pikir panjang, saya langsung membuat janji dengan dokter yang satu ini.

Pemeriksaan ini dilakukan ketika kandungan berusia 20-22 minggu, berlangsung sekitar 1 sampai 2 jam. Karena itu, dianjurkan tidak membawa anak kecil. Dikhawatirkan mereka akan bosan dan rewel. Karena itulah, pas hamil Nadin, si Akang masih bisa ikutan nonton, tapi hamil Maryam dan yang ini, si Akang mesti jagain anak-anak di rumah.. :D Dan saya pun menikmati kebesaran Allah ini sendiri saja.. bertiga dink.. sama dokter dan asistennya.

Sebelum dilakukan pemeriksaan, saya harus membaca dulu surat yang berisi sekilas tentang pemeriksaan ini, meliputi apa saja. Dan di bagian paling bawah saya harus menandatangani pernyataan, bahwa secanggih-canggihnya alat yang digunakan untuk pemeriksaan tersebut, bukanlah jaminan bahwa si bayi akan lahir sama persis seperti hasil yang diperoleh hari itu. Kemudian saya diwawancara. Pertanyaannya banyaaaak banget. Semuanya seputar kelahiran bayi-bayi di keluarga kami, keluarga saya dan keluarga si Akang. Dimulai dari kelahiran kami sendiri, kelahiran anak-anak kami, kelahiran kakak dan adik kami, kelahiran anak-anaknya kakak dan adik kami, kelahiran orang tua kami, kelahiran adik dan kakak dari orang tua kami..halah.. lieur.. Mana saya dan si Akang termasuk keluarga besar.. kebayang donk kami mesti nyebutin satu demi satu.. capeee deh...

Kebetulan, dari kakak saya ada satu anak yang mengidap kelainan jantung. Ternyata hal ini juga dibawa-bawa ke kelahiran anak saya nanti. Dokternya bilang bahwa anak saya memiliki kemungkinan sebesar 4% mengidap kelainan jantung juga. Duh, ya Allah.. semoga saja tidak..

Pemeriksaan USGnya sendiri sangatlah mengasyikan buat saya.. ya itu..berasa nonton film anak sendiri. Baby Utun kerjaannya ngisep jempol terus, kalau nggak, tangannya disimpan di kening. Jadi menghalangi mukanya ketika akan difoto sama si dokter. Dokter berusaha merubah posisi tangan dengan mengetuk2 alat USGnya di perut saya. Duh.. perut rasanya seperti dikocok.. untung saya gak sampai kentut, Dok, hihihi..

Dari hasil hari ini, alhamdulillah kondisinya baik-baik saja. Jari tangan jari kaki semua lengkap. Anggota badan dari mulai kepala sampai ujung kaki juga lengkap. Organ dalam juga lengkap dan baik-baik saja. Ukuran pun normal. Berhubung ada kemungkinan kelainan jantung tadi, saya dianjurkan kembali lagi di usia kehamilan 28 - 30 minggu. Duh, yang ini dibayarin asuransi gak ya??

Oya, 3 kali saya periksa di sini, 3 dokter juga yang menangani saya. Yang pertama, suaminya. yang kedua istrinya. Berikutnya.. anaknya.. (kupikir..). Ternyata namanya beda, jadi kemungkinan besar bukan. Dokternya masih muda banget, mungkin seumuran saya atau si Akang. Jadi tampaknya masih baru. Mungkin dia belum tahu, atau memang baik.. karena kali ini saya diberinya foto yang 3 dimensi, meskipun hitam putih.. biasanya hanya dikasih gambar seperti di atas, kalau mau gambar yang ini (3D) harus bayar lagi.


Dilihat-lihat.. kayaknya Baby Utun 3 kali ini bakal mirip Mamiya nih.. hidungnya.. bibirnya.. dagunya.. mirip semua..  Tapi bapaknya masih gak mau mengakui.. gambarnya gak jelas, masih bisa berubah, katanya.. :D

Baby Utun: catatan 4 5

Kunjungan keempat, 2.2.2009, usia kandungan 16 minggu.
Kali ini kondisi makin membaik. Kista sudah tidak kelihatan lagi, pH kembali normal (4). Tes urin, tes darah (cuma dr jari doank) seperti biasa, berat badan nambah 1 kg. Baby Utun udh mulai bergerak-gerak, meski amat sangat jarang, tidak setiap hari.. dan kalaupun gerak, sehari hanya sekali saja. Anehnya, saya bisa ngerasain dia pertama kali bergerak di minggu ke-12. Tapi kata dokter, kalau sudah anak ketiga, memang ibu bisa lebih sensitif merasakan gerakan anaknya. Jadi tidak ada yg tidak mungkin. :D Dari pemeriksaan USG (kali ini mulai memakai USG biasa, yang di perut), kondisinya baik-baik saja.. anggota-anggota badan sudah lebih jelas kelihatan. Oya, hari ini juga dikasih surat rujukan buat periksa Praenatal Diagnostik.

Kondisi ibu sudah normal kembali. Ukuran perut semakin membesar, gatal-gatal mulai terasa. Makanya sudah mulai diminyakin deh perut. Dulu, pas hamil pertama, saya dikasih sampel minyak hamil sama dokter, belinya di apotek, harganya lumayan.. kalau gak salah 100 apa 200 mL gitu sekitar 12 Euro. Pas hamil Maryam, saya pake Oliven oil aja, alias minyak Zaitun, soalnya.. rasanya bau dan warna hampir sama. Dan ternyata.. dengan minyak zaitun.. gatal2 pun bisa teratasi. Lumayan menghemat, 6 Euro, bisa dapet 1/2 literan. Udah gitu, kalau masih sisa, bisa dipake masak pula.. :D Sekarang juga begitu, pake minyak zaitun aja..

Kunjungan kelima, 2.3.2009, usia kandungan 20 minggu.
Ada beberapa keluhan sebenarnya di pemeriksaan kali ini. Saya rasanya kurang merasakan gerakan bayi. Khawatir dia kenapa-napa. Soalnya udah memasuki minggu ke-20, seharusnya lebih terasa dibanding sebelumnya. Ini malah rasanya sama sekali nggak ada. Rada khawatir, soalnya rasa-rasanya beberapa hari terakhir sebelum saya ke dokter, saya selalu merasa kurang makan. Rasanya perut kok lapar terus. Tapi mata juga ngantuk terus. Nah. kalau lapar dan ngantuk ketemu, yang menang pastilah ngantuk.. :D

Kali ini di lab cuma diperiksa urin dan tekanan darah aja. Dan yang mengejutkan, ternyata berat badan saya malah nambah 2 kg, hahaha.. Padahal khawatir kurang makan gitu lho.. Aneh juga.. perasaan sering banget kelaparan, tapi berat badan malah naiknya dobel. Dokter puas juga sih liat kenaikan berat ini, dia bilang, Anda kan kurus.. jadi naik lebih dari ini juga gak apa-apa..:D

Kekhawatiran saya yang lain juga ditepis oleh dokter. Dengan USG, dia malah melihat Baby Utun gerakannya aktif sekali, sampai-sampai si dokter kewalahan mau ngukur2 dan sebagainya.. Alhamdulillah.. Dan yang paling mengejutkan, kali ini dokter melihat jenis kelamin si Baby.. ini sih laki-laki... Tapi Anda pastikan lagi nanti pada pemeriksaan di dr. Tschuerz yah.. Kali ini dikasih foto tampak depan.. mirip Power Ranger, hihihi..
 
Di akhir pemeriksaan, saya ke lab lagi, soalnya harus ambil darah lagi untuk pemeriksaan Toxoplasma. Sebenarnya sih harusnya ini dilakukan di awal, waktu saya diambil darah sebanyak-banyaknya itu. Tapi waktu itu saya memutuskan untuk tidak melakukan pemeriksaan ini. Soalnya udh pernah dan hasilnya negatif. Udah gitu, saya juga gak pernah makan daging mentah.. bahkan sayur mentah juga jarang.. Meski sebenarnya sih alasan utama, males bayarnya.. :D Tapi, ternyata si dokter benar-benar menyarankan untuk melakukan pemeriksaan ini. Yah.. akhirnya.. masuk lab lagi deeeh..


Baby Utun: catatan 1 2 3

Kunjungan pertama, 21.11.2008, usia kandungan 5 minggu + 2 hari.
Kali ini saya menyadari lebih awal dari sebelum-sebelumnya (usia 12 minggu dan 10 minggu). Setelah memeriksa sendiri di rumah, saya langsung membuat janji dengan dokter, masih dokter yang lama. Soalnya saya sudah cocok dengan beliau, lagipula pemeriksaan Ultraschall (Ultrasound) tidak dikenai biaya tambahan. Pada pemeriksaan pertama ini, tidak ada tes urin/tes darah. Saya langsung berbincang dengan sang Dokter, dan beliau langsung memastikan kehamilan dengan Ultraschall. Hasilnya?? Kondisi rahim memperlihatkan tanda-tanda kehamilan, namun embrio tidak terlihat. Hal ini bisa jadi karena usia kandungan yang terlalu muda. Makanya saya harus balik lagi 2 minggu kemudian. Katanya memang, embrio mulai terlihat ketika kandungan berusia 8 minggu.

Di minggu-minggu ini, saya belum mengalami gejala apapun (mual, muntah, dsb), nafsu makan pun tidak berubah.

Kunjungan kedua, 5.12.2008, usia kandungan 6 minggu + 6 hari.
Kunjungan kali ini mulai seperti kunjungan biasanya. Timbang berat badan, tes urin, tekanan darah, tes darah (darah yang diambil buanyak banget, 2 botol!, kira2 per botolnya 10 mL), terakhir.. tentu saja berbincang-bincang dengan dokter. pH 5,3, lumayan tinggi (normalnya 4), makanya dikasih obat (Gynoflor). Pemeriksaan Ultraschall menunjukkan embrio sudah terlihat, Alhamdulillah, masih seperti bola, bagian2 tubuhnya belum terbentuk. Tapi, ternyata dokter menemukan adanya Kista di bagian kiri. Karena pada pemeriksaan sebelumnya dokter tidak melihat keberadaan Kista ini, maka dipastikan bahwa ini merupakan kista yang timbul karena kehamilan. Nanti juga hilang sendiri, katanya. Karena ukurannya kecil dan saya juga tidak mengeluh sakit karena Kista ini, maka dokter pun tidak terlalu mengkhawatirkan kondisi ini.

Di minggu-minggu ini mulai terasa gejala-gejala aneh dan tidak enak. Satu hal yang patut saya syukuri, dalam ketiga kehamilan saya, saya tidak separah kondisi orang lain. Mual hanya sedikit. Muntah tidak pernah. Pusing dan males sih iya... pengennya tiduraaaan aja... sayangnya gak bisa.. digangguin terus... Mulai susah masak.. ternyata setelah dipikir-pikir hanya beberapa jenis masakan aja yang saya tidak bisa memakannya, seperti bawang bombay, bawang putih, daun bawang, buncis, indomie, sosis. Yang lain2nya, meski masak sendiri masih bisa makan, asal jangan ada unsur tumis2an.. Jadinya masak pake metide cemplang-cemplung. :D Mulai ketagihan sama makanan2 yang biasanya jarang2 saya makan, seperti pete, ikan asin, cabe rawit (jadi hobi makanan serba pedas), tempe.. haduh.. Indonesia sekali sih ini.. lumayan menguras isi dompet.. :D

Kunjungan ketiga, 2.1.2009, usia kandungan 11 minggu + 1 hari.
Kali ini cuma pemeriksaan urin dan tekanan darah aja. Berat badan naik 1 kg dari bulan sebelumnya. Berikutnya pemeriksaan dengan dokter. pH 5,0, masih tergolong tinggi, dokternya heran karena di kehamilan sebelumnya saya tidak mengalami hal ini di awal2 kehamilan. "Anda sakit? stress?" tanyanya.. rasanya sih nggak, Dok.. hanya.. saya lupa melulu pake obatnya, hehehe.. Dari 6 biji yang dokter kasih, saya cuma makan 3. Yah, akhirnya dikasih obat yang sama.. Mudah2an bulan depan kondisinya membaik, katanya.. kalau kondisi masih sama, dikhawatirkan terjadi infeksi. Saat ini sih masih baik-baik saja. Kista masih ada, ukurannya sedikit membesar dari bulan sebelumnya. Tapi karena saya tidak ada keluhan sakit, maka dokter pun tidak khawatir. Gimana kabar Baby Utun?? Ternyata kali ini dia sudah mulai membentuk.. kepalanya sudah kelihatan, begitupun tangan dan kaki. Cepat juga.. :D Dan kali ini saya tidak lupa minta fotonya :D

Gejala2 aneh di awal kehamilan mulai membaik.. mulai kembali normal. Masalah makanan juga mulai bisa ditanggulangi, karena saya sudah tau triknya.. ;)

Friday, March 20, 2009

Baby Utun: buka kartu

Tadinya hal ini akan dirahasiakan, sampai orang-orang di sekitar kami menyadari dengan sendirinya. Bukan karena malu.. toh jelas-jelas bapaknya yang mana.. :D, bukan pula karena merasa biasa karena sudah anak ketiga (kehamilan pertama, kedua dan ketiga buat saya sama luar biasanya). Tapi karena pengen buat 'kejutan' aja ke semua orang, tau-tau udah melahirkan aja.. :D

Ternyata, Allah berkehendak lain. Menginjak usia kandungan sekitar 18 minggu, di saat body masih belum kentara seperti ibu hamil, tiba-tiba saja foto USG baby Utun jatuh di pengajian, dan ditemukan oleh seorang ibu. Yah.. tentu saja, setelah satu orang tahu, berita gembira ini langsung merembet hampir ke semua orang.

Sebenarnya, sebelumnya pun tidak berarti tidak ada yang tahu. Tetangga saya yang paling dekat, pastinya tau, karena saya beritahu. Biasalah.. perempuan.. selalu butuh seseorang yang bisa mengerti kondisinya. Guru ngaji saya juga tahu, karena menebak-nebak, gara-gara melihat Maryam yang tiba-tiba sakit-sakitan selama berminggu-minggu. Dan yang paling mengejutkan, yang tahu adalah seorang teman yang jauuuuuh di sebrang sana. Tiba-tiba saja beliau mengirim pesan yang memberitahukan bahwa dia bermimpi saya melahirkan seorang bayi laki-laki.

Dan setelah itu, banyak yang bertanya-tanya juga.. Gara-gara, secara kebetulan, postingan saya di MP rada2 nyerempet ke sana. Padahal semua itu tidak disengaja. Dari lubuk hati yang paling dalam, mohon maaf kalau saya tidak mengatakan yang sejujurnya waktu itu. Tapi saya juga tidak bohong kan?! saya tidak menjawab 'iya'.. tapi juga tidak menjawab 'tidak'. Moga-moga aja gak ada yang sakit hati. *wink*

Saturday, March 14, 2009

Serasa jadi tahanan kota..

Mulai bulan April nanti, si Akang dan teman-temannya di kantor terkena Kurzarbeit alias pemotongan jam kerja. Tentu saja hal ini berimbas ke pemotongan gaji. Alhamdulillah, kami masih dapat bantuan tunjangan dari Arbeitsamt (sekarang namanya jadi Arbeitsagentur). Meski gaji gak full lagi, tapi dipotongnya juga jadi gak gede-gede amat..

Pemotongan jam kerja ini merupakan solusi lanjutan dari pemecatan karyawan beberapa waktu lalu, dalam rangka menghadapi resesi ekonomi belakangan ini. Tampaknya cukup adil juga sih, selain orang-orang masih punya pekerjaan, negara juga tidak terlalu terbebani untuk mengeluarkan tunjangan pengangguran (Arbeitlosgeld).

Berkurangnya jam kerja ini mengakibatkan bertambahnya jatah libur si Akang. Jadinya dalam 6 bulan ini dia harus mengambil libur 24 hari kerja. Bayangkan, biasanya dalam setahun dia hanya dibolehkan mengambil libur 30 hari kerja saja. Saya langsung berpikiran... LIBURAN!!! keliling Eropa aja.. atau pulang ke Indonesia, hihihi... *kayak yang punya duit aja nih gayanya*. Tapi.. EITSSS... tunggu dulu.. TERNYATA, berhubung kami dapat tunjangan dari Arbeitsagentur tadi, kami ternyata tidak boleh bepergian lebih dr 500 km dari kota tempat kami tinggal. Kenapa??? Ternyata meskipun si Akang di rumah, tapi pada hari-hari kerja, dia dianggap seperti orang bekerja, yang artinya dia harus tinggal dalam jarak tadi. *gubraks deh*

Akhirnya.. yaaa... liburan Oster nanti, kami mungkin hanya akan keliling-keliling Muenchen dsk aja, nganterin anak-anak lari-lari... nganteri si Akang hunting bunga kali... nganterin saya belanja-belanji... dll... dll.. Hm... meski kami jarang pergi kemana-mana, tapi kalau diharuskan begini, serasa jadi tahanan kota nih.. :D

Jadi inget postingan saya tentang orang yang kehilangan pekerjaan di sini, masih inget?? Ternyata.. jangankan orang yang kehilangan pekerjaan dan dapat tunjangan sekitar 60% gaji bersih, si Akang aja yang dapat tunjangan sedikit persen, udah dikasih batasan-batasan tertentu yang bikin kami seperti tahanan di kota sendiri begini. Jadi, jangan pernah berpikir ada orang-orang yang bisa memanfaatkan untuk mendapatkan Arbeitlosgeld tiap bulannya, sedangkan dia sendiri bekerja di negara lain. Menurut saya, ini adalah suatu hal yang TIDAK mungkin.

Thursday, March 5, 2009

Halal-Haram: Die HARIBO Info-Seite

http://www.haribo.de/planet/de/info/frameset_verbraucherinfo.php
Lagi-lagi Haribo..
Selama ini saya memang tidak pernah memandang produk ini, meski dengan sebelah mata.. soalnya tau dari teman-teman kalau produk ini menggunakan Schweinegelatine alias gelatin babi. Ternyata.. beberapa waktu lalu, setelah saya ngubek-ngubek dengan asyiknya muslimmarkt.de, saya baru tahu kalau Haribo memiliki produk-produk untuk Vegetarian dan Muslim... tentu saja produk ini yang diproduksi di Jerman.

Mulai hari itu, setiap kali melewati rak haribo, saya mulai berhenti di situ, melihat-lihat produknya... dan ingin mencoba membeli.. hehehe.. (katanya gak tertarik?!). Sayangnya, saya selalu lupa membawa list yang sudah saya posting sendiri di MP saya ini, hahaha... Akhirnya gak pernah jadi membeli..

Dan pagi ini, dengan penuh penasaran saya mengunjungi website HARIBO langsung. Kenapa? Karena setelah saya mengunjungi toko halal, ternyata mereka menjual haribo halal yang tidak ada di list kemarin.. dan ini juga bukan produk dr Turki. Dan ternyata, di website mereka tertera lebih banyak produk dibandingkan list yang kemaren.. Sayangnya yang Goldbaeren tidak termasuk, hiks... yang di toko halal itu ternyata Goldbaeren yang dari Turki. Oya, di website itu juga dijelasin, bahwa produk-produk mereka untuk negara-negara muslim, bebas dari gelatin babi.. gelatin sapi???? gak tau... :D

Berikut daftar Haribo (terbaru) yang boleh dikonsumsi muslim dan Vegetarian:
Vegetarier Stueckartikel:
Bonner Gold
Crazy Schnuller
Happy-Cola-XXL
Extra-Saure-Saurier
Halbmonde
Kirsch Cola
Kiss Cola
Mundöffner
Pasta Frutta
Riesen Erdbeeren
Lakritz Schnecken
Salino
Salmiakstangen
Salz Gurken
Saure Gurken
Schlümpfe
Schwarzgeld
Seesterne
Super Schlumpf
Veilchen-Pastillen
Viola

Vegetarier Beutelartikel:
Bärenpranken
Crazy Schnuller
Goliath-Lakritzstangen
Jelly Beans
Katinchen
Kinder-Gaudi
Pasta Frutta
Lakritz Schnecken
Piratos
Salino
Sour Snup

Tuesday, March 3, 2009

Bahasa Indonesia.

Ada artikel menarik nih. Penulis adalah salah satu motivator saya untuk mengajarkan bahasa ibu yang baik dan benar kepada anak-anak saya. Beruntunglah aku mengenalmu dari dekat, Mbak.. ;)


PS: artikel pernah di terbitkan di Jakarta Post. Saya copy-paste di sini atas seizin penulis.
*****************************

Is our language an endangered species?

Santi Dharmaputra ,  Munich, Germany   |  Tue, 10/28/2008 10:24 AM  |  Opinion

I speak to my children in the Indonesian language, while my husband, a French, speaks with them only in French. Our family has been living in three different countries, socializing with Indonesian and French communities alike.

Encountering these two groups in Indonesia, France and other countries of residence, I have noticed different reactions between the French and the Indonesians when hearing us and our children converse in our native languages.

The French, whether they are relatives or friends, treat our children's ability to speak French as natural. They consider it very normal for French children to speak French, even though they have an Indonesian mom and have never lived in France.

In contrast, whenever we mingle with the Indonesian community, abroad or in Indonesia, they are surprised to hear my children and I interact in Indonesian. Listening to my eldest son speak the language causes them to react as if he was speaking an unnatural tongue. It turns out that, for different reasons, many Indonesian parents I meet overseas raise their children in foreign languages.

One group claims it is difficult for themselves to speak it within a foreign environment. Yet another group will say they lost the ability to speak it because they have stayed abroad so long. The latter consists of those who deem it very normal to raise their children in the language environment they live in. For these reasons, the result is the same. The children do not speak their language.

It is puzzling to see many Indonesians abroad and/or married to foreigners consider it tough to raise children in their own tongue, as our country is actually multilingual. Plenty of us are brought up in at least one vernacular language at home along with the Indonesian language at school with good proficiency in each.

However, once living outside the country, many Indonesians seem to become oblivious to this phenomenon. Raising children in more than one language becomes a big issue, and therefore they reject the mother tongue for other languages. It is also strange to hear them use their declining fluency in their mother tongue as a reason to not speak it to their children.

A great number of Indonesians I meet began to live abroad during their university years or after their marriage. That means they have spent at least 18 years of their lives, if not more, in Indonesia. This means they should still be able to speak it with their own children.

It is conceivable, though, that it does take some effort to continue speaking Indonesian in another language environment. Yet if the French, the Chinese or the Turks manage to pass their native languages onto the next generation, why are we not able to do so?

All of this matters because language contains one's identity. Even if someone is brought up overseas or has a foreign father or mother, he/she is still Indonesian by blood. Research shows that immigrant college students, who possess sufficient knowledge of their parents' languages, feel more comfortable about their self-identity. They belong to two or more cultures, and to speak the language is one way to develop a sense of ownership of each.

Since the mother tongue is so important, why would many Indonesians choose to raise their children in foreign languages? In one of his essays, Ajip Rosidi notes that, "The inferior feeling for the Indonesian language and the assumption that being able to chatter in a foreign language will raise admiration among the listeners, are shown daily on TV ..., particularly by the anchors and journalists. It seems that if the speaker does not insert English sentences or words ..., the speaker is worried that (people) will assume he/she is not intelligent ...."

Although acquiring a foreign language is a necessity, our language should not become an orphan in its own country. If our people think of their language as described by Ajip Rosidi, once they live abroad or have a foreign spouse they will always have a good reason to raise their children in other languages. Moreover, my fellow citizens often see their own language as "simple" and "unimportant on the language map", which are illusions.

The global position of a language connects to the nation's politics and socio-economics. Being spoken by fewer people than, for instance, Mandarin, does not make our language insignificant. It is, after all, the language that unifies our country. For some of us it is also the language of love since our parents used it when raising us.

Furthermore, having different grammar from English or Japanese does not categorize our language as simple. In reality it is complicated, as one should acquire both the colloquial and the high varieties to function in every situation.

I believe that our people's reluctance to bring up their offspring in Indonesian is because of our chronic feeling of inferiority, intermingled with a misconception of our own language. Our appreciation for our language within the country is already low, and once living abroad or married to foreigners, we then have every reason to stop passing this mother tongue onto our children. The question is, with this attitude and mentality, how long will our people continue to use the Indonesian language?

The writer raises two quadralingual children and currently resides in Germany. Her research is on multilingualism, multiculturalism and cross-culture-kids. She blogs at http://trilingual.livejournal.com.

Sunday, March 1, 2009

1 Maret 2009

So, apa yang penting-penting di hari ini??

1. Hari ini tepat dua tahun kami tinggal di rumah ini. Artinya?? kontrak minimal yang harus kami jalankan di rumah ini sudah selesai. Kini kami sudah boleh pindah ke rumah lain, kalau mau, dengan catatan melapor ke yang punya rumah 3 bulan sebelumnya. Tapi untuk sementara ini sih.. malesss banget pindah rumah.. :D

2. Nah, 2 tahun yang lalu.. saya mendapat serangan.. serangan kontraksi yang tiba-tiba datangnya.. dan cepat pula hilangnya.. sampai si anak lucu ini lahir.. Hari ini adalah hari besar buatnya.. bukan karena akan tiup lilin.. atau makan kue enak.. apalagi hadiah yang heboh. Tapi hari ini.. dia harus mulai melepas sesuatu dari hidupnya.. sebagai tanda dia sudah menjadi seorang anak kecil yang sempurna.. Sempurna apanya?? sempurna penyusuannya.. :D

"Maryam.. hari ini Maryam udh 2 tahun.. udh gak nenen lagi ya.."
"Nenen utun ya?!" maksudnya mah Nenennya buat Utun ya?!
"iya.."
Maryam senyum...
Kalau siang gini, memang dia sudah mengerti sejak dua minggu lalu. Tapi kalau malam.. dia masih butuh obat gelisah untuk menemaninya tidur. Yah.. kita liat aja lagi ntar malam.. :D Saya sendiri kok gak tega ya buat menyapih anak ini.. hehhe..

3. Hari ini untuk pertama kalinya saya menemukan belatung dalam beras.. huaaaa.... gatel... Baru kemaren temen cerita kalau dia beli beras yang ada belatungnya.. Makanya saya periksa bener2 sebelum dimasak.. ternyata nemu juga meski sedikit.. Iiih.. siap2 dibalikin besok ah..

Hari ini cerah banget.. sama kayak kemaren.. jalan-jalan kemana ya?? Kayaknya Fasching minggu lalu berhasil nih.. hahaha.. kok jadi percaya begituan sih??!

Terperangkap dalam U-Bahn

Ket: U-Bahn = kereta bawah tanah

Di cuaca yang sangat hangat kemarin, kami benar-benar memanfaatkan hari itu untuk bermain di luar. Kebetulan si Akang mau ke rumahnya Mas Agung di Olympiazentrum, langsung aja saya pingin ikut.. Selain bisa ketemu Elyta, yang baru lulus dan masih hamil besar (fyi, anak-anak suka banget lihat wanita hamil.. :D), kami juga bisa bermain di taman belakang rumah mereka (Spielplatz maksudnya mah..). Dan sepulangnya dari sana, kami bisa langsung menyantap bakwan malang di Stammtischnya Swadaya, hehehe... Hari yang indah...

Setelah puas bermain-main, kami pun pulang. Naik U-Bahn yang jam 3 menuju kota. Perjalanan boleh dibilang lancar, bahkan sama sekali tidak terasa.. karena saya menghabiskan waktu sambil ngobrol di U-Bahn. Tiba-tiba kami baru sadar kalau U-Bahn berhenti di tengah-tengah. Iya, di lorong jalannya U-Bahn yang gelap gulita.. bukan di stasiun. Entah sudah berapa lama kami di situ. Saya pun mulai mengingat-ingat stasiun terakhir yang telah kami singgahi tadi. Kalau tidak salah sih Odeonplatz.. berarti berikutnya adalah Marienplatz, stasiun dimana kami harus turun.

Tiba-tiba terdengar pengumuman dari masinisnya, bahwa kereta bagian depan rusak, sehingga kereta tidak bisa bergerak. "Oooo.." terdengar keluhan panjang dari para penumpang.. termasuk saya.. :D Kebetulan saat itu kereta memang penuh... untungnya tidak sepenuh seperti jam-jam sibuk, dimana U-Bahn biasanya berdesak-desakan kayak bis kota di Bandung. Tidak sampai ada penumpang berdiri, tapi semua kursi terduduki. Jadinya kami masih bisa bernapas lega.

Menit demi menit berlalu, masinis terus mengumumkan bahwa kereta masih belum bisa jalan, dan berterima kasih untuk kesabaran kami. Penumpang mulai gelisah.. mungkin ada yang punya janji.. mungkin ada yang sudah tidak sabar... mungkin ada yang takut dan khawatir kami akan ada di sana seharian.. Untungnya anak-anak tidur, jadi mereka tidak bosan dengan kondisi yang ada. Saya dan si Akang sendiri mulai berpikir, kalau-kalau ternyata kami harus keluar dari situ.. hm.. berarti Kinderwagen mesti ditinggalin nih.. Akang mangku Nadin, aku mangku Maryam ya... pikirku.

Kemudian terdengar lagi masinis mengumumkan bahwa mesin kereta paling depan benar-benar rusak dan tidak bisa jalan lagi, dan kami semua harus turun di stasiun berikutnya, di Marienplatz, tak lupa dia meminta maaf dan berterima kasih. Tapi kami sedikit lega sih mendengarnya, setidaknya ada harapan kami bisa keluar di tempat yang aman. Ternyata mengumumkan hal ini saja entah sampai berapa kali, sampai kami bosen dengernya... tapi kereta tak kunjung maju. Tiba-tiba.. krekkk.. kereta mundur.. berhenti lagi.. Terdengar suara-suara napas tertahan. Dan ternyata kami masih harus menunggu. Masinis mengumumkan lagi, kalau ternyata si kereta masih belum bisa bergerak.. *wadduh*

Kami menunggu... menunggu... dan menunggu...
Kereta mulai bergerak maju.. perlahan-lahan sekali... Penumpang pada beryel-yel ria, "schieben! schieben! schieben!". Dan... ya.. ya... akhirnya kami melihat dunia terang kembali.. kini terdengar desah napas lega dari semua penumpang.. dan kami pun keluar dengan perasaan gembira luar biasa....

Ternyata, perjalanan yang seharusnya kami tempuh 12 menit saja, kemarin menjadi sekitar 40 menit. Cuma setengah jam aja kami terperangkap di dalam sana.. tapi rasanya luammmaaaaa sekaliiiii... Ada yang terperangkap juga di sana kemarin??? :D Akhirnya rencana berubah, karena kami udah kecapean, kami langsung pulang ke rumah... lupa kalau kami sudah berencana makan bakwan malang.. hiiiikkkkssss...