Thursday, April 30, 2009

Baby Utun: Catatan 7 --> Placenta-Previa

Tanpa terasa kehamilan kali ini sudah memasuki trimester terakhir. Kali ini pemeriksaan mulai lengkap, dari mulai timbang badan, urin, darah, sampai CTG (cardiotocography). Bahkan USG yang digunakan sekarang dua-duanya.

Berat badan bulan ini bertambah 3,5 kg, masih kelihatan belum hilang 'maruk'nya. Nafsu makan memang masih membabi-buta, apalagi kalau lagi di rumah orang.. hehehe.. Untungnya si makanan lari ke tubuh ibunya, bisa dilihat dari ukuran kaki, tangan dan pipi yang semakin membesar. Sedangkan ukuran bayi masih dalam batas normal, hanya 1016 g. Ibu dokter sampai berkomentar begini kali ini, "Sie müssen doch genug essen, aber nicht zu viel" (Anda memang harus cukup makan, tapi tidak terlalu banyak ya..). Ah.. perasaan selama ini juga saya makan kalau saya lapar aja, Dok.. hehehe.. perasaan...

Hb kali ini sedikit menurun menjadi 11,3. Menurut dokter ini terlalu rendah, jadinya saya diberinya zat besi. Pantesan akhir-akhir ini memang sering gampang cape dan pusing.

Pemeriksaan CTG mulai dilakukan. CTG (Cardiotocography) merupakan alat untuk merekam detak jantung janin dan kontraksi rahim. Dengan alat ini, bisa diketahui apakah kondisi bayi baik-baik saja atau stress, juga untuk mengecek apakah rahim sudah mulai berkontraksi atau belum. Biasanya selama proses melahirkan, alat ini digunakan untuk membantu dokter/bidan mengetahui kontraksi dari pasiennya. Jadinya kita gak bisa bohong kalau kontraksinya udah tiap 5 menit atau belum. :D Dari hasil CTG, alhamdulillah kondisi bayi baik, rahim juga belum menunjukkan adanya kontraksi.

Pemeriksaan USG menunjukkan belum terjadi pembukaan, dan plasenta ternyata berada dekat sekali dengan leher rahim. Hal ini sebenarnya sudah diketahui sejak saya periksa USG 4D beberapa minggu yang lalu. Tapi waktu itu dokter tidak khawatir dan saya pun tidak tahu resiko dari plasenta di bawah tadi. Ternyata diagnosa ini memang baru bisa dipastikan pada usia kandungan 26-28 minggu, dimana mulai terbentuk segmen bawah rahim. Saat segmen ini terbentuk, leher rahim yang awalnya berbentuk seperti corong akan memipih. Perubahan inilah yang bisa menyebabkan plasenta berpindah menjauhi jalan lahir. Meski demikian, kondisi paling optimum bisa dipastikan saat mendekati persalinan nanti. Dan kali ini, dokter meminta saya untuk waspada. Jika terjadi pendarahan besok lusa, saya harus cepat-cepat pergi ke rumah sakit katanya. Pendarahan bisa terjadi saat terbentuknya segmen bawah rahim, dimana ada bagian plasenta yang "robek" oleh pergeseran jaringan di sekitar mulut rahim. Atau bisa juga oleh tekanan kepala janin saat mulai memasuki segmen bawah rahim sebagai persiapan menuju persalinan.**

Setelah baca-baca, ternyata Placenta Previa itu ada 4 macam:**
  1. Placenta previa totalis: jika plasenta menutupi jalan lahir. Pada kondisi ini tidak dimungkinkan proses kelahiran normal, karena resiko pendarahan sangatlah besar.
  2. Placenta previa partialis: jika plasenta menutupi sebagian jalan lahir. Resiko pendarahan masih sangat besar, sehingga masih belum bisa melahirkan normal.
  3. Placenta previa marginalis: jika hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Proses kelahiran bisa normal, namun resiko pendarahan tetap besar.
  4. Low-lying Placenta: jika posisi plasenta berada sangat dekat dengan jalan lahir. Proses kelahiran normal, resiko pendarahan bisa dihindari, asalkan dilakukan dengan hati-hati.
Saat ini kondisi yang saya alami adalah kondisi no.3, Placenta previa marginalis. Dokter dan saya tentu saja, masih berharap semoga plasenta masih bisa berpindah ke atas sebelum proses melahirkan nanti. Amiin...

Catatan:
Sumber (**): beberapa informasi dalam artikel ini diperoleh dari http://tonangardyanto.blogspot.com/2006/04/placenta-previa-plasenta-bisa-pindah.html

Hari Senin jangan lupa pergi ke dokter 4D lagi... ;)

Segera bikin janji dengan rumah sakit untuk pendaftaran melahirkan..

Wednesday, April 22, 2009

Kejutan Multibahasa

Tak pernah terbayang dalam benak kami, kalau kami akan membesarkan anak-anak kami dengan banyak bahasa (multilingual). Keberadaan kami yang sampai saat ini masih terdampar di negeri oranglah, yang akhirnya membuat anak-anak belajar lebih dari bahasa ibunya. Sayangnya, saya terlalu percaya diri untuk mendidik anak-anak dengan 'cara saya', yang membuat saya akhirnya kurang peduli dengan teori-teori yang sebenarnya banyak bertebaran di internet. Akibatnya, saya baru menyadari akhir-akhir ini, ternyata banyak kesalahan yang saya lakukan di masa lalu. Tapi hal ini menjadi pelajaran untuk saya dalam mendidik anak-anak saya selanjutnya.

Melihat kondisi bahasa daerah kami yang semakin memburuk setiap harinya, kami bertekad semenjak putri pertama kami lahir, untuk mengajarkan dia bahasa daerah (Sunda) sebagai bahasa pertamanya. Bahasa Indonesia akan kami biarkan dia mendapatkannya dari lingkungan dan sekolah. Ternyata, lingkungan di sini kurang mendukung untuk membiarkan si anak belajar bahasa Indonesia dengan sendirinya. Intensitas pertemuan dengan orang Indonesia tidaklah cukup untuk membuat anak bisa belajar bahasa Indonesia dari mereka. Sehingga kemampuan bahasa Indonesia Nadin sangatlah minim, ditambah lagi banyak yang tidak bisa berbahasa Sunda. Saya menjadi sedikit khawatir, Nadin menjadi kurang percaya diri karena bahasa yang dia kuasai ternyata berbeda dengan orang Indonesia lainnya. Akhirnya ketika dia berusia sekitar dua tahun, saya mulai mengintensifkan berbicara dalam bahasa Indonesia dengannya. Bahasa Sunda juga tidak dihilangkan, masih tetap dipakai. Saya usahakan untuk berbicara satu kalimat penuh dalam bahasa Sunda.. atau satu kalimat dalam bahasa Indonesia. Maksudnya agar si anak tidak mencampuradukkan kedua bahasa tersebut. Tapi (mungkin) memang dasarnya saya kalau bicara bahasanya amburadul, bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan.. atau bahasa Sunda yang keIndonesia-Indonesian, meskipun saya sudah berusaha untuk menyusun kalimat sesempurna mungkin, ternyata yang tertangkap sama anak justru yang amburadul itu.

Ketika Nadin memasuki taman kanak-kanak di usianya yang ketiga, dia mulai belajar bahasa asing, yaitu bahasa Jerman, yang memang menjadi bahasa pengantar di sekolahnya. Meski kemampuan bahasanya NOL ketika memasuki TK, alhamdulillah dia bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kemampuan bahasa Jermannya makin bertambah dari hari ke hari. Meski sampai saat ini dia belum selancar teman-teman sebayanya dalam berbicara bahasa Jerman, tapi dia masih bisa 'hidup' di sekolahnya..

Di usianya yang keempat, dia mulai bisa membedakan.. mana yang bahasa Indonesia, mana yang bahasa Jerman, juga kapan, dimana dan dengan siapa dia harus menggunakan bahasa-bahasa tersebut. Hal ini baru saya sadari ketika saya membawanya ke dokter anak untuk melakukan U8. Saya juga mulai mengenalkan keberadaan bahasa Sunda. Sebelum-sebelumnya saya hanya bicara saja dalam bahasa Sunda, tapi tidak pernah bilang ke Nadin bahwa ini adalah bahasa Sunda. Sekarang dia mulai tahu, bahwa sekarang di rumah dia menggunakan dua bahasa. Dan dia mulai mengelompokkan kosakata-kosakata yang dia tahu ke dalam bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia. Misalnya:
"Mama, kalau 'hideung' bahasa Sunda atau bahasa Indonesia?"
"Bahasa Sunda"
"Bahasa Indonesianya apa?"
"Hitam."
"Kalau blablabla...?"
dst.. dst..

Sejak kecil, Nadin senang sekali main game di Internet. Dan kebanyakan situs-situs yang menyediakan game yang paling beragam dan menarik untuk anak-anak menggunakan pengantar bahasa Inggris. Saya sendiri tidak pernah mengajarkan bahasa Inggris pada Nadin, saya pikir 3 bahasa pokok untuk saat ini cukup. Bahasa Inggris, meskipun bahasa Internasional, biarkan dia mempelajarinya saat waktunya tiba, kelak. Tanpa disangka-sangka, ternyata dia bisa juga menangkap beberapa kata dari yang sering dia dengarkan di situ. Misalnya: tiba-tiba suatu hari dia bilang, "Mama.. bunga itu kalau bahasa Inggris flower..". Di lain waktu, dia menemukan kata lain, dan dilaporkan lagi.. "Mama, kalau kucing itu bahasa Inggrisnya Cat.". Dan masih ada beberapa kosakata lagi yang dia kenal...

Akhir-akhir ini, Nadin sering sekali memberi kejutan seputar bahasa. Misalnya:
*****************************
ketika saya menonton drama korea atau Jepang, tanpa sengaja dia ikut mendengarkan. Diapun bertanya, "ini bahasa apa sih, Mama? Kok kayak bahasa Indonesia ya??". "Oh.. bukan.. ini mah bahasa Korea/Jepang.". Untung komentar berikutnya cuma.. "ooh..". Bukan "bahasa Koreanya kaos kaki (misal) apa?".
*****************************
Satu kali kami menonton Video Barney di Youtube, yang tentu saja memakai bahasa Inggris. Tiba-tiba dia berkomentar,
"Mama, Barney pinter ya?!"
"Oya?"
"Iya, Barney bisa ngomong bahasa Indonesia, bahasa Jerman sama bahasa Inggris"
Saya bengong.. dan kemudian barulah ingat, kalau dia pernah dipinjamkan VCD Barney yang dialihsuarakan ke bahasa Indonesia.. dia juga suka main game Barney dengan pengantar bahasa Jerman.. dan saat itu, kami sedang menonton video Barney dengan lagu bahasa Inggris. Halah.. saya kok gak pernah kepikiran kalau si Barney ini pinter bisa multilingual ya?!
*****************************
Suatu hari tiba-tiba dia memulai pembicaraan.
"Mama, kalau hiji, dua, tilu, .., sapuluh itu bahasa Indonesia. Kalau satu, dua, tiga, ..., sepuluh, itu bahasa Sunda."
*kaget* "Oo.. bukan, kebalik sayang.. hiji dua tilu itu bahasa Sunda... kalau satu dua tiga bahasa Indonesia."
Sejak ini, dia menjadi sering menanyakan mana yang bahasa Sunda.. dan mana yang bahasa Indonesia.
*****************************
Kesalahan paling fatal yang pernah saya lakukan, ketika dia kecil (kurang lebih usia satu tahun dsk), saya mengajarkan bahasa yang paling mudah untuknya. Tidak konsisten bahasa yang sebenarnya ingin saya ajarkan. Kenapa? Saat itu, sebagai orang tua dari anak pertama, rasanya saya selalu geregetan menunggu setiap tahap perkembangan anak. Termasuk dalam perkembangan bicara. Dan bodohnya saya waktu itu, saya menilai ada beberapa kata tertentu yang terlalu sulit untuk dia ucapkan (padahal sebenarnya tidak ada yang sulit bagi si anak.. mereka hanya perlu waktu). Akhirnya saya mengajarkan kata-kata yang menurut saya mudah untuknya. Misalnya: tikus dan beurit (bahasa Sunda), saya rasa terlalu sulit untuk lidah Nadin, maka saya mengajarkan kata 'Maus' padanya. Dan kata itu terbawa sampai sekarang, meski saya sudah 'insyaf', di luar kesadaran saya. Karena kata 'Maus' memang sering digunakan untuk menyebut salah satu tokoh kartun, bukan tikus beneran. Akibatnya, beberapa waktu lalu, Nadin berkesimpulan bahwa tikus dalam bahasa Indonesia, Sunda, Inggris dan Jerman adalah sama, yaitu 'Maus'. Tanpa angin dan hujan, saya pun merasa seperti disambar petir... Ini benar-benar kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan, tamparan paling keras untuk saya dalam mengajarkan bahasa ke anak. Akhirnya saya jelaskan kata tersebut dalam bahasa-bahasa yang dia kenal. Dan alhamdulillah, dia bisa mengerti. Untunglah...

Dari pengalaman-pengalaman tersebut, ada beberapa catatan yang patut saya garis bawahi untuk mengajarkan bahasa ke anak-anak saya selanjutnya:
  1. Jangan pernah menganggap kurang kemampuan si anak. Mereka sebenarnya jauh lebih pintar dibandingkan orang tuanya. Sesusah apapun kata yang harus diajarkan ke mereka, mereka pasti bisa mengikuti.
  2. Jangan pernah mencampuradukkan bahasa.

Wednesday, April 15, 2009

Liburan


tas bergambar Nadin

Liburan kali ini lebih istimewa dibandingkan liburan2 sebelumnya. Soalnya si Akang juga kebetulan sama-sama (di)libur(kan). Jadinya kami bisa pergi bersama-sama kemana saja. Kebetulan cuaca benar-benar mendukung untuk beraktivitas di luar rumah. Meski tidak semuanya berjalan sesuai rencana, tapi alhamdulillah tetep menyenangkan. Dan satu hal yang patut disyukuri, di liburan kali ini, kami berhasil mengunjungi orang-orang yang memang ingin kami temui sejak lama, meski belum semua nih.. Dan sayangnya tidak semua event kefoto.. biarlah.. yang penting orang-orang itu ada di hati ya?!

Ternyata asyik juga ya suami di rumah terus.. banyak dibantuin.. Seandainya dia libur selamanya.. *dezighhhh* Mo makan apa nanti, Neng??

Tuesday, April 14, 2009

Jalan-jalan ke Bonbin




Jarang-jarang juga sih kami jalan-jalan ke sini.. tiketnya itu.. kerasa banget.. Eh, tapi masih mahalan Playmobil dink.. soalnya di sini (ternyata) ada tiket keluarga, jadi bisa lebih murah. Selain itu, capenya juga sih.. kelalang-keliling.. lumayan menghabiskan tenaga.

Apalagi kemaren, jalan-jalannya rada maksa sebenarnya. Mengingat hari Minggunya kami udah piknik di Olympiapark sampe sore. Tapi anak-anak udah dijanjiin sejak lama mau jalan-jalan ke bonbin. Rencananya sih minggu lalu kami ke sana, sayangnya anak-anak malah demam, jadinya diundur. Nah, kemaren mereka cuman batuk pilek aja.. gak apa-apalah dibawa jalan, apalagi mereka ceria-ceria aja.. Ditambah lagi ada info kalau di sana hari itu ada acara berburu telur paskah. Kayaknya bakal menarik buat anak-anak.. pikir saya.

Dalam bayangan saya, telur-telur coklat bakal disebar di seluruh kebun binatang. Anak-anak tinggal mungutin sambil jalan.. Ternyata.. pas ke sana, jauuuuh dari yang saya bayangkan. Pertama, yang dicari ternyata bukan telur paskah, melainkan Goldhasen (kelinci emas), itu lho.. coklat kelinci Lindt yang tenar banget itu. Itupun bukan kelincinya langsung yang dicari, tapi anak-anak di suruh mencari 11 huruf yang tersebar di seluruh area kebun binatang, dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam selembar kertas. Setelah selesai, si anak boleh menukarkan hasil buruannya dengan sebuah coklat kelinci tadi. Permainan ini cocok buat anak yang udah sekolah sih.. pertanyaannya buat saya sendiri lumayan susah.. hehe.. jadinya gak dikerjain. Apalagi anak-anak lagi pada batuk, nambah alesan untuk tidak menebus coklatnya.. :D

Pulangnya, tanpa sengaja kami menemukan ada aksi dandan anak gratis (Kinderschminken), yang pastinya, Nadin begitu melihat posternya aja langsung kepengen. Hari itu akhirnya jadi hari yang cukup melelahkan tapi menyenangkan pastinya.. ;)

Sunday, April 12, 2009

bayar masing-masing yah..

Kemarin sore saya belanja ke warung dekat rumah, sendirian. Jadinya, sambil ngantri membayar, tanpa sengaja saya memperhatikan orang-orang di sekitar saya waktu itu. Perhatian tertuju ke pasangan yang ada di depan saya. Pasangan?? atau teman?? Hm.. kayaknya sih lebih dari sekedar teman, soalnya mereka pegangan tangan dan tampak mesra sekali. Tapi apa yang terjadi?? Ketika giliran mereka membayar, ternyata mereka punya belanjaan masing-masing.. yang dibayar masing-masing pula. Padahal yang mereka beli juga tidak banyak. Yang perempuan hanya membeli keju dan coklat. Yang laki-laki hanya membeli sebungkus salami. Wah.. heran banget nih.. padahal kalau di Indonesia.. pasangan kayak gitu, pastilah dibayarin sama si cowoknya.. :D

Hal ini mengingatkan saya ke masalah makan-makan. Pernah seorang teman cerita, dia diajakin bosnya makan di Resto. Bayangkan, resto di sini harganya berapa? wartegnya aja udh cukup mahal buat saya mah. Dia udah kesenengan nih mo ditraktir bos. Ternyata, setelah selesai makan, si bos pengennya bayar masing-masing.. heheh... tekor deh yang ada.

Di sini memang, kalau makan di rumah makan, berdua atau rombongan, setelahnya si pelayan pasti bertanya, "Zusammen oder getrennt", maksudnya bayarnya disatuin apa masing-masing?. Sekalipun saya dan si Akang yang makan di sana sembari bawa anak-anak, selalu ditawarin gitu juga. Hm.. orang-orang di sini pada itungan apa memang udah kebiasaan ya?! hehe.. Mulanya saya pikir, hal ini hanya berlaku untuk teman biasa dan atau rekan kerja.. Ternyata kalau lihat pasangan yang tadi, tampak berlaku untuk orang-orang yang dimabuk cinta sekalipun..

Perutku perutmu.. Duitku duitmu.. halah.. :D

Friday, April 10, 2009

Merasa diri tidak pernah bertambah tua.. :D

Entah kenapa, tiba-tiba saja saya keingetan beberapa cerita di masa lalu, yang rada nyambung juga sama kondisi sekarang. Ah iya, pasti gara-gara kakak saya minggu lalu jumatan di Salman dan dia mencoba ikutan ngantri untuk makan siang di sana, meski tidak berhasil. :D

Sewaktu saya masih kuliah dulu, beberapa teman saya ada yang suka main ke kosan. Bahkan sebagian yang lain, pernah juga ada yang main ke rumah orang tua saya di kampung sana. Dengan pengalaman beberapa kali bertemu teman-teman saya ini, kakak kelima saya (terpaut 10 tahun usianya dengan saya) menyatakan bahwa, mahasiswa jaman sekarang kok kelihatannya masih pada anak-anak ya? Dulu mah kalau ngelihat mahasiswa teh asa 'karolooot' (tua), katanya. Dulu kapan?? dulu sewaktu dia masih SMA, dimana kakak kedua (yang pengen makan di Salman tadi) dan kakak ketiga saya masih kuliah di kampus yang sama dengan saya.

Waktu itu sih saya nggak terlalu memikirkan hal ini. Saya percaya aja kalau mahasiswa jaman dulu memang kelihatan lebih tua dibandingkan jaman saya kuliah. Sampai akhirnya, tahun lalu, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi kampus kami dahulu. Ternyata selain banyak perubahan dalam hal bangunan, mahasiwanya juga masih pada kanak-kanak, hahaha... Saya bilang ke si Akang, kok mahasiswa jaman sekarang masih pada anak-anak begini sih?? beda ya ama jaman kita dulu?? :D *masih belum sadar, sebenarnya yang berubah siapa sih?*

Beberapa minggu yang lalu, saya bertemu dengan seorang mahasiswa baru di sini, yang ternyata saya dan dia satu almamater waktu SMA dulu, dan sekampus juga, hanya beda jurusan. Sayangnya, ketika dia masuk SMA, saya lulus, jadi kami memang tidak pernah bertemu. Dan minggu lalu, saya baru tahu kalau ternyata dia sudah menikah. Hah?? anak sekecil itu?? pikir saya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya dia sudah berusia 25 tahun, usia yang sama ketika si Akang menikahi saya.

Ah, kenapa ya kalau melihat anak-anak sekarang, selalu kelihatan masih kecil di mata saya. Mungkin.. karena saya tidak pernah merasa bertambah tua.. :D *sadar, Neng.. sadar..*

Tuesday, April 7, 2009

Tes gula (Zuckerbelastungstest)

Setelah merubah jadwal, dari hari Jumat ke Senin, akhirnya saya bisa juga diperiksa kadar gula darah tanpa anak-anak. Gak kebayang aja kalau mereka di bawa serta, pasti bosen dan rewel di sana. Sayangnya, jam paling pagi untuk si dokter memang pukul 8.50, gak bisa lebih pagi lagi.. :D

Tesnya sendiri dilakukan di tempat praktek dokter kandungan saya. Jadi saya gak usah lagi repot-repot mencari tempat praktek dokter lain. Setelah berpuasa selama kurang lebih 9 jam, sampel darah dan urin yang pertama diambil. Setelah itu saya disuruh minum 300 mL larutan gula yang sudah jelas konsentrasinya berapa. Menunggu satu jam.. ambil darah dan urin lagi. Menunggu lagi satu jam.. kemudian diambil lagi sampel darah dan urin yang terakhir. Setelahnya, baru saya boleh sarapan.

Dari rumah, saya sudah membawa novel yang cukup tebal untuk bahan bacaan. Dan saya juga sudah berencana mau jalan-jalan di sekitar praktek dokter selama menunggu dari pengambilan sampel ke pengambilan berikutnya. Prakteknya??? boro-boro jalan-jalan.. untuk membaca saja kepala saya sudah pusiiiing.. kurang tenaga euy.. Akhirnya, saya cuma tiduran di sofa di ruang tunggu dokter. Lemes banget.. habis puasa kurang lebih 11 jam.. walah.. Biasanya jam 11 itu saya sudah makan snack yang ketiga, heuheuheu...

Hasilnya alhamdulillah memuaskan. Kadar gula darah saya ternyata normal, bahkan masih jauh dari ambang batas diabet. Berarti gendutnya memang karena kebanyakan makan saja. Dokternya bilang, Anda tidak usah diet.. kalau lapar, makan saja sampai perut Anda tercukupi.. hihii.. baiklah, Dok.. Tapi tetep, setelah kejadian ini, saya jadi agak-agak mengurangi makanan yang bergula banyak. Lebih baik makan yang netral2, kayak makanan bayi dan buah-buahan. Dan terima kasih untuk doa teman-teman semua. Alhamdulillah.. saya masih dijauhkan dari penyakit itu..

Monday, April 6, 2009

Masa lampau

Mula-mula Nadin mengenal masa lampau dari kumpulan foto-fotonya sewaktu kecil. Dan dia mulai mengerti adanya masa lalu sekitar usia 2,5 atau 3 tahunan. Awalnya, dia menyebut bayi yang ada di foto sebagai Maryam. Tidak heran sih, mereka memang mirip sekali. Jangankan Nadin, orang dewasa pun selalu keliru ketika melihat foto anak kami yang masih berusia di bawah satu tahun. Lama-lama, setelah dia hapal foto-fotonya, dia bisa membedakan yang mana Nadin, yang mana Maryam. Tapi.. ada satu kesimpulan lucu darinya, "Eh, lihat, Nadin pakai sepatu Maryam yah?!". Padahal mah.. Maryam yang sekarang memakai sepatu kakaknya waktu kecil dulu. :D

Beberapa bulan lalu, dia sudah bisa menggunakan keterangan waktu untuk menceritakan masa lampau. Tetapi, keterangan waktu yang dia pakai hanya 'kemarin'. Jadi, mau itu memang 'kemarin', 'seminggu lalu', 'dua bulan lalu', bahkan 'dua tahun lalu'.... dia selalu menggunakan kata 'kemarin'. Misalnya, 'Kemarin Ceuceu main ke rumah Alishya', padahal kejadiannya udah setahun lalu. :D

Sebulan terakhir ini, penggunaan keterangan waktunya mulai bertambah.. (atau berubah??). Dia lebih sering menggunakan kata 'Waktu Ceuceu kecil' dibandingkan kata 'kemarin'. Tapi, hukum yang berlaku di sini tetap sama seperti yang tadi. Mau itu 'dua tahun lalu', 'sebulan yang lalu', 'minggu lalu', bahkan 'kemarin' semuanya diganti dengan 'waktu Ceuceu kecil'. Misalnya, "Ceuceu main sama Teh Hani waktu Ceuceu kecil", padahal kejadiannya baruu aja siang tadi. :D

Nah, sekarang Maryam yang mulai dikenalkan dengan masa lalu, masa ketika dia masih bayi.. masa ketika dia belum lahir. Tapi, anak ini masih keukeuh dengan pendapatnya. Ketika melihat foto Nadin dengan bapaknya, dia dengan yakinnya menerka bahwa itu adalah foto dia sama Papa. Setelah dikasih tahu bahwa itu adalah kakaknya, dia tidak mau terima, "Kukaaan.. itu Maryam!". Kakaknya juga protes... akhirnya.. berantem lagi deh.. Ah, rumah memang tak pernah sepi.. :D

Thursday, April 2, 2009

Bermain dengan Cat Air




Sembari menunggu adiknya bangun dari tidur siangnya, ternyata Nadin bermain cat air dengan asyiknya. Ini dia hasil karyanya, dengan deskripsi dari sang pelukis.