Friday, October 29, 2010

Papa dimarahin

Alhamdulillah, setelah seminggu ini Maryam menderita radang tenggorokan (lagi?!), hari ini sudah bisa masuk sekolah lagi (hari terakhir sebelum liburan musim gugur minggu depan :D). Kemarin pagi saya lihat kondisinya sudah membaik dan bisa sekolah lagi, sambil bermain-main peluk-pelukan di bawah selimut, sambil saya ajak ngobrol,

"Maryam besok ke Kindergarten lagi ya?!"
"Ok." jawabnya singkat.
"Mau dianterin sama Mama atau Papa?"
"si Papa kalau ke Kindergarten suka dimarahin sama gurunya." katanya.. lah, gak nyambung sama pertanyaan.

Tapi pernyataan dia ini membuat saya kaget dan bertanya-tanya. Kok bisa si Papa dimarahin? kenapa ya?? tak mungkin dia melakukan kesalahan, soalnya si Papa (kasarnya boleh dibilang) lebih tertib dibanding orang Jerman sendiri.. :D

"Eh, kenapa Papa suka dimarahin??"
"huehehehhehe..." malah nyengir..
"Neng.. neng.. kenapa atuh si Papa suka dimarahin gurunya?" penasaran.. :D
"Iya, Papa kalau ke Kindergarten suka dimarahin sama gurunya. Papa kan udah gede, Kindergarten kan buat anak kecil."

hahahaha... kena lagi deh.. jadi itu toh maksudnya?!!

*Jadi ngebayangin wajah Papa yang sumringah liat banyaknya mainan, terus berpindah-pindah dari satu meja ke meja lain untuk mencoba semua mainan.. hihihi.. kayak Ligar.. :D*




Sunday, October 17, 2010

Laba-laba luar biasa ;)

Setelah membaca ceritanya Gita tentang laba-laba.. salah dink, setelah membaca reply baliknya Gita sebenarnya, saya jadi ingat lagi kalau kami juga punya satu cerita dengan seekor laba-laba di dalam rumah. Berdasarkan pengamatan saya, setiap hari hujan, pastilah besoknya ada laba-laba baru di dalam rumah. Waktu itu saya sambung-sambungkan dengan lagu Eensy weensy spider --> "down came the rain, and wash the spider out", saya simpulkan bahwa laba-laba takut dengan hujan, makanya mencari perlindungan ke dalam rumah. Ternyata kalau berdasarkan pengamatan Gita, itu karena jaring laba-laba bisa rusak oleh hujan. Jadi mungkin si laba-laba mengungsi (ini bahasa Indonesia bukan sih?! :D) ke dalam rumah orang karena baru saja menjadi tuna wisma.

Setiap kali ada laba-laba masuk, saya biarkan saja, toh laba-labanya juga kecil, nyaris tak kelihatan. Lama-lama juga dia hilang dengan sendirinya. Kalau sudah hilang laba-labanya, baru saya bersihkan jaring-jaringnya. Kadang, tanpa dibersihkan pun, jaring itu hilang pula dengan sendirinya. Sampai suatu ketika kami kedatangan seekor laba-laba hitam dan buessaaarrr. Ok.. ok.. laba-laba ini tidak sebesar "lancah maung" (laba-laba besar dengan motif belang-belang, tapi bukan tarantula lho) yang suka saya lihat waktu kecil di kampung saya. Ukuran badannya kira-kira sebesar kuku ibu jari lah, tapi kaki-kakinya panjaaaaang sekali, membuat kehadirannya kentara sekali di langit-langit kamar anak-anak kami. 

Takut??? jelas donk, apalagi laba-laba adalah salah satu binatang yang membuat saya geli. Ketika si akang pulang, saya pun laporan, khawatir si laba-laba ini merayap ke tubuh anak-anak pas lagi tidur.. atau jatuh pas mulut anak-anak lagi mangap.. atau.. jangan-jangan ini laba-laba beracun lagi, kalau sampai gigit anak-anak, nanti anak saya jadi Spiderman.. halah.. bakhayyaaa... ah.. pokoknya banyak pikiran2 jelek melintas di kepala saya. Tapi, seperti biasa, si akang kalem dan cuek tea.. "biarin aja, ntar juga mati sendiri, di dalam rumah mah gak ada makanan, Neng.".

Ok deh, meski rada tenang dengan pernyataan si akang, tapi tetep.. kalau malam-malam, saya suka ronda beberapa kali ke kamar anak-anak, memastikan bahwa laba-laba itu masih bercokol di tempatnya. Dan si laba-laba ternyata betah ye tinggal di kamar anak-anak. Kadang-kadang dia pindah tempat, tapi tetap masih di langit-langit. Sampai di hari ke-4, saya lihat dua kakinya mulai terkulai, tidak lagi menempel di langit-langit. Beberapa jam kemudian saya lihat lagi, hanya tinggal satu kaki yang menempel. Yeah, bener juga kata si akang, ternyata dia mati kelaparan.. tapi kasihan juga.. Esok paginya, ternyata semua kakinya sudah menempel lagi di langit-langit kamar.. Lho?! ternyata tadi malam itu hanya tidur toh? ternyata laba-laba juga sama kayak manusia, kalau tidur, badannya bisa terkulai sana-sini gak karuan kayak gitu.. :D *jadi ngebayangin orang yang ketiduran di angkot :D*

Sampai suatu hari, saya dan anak-anak pulang sore. Jam lima di musim dingin sudah cukup gelap. Ketika masuk ke kamar anak-anak, tiba-tiba badan saya terjerat sesuatu. Sesudah saya menyalakan lampu, ternyataaaaaa... laba-laba itu sedang membuat rumah baru (belum jadi, baru beberapa benang saja yang terbentuk). Tak tanggung-tanggung, dia membuat jaring dari langit-langit sampai ke kursi (kurang lebih 3 meter-an), dan jaringnya kuat sekali. Ya ampuuun.. ini mau bikin rumah apa mall, ba? *nanya ke laba-laba* Huaaaa... dan saya pun langsung histeris. Untungnya si akang tak lama kemudian sampai di rumah. Langsung deh saya suruh untuk mengusir laba-laba itu.. udah gak tahaaaaaannnn deh. Melihat seperti itu, tampak si akang juga cukup khawatir. Akhirnya dia ambil laba-laba itu dengan gulungan kertas kado, lalu dikeluarkan lewat jendela. Ah, suamiku.. kamu masih juga berhati lembut seperti itu.. beruntungnya si laba-laba.. kalau saya sendiri, tentunya saya sudah beraksi pakai sapu lidi. :(

Studentenfutter

Kebetulan apel yang saya beli sedang ada hadiahnya, sebungkus kecil Studentenfutter. Melihatnya, saya jadi ingat kembali kejadian ketika pertama kali saya mengenalnya. Waktu itu kami sedang kumpul-kumpul di rumah mbak Amik. Tiba-tiba mbak Amik menyuguhkan cemilan kedua putranya, "Ini nih Studentenfutter". Dan saya pun tertawa geli. Kenapa? karena Futter (dalam kepala saya) identik dengan makanan untuk binatang (parab mun dina bahasa Sunda mah).

Apakah itu Studentenfutter (makanan mahasiswa)? Studentenfutter adalah makanan yang terdiri dari campuran buah-buahan kering (biasanya kismis) dan kacang-kacangan tanpa garam (biasanya terdiri dari kacang mete (Cashewkernen), kacang tanah (Erdnüsse), kacang Brazil (Paranüsse), kacang kenari (Walnüsse), Hazelnut (Haselnüsse), dan kacang almond (Mandel)).

Nama ini bisa jadi diambil dari kemampuannya untuk meningkatkan konsentrasi. Bisa juga karena kandungan karbohidratnya yang mudah dicerna, seperti juga kandungan zat besi dan asam lemak omega 3 yang ada di dalamnya.

Hm.. meski saya bukan mahasiswa lagi, boleh donk saya ikut-ikutan makan cemilan sehat dan enak ini.. hmmm... mmm... kriuuk.. kriuuukk.. *penuh konsentrasi menghabiskan isi bungkus Studentenfutter*

*gambar diambil dari sini

Kleinwuchs

Kira-kira seminggu yang lalu, tiba-tiba saja saya mendapat kiriman kartu pos untuk Nadin dari dokter anaknya. Katanya sudah saatnya Nadin dikontrol lagi. Kontrol apa ya? seharusnya dalam waktu dekat ini tidak ada, baik kontrol perkembangan ataupun imunisasi. Paling tes untuk masuk sekolah, tapi tes ini pun bukan di dokter anak tentu saja. Setelah saya hubungi praktek dokter anak, ternyata Nadin harus diukur lagi tinggi dan berat badannya, karena waktu kontrol terakhir (U9 bulan April lalu) terlalu kecil.

Setelah membuat janji, akhirnya datanglah kami ke dokter anak beberapa hari yang lalu. Dan benar saja, Nadin hanya ditimbang berat dan tinggi badan saja. Setelah dikonversi ke grafik, tampak tinggi terhadap berat badan ada dalam kurva normal, dengan kata lain ideal lah. Namun ketika dilihat pada grafik tinggi badan terhadap umur, titiknya terletak di bawah garis normal paling bawah, sedikiiiiit sekali. Oleh karena itu, dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, dikhawatirkan ada sesuatu di dalam. Sebelum umur 12, diharapkan semuanya masih bisa diobati, tapi setelah umur 12 akan sulit, katanya. Nadin pun diberikan rujukan ke Kinderklinik-nya LMU di Lindwurmstr.

Saya katakan, mungkinkah karena dia turunan Asia? orang Asia ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan orang Jerman (grafik yang dipakai standar Jerman tentu saja). Bisa jadi, kata si dokter, dia pun menanyakan ukuran tinggi saya dan si akang, yang sayangnya ternyata ukuran kami gak kecil-kecil amat dibanding orang Jerman pada umumnya. :D Hal ini membuat si dokter tambah yakin untuk memeriksakan Nadin lebih lanjut. Ah, dokter ini gak tau sih, kalau kami, orang tuanya, dulu juga kecil-keciiill, baru pas SMA tubuh kami berkembang pesat. :D

Sebenarnya bukan saya tidak mau memeriksakan Nadin lebih lanjut, namun ketika saya mendengar dokter menyebut "diambil darah", saya jadi ngeri. Masih terdengar jeritannya Ligar ketika diambil darah untuk tes alergi, atau jeritan Maryam bayi ketika diambil darah di Klinik anak Harlaching, duh, masa sekarang harus mendengar jeritan Nadin juga?? :((

Sesampainya di rumah, saya mencari-cari website yang dapat mengukur perkembangan tubuh anak. Dan akhirnya saya menemukan link ini. Berdasarkan hasil perhitungan di situ, dengan memasukkan data saya dan kang dian, sebenarnya besarnya Nadin masih NORMAL.

Tapi, si akang memberi masukan, sebaiknya diperiksakan saja, daripada ada apa-apa. Ya sudah, akhirnya kemarin saya membuat janji dengan kliniknya. Daaaannn.. yang namanya klinik, mau bikin janji atau tidak, tetep NGANTRI. Kami pun baru mendapat waktu tanggal 25 November nanti *sigh*, keburu lupa atuh.. Setelah putus dengan klinik Dermatologi-nya TUM, kini saya akan menjalin hubungan baru dengan klinik anak-nya LMU.. *halah.. menjalin hubungan dr klinik ke klinik ceritanya*

Wednesday, October 13, 2010

Elternabend - Vorschule

Eltern = orang tua, Abend = malam. Elternabend = malam orang tua. Itu kalau diterjemahkan per kata. Tapi sebenarnya ini adalah malam dimana orang tua mendapatkan informasi tentang segala hal yang ada di Kindergarten, mulai dari tempat bermain, material, biaya yang kita keluarkan untuk apa saja, makanan, pedagogik, dll. Teknisnya (kalau di Kindergarten Nadin), masing-masing guru bertanggungjawab untuk satu tema. Orang tua bisa mendengarkan penjelasan sang guru (kalau kebetulan menjelaskan), melihat diagram, gambar atau apapun yang telah dipersiapkannya dan menanyakan apa saja yang ingin orang tua ketahui. Karena saat ini Nadin sudah Vorschule, maka saya lama nongkrong di sana untuk menanyakan hal-hal yang bikin saya penasaran. 

Saya termasuk yang datang awal, kebetulan waktu itu baru ada dua orang tua, saya dan satu bapak yang lain. Jadinya lebih enak, tenang, dan apa yang si ibu jelaskan bisa dimengerti lebih mudah. Ketika kami datang, si ibu langsung menjelaskan kegiatan anak-anak Vorschule. Setiap hari Selasa mereka belajar bareng, katanya. Iya, karena si anak-anak ini tidak berada dalam satu grup (fyi: dalam satu grup di kiga ini terdiri dari berbagai macam umur anak alias dicampur). Jadi anak-anak Vorschule ini pun tersebar di semua kelas. Salahsatunya yang mereka pelajari adalah mengenal angka dari 1 sampai 10. Bukan belajar berhitung, tapi benar-benar hanya mengenal angka. ;)

Misalnya hari Selasa ini anak-anak mengenal angka 1. Bersama Frau K, mereka akan mewarnai angka 1, belajar menulis angka 1 dengan mengikuti gambar yang ada, kemudian menggambar angka satu dengan jarinya, dan mendengarkan cerita tentang angka 1. Selasa depannya, bersama Frau W, anak-anak akan bermain dengan angka 1. Kemarin si ibu memperlihatkan material-material bermain, salah satunya bermain timbangan. Si anak belajar mencari angka-angka yang beratnya setimbang. Misal angka 1 akan setimbang dengan angka 1 lagi. Angka 2 akan setimbang dengan 2 buah angka 1, dan seterusnya. Makin besar angka yang mereka kenal, akan makin rumit, katanya. Contoh lain si ibu memperlihatkan mainan yang lain yaitu membangun rumah. Ketika mengenal angka 1, anak-anak akan membangun rumah dengan satu dasar, satu tiang dan satu atap, dan seterusnya sesuai dengan angka yang sedang mereka pelajari.

Di ruangan itu terdapat folder yang bertanda dari huruf A-Z. Ternyata folder itu berisi foto dan nama mereka. Misal Nadin ada di folder N, di situ hanya ada foto Nadin dengan tulisan namanya. Jadi si anak bisa mengenal bagaimana menulis nama mereka. Ah, saya jadi tergelitik untuk menanyakan tentang belajar membaca. Apakah selama Vorschule anak-anak hanya dikenalkan dengan Alphabet saja? atau sudah belajar membaca?

Ternyata sebenarnya anak-anak tidak diwajibkan mengenal Alphabet ketika lulus Vorschule, apalagi membaca. Mereka hanya dikenalkan pada bunyi saja. Misal: AAAAAAAApfel, AAAAAAffe... EEEEEEElefant.. dan lain-lain. Tapi pada akhirnya, biasanya si anak secara otomatis jadi hafal semua huruf, katanya. Si ibu memperlihatkan lagi satu permainan, dimana anak-anak harus mencari gambar benda yang bunyi namanya sama, misal seperti Kanne dan Pfanne atau benda yang berbeda satu huruf vokal seperti Hand dan Hund. Dan ini anak-anak hanya melihat gambar saja, tanpa ada tulisannya. Tapi tentu saja kalau ada anak yang bertanya, ini huruf apa? harus saya jawab yang sebenarnya.. tidak bisa disembunyikan, katanya.. (Sepakat, Bu.. itu juga yang saya lakukan pada anak-anak saya.. :D) 

Oya, satu lagi yang bikin saya penasaran. Anak-anak Vorshule ini diberi loker masing-masing oleh gurunya. Isinya hanya Federmaepchen (map yang berisi alat tulis dan pensil warna) dan Malkasten (cat air lengkap dengan koasnya). Saya penasaran karena anak-anak tentunya sudah familiar dengan perlengkapan ini sejak masuk TK, kenapa tampaknya sekarang istimewa sekali. Ternyata bukan ke fungsi alatnya, tapi lebih ke "rasa memiliki". Jadi anak-anak dilatih untuk menggunakan dan menjaga barang-barang pribadinya. Ini juga sebagai penyesuaian sebelum masuk SD. Nanti di SD barang-barang yang mereka miliki akan lebih banyak lagi.

Satu lagi, saya melihat buku-buku cerita yang ada di sana bukan lagi cerita-cerita dongeng seperti biasa, tapi lebih ke cerita ilmiah. Misalnya buku tentang planet, tentang alam, hutan, dan lain-lain. Pantesan beberapa waktu lalu, Nadin sempat bercerita kalau dia dibacakan buku tentang planet. Ada planet bumi juga lho, Maah.. (untung tidak lama sebelum itu, saya sempat bercerita tentang planet bumi pada Nadin, waktu itu berasa terlalu dini tea, tapi saya sudah terjebak, masa harus ngarang?! Ternyata ada untungnya juga, Nadin jadi gak bengong-bengong amat pas diceritakan di sekolahnya). Dan ya, semenjak itu Nadin suka cerita, misal: kalau planet paling kecil warnanya hijau, namanya sama kayak anjingnya Mickey dan Goofie, Pluto namanya. Atau pernah juga dia bercerita,

"planet bumi itu muter lho, Mah.. tapi kita gak jatuh dan gak terbalik ya?!".
Kemudian Maryam menimpali,
"iya, istana juga muter!".
*Lah kok gak nyambung??*
"istana kan lebih gede daripada bumi." lanjutnya.
Ooooh.. ternyata yang dimaksud "bumi" sama Maryam itu bumi dalam bahasa Sunda yang artinya rumah. Rumah sama Istana masih nyambung lah ya.. hahaha... Neng Iyam.. Neng Iyam.. Kamu lucu abis ah! :*:*:*

Tuesday, October 5, 2010

Kursus Bahasa Jerman untuk Anak Pra-sekolah

Tanpa terasa Nadin sudah memasuki tahun terakhir di TK-nya, kini dia sudah termasuk anak Vorschule (preschool/pra-sekolah). Anak-anak Vorschule ini memiliki aktivitas yang agak berbeda dengan anak-anak TK lainnya. Salah satunya, khusus untuk anak-anak yang orang tuanya bukan orang Jerman alias pendatang, diikutkan kursus bahasa Jerman, agar si anak lebih siap dalam segi bahasa saat masuk sekolah dasar nanti. 

Biasanya di Muenchen semua sudah serba otomatis. Untuk menjadi Vorschulkind tidak usah pakai daftar-daftaran, begitu anak sudah berusia 5 tahun, dia otomatis berstatus sebagai Vorschulkind. Untuk pemeriksaan anak sebelum masuk sekolah juga ada surat pemberitahuannya ke rumah, kapan dan kemana kita harus membuat janji untuk pemeriksaan tersebut. Jadi saya pikir untuk kursus bahasa Jerman inipun demikian. Kalau sudah saatnya kursus, pastinya saya akan diberitahu oleh gurunya.

Suatu hari saya kebetulan berada dalam satu bus dengan ibu dari salahsatu temannya Nadin. Dan dari obrolan kami, barulah saya tahu, bahwa ternyata kursus bahasa Jerman ini sebenarnya sudah dimulai. Lho.. lho.. kok saya bisa ketinggalan informasi begini? Esoknya saya pun menemui gurunya Nadin, Frau W, dan saya bilang kalau Nadin belum mendaftarkan diri untuk kursus Bahasa Jerman. Namun ternyata jawaban si ibu ini cukup mengagetkan.. kaget bahagia tepatnya. Dia bilang bahwa Nadin tidak memerlukan kursus bahasa tersebut, Nadin bisa berbicara bahasa Jerman dengan baik, baik itu pengucapan maupun susunan kalimat, katanya. Ternyata kursus ini tidak untuk semua anak berlatar belakang migran, namun untuk anak-anak yang bahasa Jermannya benar-benar jelek saja, katanya.

Antara percaya dan tidak sebenarnya. Anak-anak yang ikut kursus menurut saya bahasa Jermannya bagus-bagus.. mereka lebih lancar bicaranya dibandingkan Nadin. Tapi yah itulah, mungkin karena kuping saya bukan kuping Jerman, maka saya kurang bisa membedakan pengucapan anak yang benar dan yang salah.

Kalau boleh jujur, sebenarnya saya juga tidak tahu bagaimana anak saya berbahasa Jerman, karena di rumah, kami memang tidak pernah berbahasa Jerman. Kenapa? karena kami bukan orang Jerman, takutnya lidah kami malah mengajarkan kata-kata yang salah pengucapannya pada si anak (bahasa jerman logat Sunda tea). Selain itu, bahasa Jerman kami yang tidak fasih juga dikhawatirkan membuat si anak menyusun kalimat dengan gramatik yang salah. Dan keputusan kami ini sangat didukung oleh guru TKnya Nadin waktu itu.

Kini, melihat hasilnya seperti ini, kami tambah percaya pada si anak, bahwa dia pasti bisa masuk SD, meski tanpa ikut kursus bahasa Jerman. 

Main bareng di perut Mamah

Lagi-lagi tentang ocehan anak.. :D Dulu waktu Nadin masih bayi, saya sebenarnya rada-rada anti mengisi blog dengan cerita anak, takut kelewatan.. takut terlalu membuka privasinya. Namun, seringkali dari anti malah berubah sebaliknya. Misalnya yang asalnya anti Facebook, ternyata malah jadi paling rajin ganti status.. dsb.. dsbnya... Begitupun dengan saya, yang tadinya anti bercerita soal anak, kenapa blog saya sekarang jadi dipenuhi kisah mereka? hehehe... dan kini bukan mau membahas ini sih.. ok..ok.. back to laptop deh..

Sejak anak-anak saya punya adik, saya jadi suka bercerita tentang masa kecil mereka. Sambil mereka melihat tumbuh kembang adiknya, sambil mereka mengetahui masa lalu mereka. Misalnya pas si adik baru lahir dan nangis terus, saya beritahu bahwa bayi belum bisa bicara, jadinya kalau mau minum nangis, mau bobo nangis, mau ganti popok nangis. Nadin dan Maryam juga dulu sama begitu. Mereka senang mendengarkan kisah mereka ketika kecil, dan mereka pun mengingatnya. Namun ada bedanya. Kalau Nadin akan mengingat cerita itu persis seperti yang diceritakan ibunya. Kalau Maryam, cerita ibunya dihiasi dengan keinginan hatinya, sehingga terbentuklah kisah versi Maryam, yang kadang berbeda jauh dengan kisah awalnya.

Misalnya ketika Ligar memakai sepatu yang dulu pernah dikenakan juga oleh Nadin dan Maryam.
Nadin: "Lho.. Ligar udah pakai sepatu yang itu. Dulu waktu Nadin kecil juga pakai sepatu itu ya?!"
Maryam: "Iya, waktu Maryam kecil juga, tapi punya Maryam warnanya pink."
lho.. gak mungkin donk berubah warna.. :D
Nadin: "ya nggak donk, waktu Maryam kecil juga warnanya tetap oranye."
Maryam: "iya, sepatunya sama, tapi maryam mah warnanya pink, kan perempuan"
haduh.. cape deeeehhh.. kalau menurut dia begitu, maka kisah versi Maryam ini tidak bisa diganggu gugat, meski pake otot sekali pun..

Kembali nyambung ke judul ah.. Ceritanya ketika hari Minggu kemarin kami berkunjung ke rumah sakit tempat dilahirkannya ketiga anak saya. Bukan sekedar berkunjung sih, kebetulan Maryam demam tinggi gak turun-turun. Pas hari keempatnya jatuh di hari Minggu, jadinya kami tidak bisa memeriksakan Maryam ke dokter anaknya, tapi harus ke dokter darurat, yang kebetulan praktek paling dekat dari rumah ya di rumah sakit itu. Sambil jalan berdua, saya ceritakan bahwa dulu Nadin, Maryam dan Ligar, semuanya dikeluarkan dari perut mamah di rumah sakit ini.

Pulangnya, tiba-tiba aja Maryam bercerita, "dulu Nadin, Maryam dan Ligar ada di perut mamah. Terus main bareng di dalam.. kan adik kakak.. Nadin keluar duluan, terus Maryam, terus Ligar deh.. "

hihihi... kok ceritanya jadi begitu. Pas saya ceritain ke bapaknya, si akang langsung bertanya, "Maryam, yang main bareng di perut mamah cuma Nadin, Maryam sama Ligar aja? atau masih ada yang lain??"

hahahaha... tampak si papah ingin mengintip masa depan.. dasar.. aya-aya wae..

Kamu!

Tadi sore anak-anak sedang bermain dan rebutan seperti biasanya. Terdengar suara Nadin ngomong ke Maryam, "Aku duluan.. aku duluan.. Kamu nanti dulu. Nanti habis aku, baru kamu, ok?!"

Maryam langsung menoleh ke belakang, dimana saya dan KangDian berada, lalu dia langsung laporan, "Mamah.. mamah.. tadi teh Nadin bilangnya 'kamu.. kamu..' ke Maryam. Harusnya kan bukan 'kamu' namanya, tapi Maryam!"

:D:D:D

Monday, October 4, 2010

'penggemar gelap'

Kejadian ini sebenarnya sudah agak lama berlalu, sekitar 2 atau 3 bulanan yang lalu. Berhubung kemarin kejadian lagi, maka saya ingat kembali insiden tersebut.

Tiba-tiba saja waktu itu saya mendapat telepon dari satu nomer tak dikenal. Sayangnya, gara-gara saya telat mengangkat, lawan bicara saya tampak sudah menutup telepon duluan. Saya pikir, kalau memang dia membutuhkan sesuatu dari kami, tentunya dia akan menelepon lagi lain waktu. Dan memang benar, ternyata dia menelepon lagi. Namun tak terdengar ada jawaban dari sebrang, maka saya tutup lah telepon itu. Dan sayapun lupa akan perihal telepon dari nomor tersebut.

Namun, dua hari kemudian, telepon dari nomer tersebut benar-benar menguras perhatian saya. Bagaimana tidak? dalam sehari dia bisa 5 kali bahkan lebih menelepon ke rumah, tanpa bicara sepatah katapun. Di hallo-hallo, tak kunjung menjawab, didiamkan apalagi. Sampai akhirnya saya kesal campur aduk dengan takut. Pas si akang pulang langsung bercerita panjang lebar.. "duh, jangan-jangan penggemar gelap nih, Kang.. sering banget bolak-balik nelepon, cuma ingin mendengar suara aku kali ya??" *hihihihi.*

Keesokan harinya, lagi-lagi dia menelepon. Horor juga melihat nomernya tertera di telepon. Angkat... jangan.. angkat.. jangan.. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mengangkat. Sayangnya, saya kembali terlambat.. kelamaan mikir sih. Tapi kali ini, karena didorong rasa penasaran, saya telepon balik lah nomer itu. Tuut.. tuut.. gak ada yang ngangkat. Tiba-tiba HP saya berdering. Ah, saya cuekin dulu aja, karena saya tau siapa yang menelepon ke HP saya, pastinya cuma si Akang yang suka nelepon, ntar bisa saya telepon balik ke kantor, pikir saya. Ternyata, si telepon yang saya hubungi tak juga mengangkat. Aneh.. padahal baru saja dia menelpon saya, tidak mungkin dia sudah pergi, karena ini no HP, jadi pastinya akan ada dimana dia berada. Saya coba telepon untuk kedua kalinya, dan kejadian yang sama terjadi, kembali HP saya berdering beberapa saat setelah nada sambung di telepon terdengar. Ah, udah dua kali ada yang menelepon HP, pasti penting. Saya pun mengambil HP yang waktu itu sedang dipegang Ligar, dan melihat call history HP saya, beneran si akang yang nelepon. Saya pun nelepon si akang pake telepon rumah (kan flatrate :D). Ternyata dia malah bingung, karena merasa tidak menelepon saya waktu itu.

Lho.. lho.. jadi curiga ada yang salah nih.. Saya coba lagi menelepon nomer tak dikenal tadi, dan kembali HP saya yang bunyi. Lho.. jangan-jangan.. nomer tak dikenal itu HP saya?? lalu saya coba menelepon ke rumah memakai HP, dan ternyata benar.. hahahaha... ternyata 'penggemar gelap' yang sering menelepon ke rumah itu adalah Ligar, si bungsu yang lagi suka pencat-pencet.. :D

Keterangan:
1. Nama yang tertera di call history HP saya memang nama si akang, tapi tanda rumah tidak terperhatikan oleh saya, yang menunjukkan bahwa si akang nelepon memakai telepon rumah. *tolol1*
2. Saya memang tidak pernah hapal no HP saya sendiri, juga no HP orang lain, terlalu panjang untuk dihapal. Cuma satu nomer HP yang saya hapal bener meski sambil merem.. ya no HPnya si akang.. paling sering dipencet soalnya. :D *tolol2*

Oya, beberapa lama kejadian ini tidak terulang lagi, karena Ligar lebih senang main mobil-mobilan sekarang. Ceritanya kemarin saya mau mengganti popoknya Ligar. Karena anak ini lagi masa-masanya jumpalitan kalau pas diganti popok, atau kalaupun diam, tangannya pasti merogoh-rogoh bagian bawah, maka tangan anak ini harus disibukkan. Karena waktu itu mainannya Ligar jauh semua, maka saya kasih HP aja yang ada dekat situ. Setelah selesai ganti popok, tiba-tiba telepon rumah berbunyi, maka saya pun tergopoh-gopoh mengangkatnya. Wah, nomernya gak kenal lagi, langsung saya angkat. Dan kembali tak ada jawaban.. tapi tiba-tiba ada suara bayi tertawa.. Lah, ini mah pasti suara dede Khalid (putranya Ninoek dan Prio), karena siangnya tampak si akang mencoba menelepon Prio, namun tidak nyambung karena mereka tidak di rumah, jadi ini tampaknya Prio nelepon balik. "Khaliiid.. Khaliid.. iiih.. suaranya udah kayak anak gede aja." kata saya (ket. Khalid umurnya 10 bulan lebih muda dibanding Ligar). Dan terdengar suara bayi ketawa lagi.. lho.. kok suaranya sama kayak yang di kamar?? dan *twink* saya langsung teringat kejadian diatas tadi. Cepat-cepat saya tutup sebelum pulsa saya semakin banyak berkurang. Dan ternyata memang Ligar lagi yang sedang nelepon. :D Akhirnya, dengan terpaksa, satu nomer dari phonebook telepon rumah harus dihapus, untuk menyelamatkan (baca: save) nomer hpnya saya ini.. *halah*