Wednesday, April 22, 2009

Kejutan Multibahasa

Tak pernah terbayang dalam benak kami, kalau kami akan membesarkan anak-anak kami dengan banyak bahasa (multilingual). Keberadaan kami yang sampai saat ini masih terdampar di negeri oranglah, yang akhirnya membuat anak-anak belajar lebih dari bahasa ibunya. Sayangnya, saya terlalu percaya diri untuk mendidik anak-anak dengan 'cara saya', yang membuat saya akhirnya kurang peduli dengan teori-teori yang sebenarnya banyak bertebaran di internet. Akibatnya, saya baru menyadari akhir-akhir ini, ternyata banyak kesalahan yang saya lakukan di masa lalu. Tapi hal ini menjadi pelajaran untuk saya dalam mendidik anak-anak saya selanjutnya.

Melihat kondisi bahasa daerah kami yang semakin memburuk setiap harinya, kami bertekad semenjak putri pertama kami lahir, untuk mengajarkan dia bahasa daerah (Sunda) sebagai bahasa pertamanya. Bahasa Indonesia akan kami biarkan dia mendapatkannya dari lingkungan dan sekolah. Ternyata, lingkungan di sini kurang mendukung untuk membiarkan si anak belajar bahasa Indonesia dengan sendirinya. Intensitas pertemuan dengan orang Indonesia tidaklah cukup untuk membuat anak bisa belajar bahasa Indonesia dari mereka. Sehingga kemampuan bahasa Indonesia Nadin sangatlah minim, ditambah lagi banyak yang tidak bisa berbahasa Sunda. Saya menjadi sedikit khawatir, Nadin menjadi kurang percaya diri karena bahasa yang dia kuasai ternyata berbeda dengan orang Indonesia lainnya. Akhirnya ketika dia berusia sekitar dua tahun, saya mulai mengintensifkan berbicara dalam bahasa Indonesia dengannya. Bahasa Sunda juga tidak dihilangkan, masih tetap dipakai. Saya usahakan untuk berbicara satu kalimat penuh dalam bahasa Sunda.. atau satu kalimat dalam bahasa Indonesia. Maksudnya agar si anak tidak mencampuradukkan kedua bahasa tersebut. Tapi (mungkin) memang dasarnya saya kalau bicara bahasanya amburadul, bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan.. atau bahasa Sunda yang keIndonesia-Indonesian, meskipun saya sudah berusaha untuk menyusun kalimat sesempurna mungkin, ternyata yang tertangkap sama anak justru yang amburadul itu.

Ketika Nadin memasuki taman kanak-kanak di usianya yang ketiga, dia mulai belajar bahasa asing, yaitu bahasa Jerman, yang memang menjadi bahasa pengantar di sekolahnya. Meski kemampuan bahasanya NOL ketika memasuki TK, alhamdulillah dia bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kemampuan bahasa Jermannya makin bertambah dari hari ke hari. Meski sampai saat ini dia belum selancar teman-teman sebayanya dalam berbicara bahasa Jerman, tapi dia masih bisa 'hidup' di sekolahnya..

Di usianya yang keempat, dia mulai bisa membedakan.. mana yang bahasa Indonesia, mana yang bahasa Jerman, juga kapan, dimana dan dengan siapa dia harus menggunakan bahasa-bahasa tersebut. Hal ini baru saya sadari ketika saya membawanya ke dokter anak untuk melakukan U8. Saya juga mulai mengenalkan keberadaan bahasa Sunda. Sebelum-sebelumnya saya hanya bicara saja dalam bahasa Sunda, tapi tidak pernah bilang ke Nadin bahwa ini adalah bahasa Sunda. Sekarang dia mulai tahu, bahwa sekarang di rumah dia menggunakan dua bahasa. Dan dia mulai mengelompokkan kosakata-kosakata yang dia tahu ke dalam bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia. Misalnya:
"Mama, kalau 'hideung' bahasa Sunda atau bahasa Indonesia?"
"Bahasa Sunda"
"Bahasa Indonesianya apa?"
"Hitam."
"Kalau blablabla...?"
dst.. dst..

Sejak kecil, Nadin senang sekali main game di Internet. Dan kebanyakan situs-situs yang menyediakan game yang paling beragam dan menarik untuk anak-anak menggunakan pengantar bahasa Inggris. Saya sendiri tidak pernah mengajarkan bahasa Inggris pada Nadin, saya pikir 3 bahasa pokok untuk saat ini cukup. Bahasa Inggris, meskipun bahasa Internasional, biarkan dia mempelajarinya saat waktunya tiba, kelak. Tanpa disangka-sangka, ternyata dia bisa juga menangkap beberapa kata dari yang sering dia dengarkan di situ. Misalnya: tiba-tiba suatu hari dia bilang, "Mama.. bunga itu kalau bahasa Inggris flower..". Di lain waktu, dia menemukan kata lain, dan dilaporkan lagi.. "Mama, kalau kucing itu bahasa Inggrisnya Cat.". Dan masih ada beberapa kosakata lagi yang dia kenal...

Akhir-akhir ini, Nadin sering sekali memberi kejutan seputar bahasa. Misalnya:
*****************************
ketika saya menonton drama korea atau Jepang, tanpa sengaja dia ikut mendengarkan. Diapun bertanya, "ini bahasa apa sih, Mama? Kok kayak bahasa Indonesia ya??". "Oh.. bukan.. ini mah bahasa Korea/Jepang.". Untung komentar berikutnya cuma.. "ooh..". Bukan "bahasa Koreanya kaos kaki (misal) apa?".
*****************************
Satu kali kami menonton Video Barney di Youtube, yang tentu saja memakai bahasa Inggris. Tiba-tiba dia berkomentar,
"Mama, Barney pinter ya?!"
"Oya?"
"Iya, Barney bisa ngomong bahasa Indonesia, bahasa Jerman sama bahasa Inggris"
Saya bengong.. dan kemudian barulah ingat, kalau dia pernah dipinjamkan VCD Barney yang dialihsuarakan ke bahasa Indonesia.. dia juga suka main game Barney dengan pengantar bahasa Jerman.. dan saat itu, kami sedang menonton video Barney dengan lagu bahasa Inggris. Halah.. saya kok gak pernah kepikiran kalau si Barney ini pinter bisa multilingual ya?!
*****************************
Suatu hari tiba-tiba dia memulai pembicaraan.
"Mama, kalau hiji, dua, tilu, .., sapuluh itu bahasa Indonesia. Kalau satu, dua, tiga, ..., sepuluh, itu bahasa Sunda."
*kaget* "Oo.. bukan, kebalik sayang.. hiji dua tilu itu bahasa Sunda... kalau satu dua tiga bahasa Indonesia."
Sejak ini, dia menjadi sering menanyakan mana yang bahasa Sunda.. dan mana yang bahasa Indonesia.
*****************************
Kesalahan paling fatal yang pernah saya lakukan, ketika dia kecil (kurang lebih usia satu tahun dsk), saya mengajarkan bahasa yang paling mudah untuknya. Tidak konsisten bahasa yang sebenarnya ingin saya ajarkan. Kenapa? Saat itu, sebagai orang tua dari anak pertama, rasanya saya selalu geregetan menunggu setiap tahap perkembangan anak. Termasuk dalam perkembangan bicara. Dan bodohnya saya waktu itu, saya menilai ada beberapa kata tertentu yang terlalu sulit untuk dia ucapkan (padahal sebenarnya tidak ada yang sulit bagi si anak.. mereka hanya perlu waktu). Akhirnya saya mengajarkan kata-kata yang menurut saya mudah untuknya. Misalnya: tikus dan beurit (bahasa Sunda), saya rasa terlalu sulit untuk lidah Nadin, maka saya mengajarkan kata 'Maus' padanya. Dan kata itu terbawa sampai sekarang, meski saya sudah 'insyaf', di luar kesadaran saya. Karena kata 'Maus' memang sering digunakan untuk menyebut salah satu tokoh kartun, bukan tikus beneran. Akibatnya, beberapa waktu lalu, Nadin berkesimpulan bahwa tikus dalam bahasa Indonesia, Sunda, Inggris dan Jerman adalah sama, yaitu 'Maus'. Tanpa angin dan hujan, saya pun merasa seperti disambar petir... Ini benar-benar kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan, tamparan paling keras untuk saya dalam mengajarkan bahasa ke anak. Akhirnya saya jelaskan kata tersebut dalam bahasa-bahasa yang dia kenal. Dan alhamdulillah, dia bisa mengerti. Untunglah...

Dari pengalaman-pengalaman tersebut, ada beberapa catatan yang patut saya garis bawahi untuk mengajarkan bahasa ke anak-anak saya selanjutnya:
  1. Jangan pernah menganggap kurang kemampuan si anak. Mereka sebenarnya jauh lebih pintar dibandingkan orang tuanya. Sesusah apapun kata yang harus diajarkan ke mereka, mereka pasti bisa mengikuti.
  2. Jangan pernah mencampuradukkan bahasa.

6 comments:

  1. ke 3 dst belum nih na..
    sok atuhlaahh...
    biar nga kejadian sama anak2ku, hehehe..

    ReplyDelete
  2. Wah, hebat!! Anak2 emang hebat ya teh.. Lantas, skrg sy b'pikir gmn yah ntar kalo py anak (heuheu.. :p)
    Mampukah ia menguasai b.Jawa, sunda, inggris, japan. Hooh (-bru jd impian-) :D

    ReplyDelete
  3. Na nomor 3nya apaaan??? Belon kelar nih entrynya....

    ReplyDelete
  4. Oh iya, tentunya wajib bisa b. Indonesia dg baik & benar sesuai SPOK (d tengah2 belajar b.Jawa, sunda, inggris, jpn, ato ntah kmana lagi t'dampar pd akhrnya). Mampukah dirinya??? Hehehe -bru jd mimpi-

    ReplyDelete
  5. yap..dalahdikumaha oge kangaranan uyah mah moal netes kaluhur...salian ti bahasa kalakuan urg oge kudu dijaga...da budak mah pastina ge bakalan ngajiplak ti urang...
    mun urg teu sabaran...budak oge bakalan jadi jelema nu teu sabaran...
    euh...punteun ah...asa mapatahan ngojay ka meri kieu yeuh...anu singlet keneh ngawurukan ka nu tos gaduh 2 buntutna....heu

    ReplyDelete
  6. Nadin Pinter... kabayang lieurna diajar multibahasa... Sunda, Indonesia, Jerman, teras Inggris... sakedap deui ngaji ngangge bahasa Arab... 5 bahasa tah... leuwih pinter ti Barney... hehehehe...

    ReplyDelete