Thursday, May 14, 2009

Belajar memilah sampah

Membuang sampah di sini bukanlah hal yang sederhana dan mudah. Tidak seperti di rumah dulu, dimana saya hanya mempunyai satu tempat sampah, semua jenisnya masuk ke situ, dan langsung dibuang dengan kantongnya ketika sudah penuh. Di sini, sampah harus dibuang berdasarkan jenisnya. Ternyata pengelompokan sampah ini pun bisa beda antara satu Gemeinde dengan Gemeinde yang lain. Bahkan antara rumah yang satu dengan rumah yang lain (kadang ada rumah yang tidak menyediakan tempat sampah bio, jadinya sampah bio dan sampah sisa dicampur begitu saja). Makanya ketika sedang di rumah orang, saya pun masih harus bertanya sampah ini dibuangnya kemana.

Dari pengalaman tinggal di dua daerah dan hasil berbagi pengalaman dengan teman-teman yang kebetulan tinggal di lain Gemeinde, ternyata penyortiran sampah di Munich termasuk yang paling lengkap (baca: rumit), meski pada dasarnya hampir sama saja. Di sini biasanya masing-masing rumah (beberapa rumah) memiliki tempat sampah bio, kertas dan Restmuell (sampah sisa). Sedangkan pembuangan sampah gelas (dipisahkan lagi menjadi gelas putih, hijau dan coklat) dan sampah yang bisa didaur ulang (biasa di sebut Gelbetone, yang mana dipisahkan lagi atas sampah plastik dan kaleng/logam) biasanya ada di masing-masing RW. Kebetulan di lingkungan rumah saya, selain tempat sampah tadi, ada juga tempat pembuangan sampah baju dan sepatu. Dan untuk pembuangan benda-benda besar, misalnya peralatan rumah tangga, ada dalam lingkup yang lebih besar lagi, katakanlah kecamatan.

Untuk memudahkan membuang sampah, saya memilih telah menyortir sampah-sampah tersebut sejak di rumah, daripada saya harus menyortir nanti saat membuang sampah. Makanya di rumah ada banyak sekali tempat sampah. Awalnya saya tidak membiarkan anak-anak membuang sampah sendiri. Jadi saya biarkan mereka mengumpulkan sampah bekas makanannya di meja, nanti saya yang membuangnya ke tempat sampah.

Sejak beberapa bulan yang lalu, saya mulai berpikir, bahwa mereka sebaiknya diajarkan sejak dini. Anak-anak mulai saya minta untuk membuang sampah mereka sendiri ke tempat sampah di dapur. Untuk memudahkan mereka, masing-masing tempat sampah saya labeli dengan warna yang berbeda. Dan ternyata kegiatan menyortir sampah ini menjadi kegiatan yang mengasyikan untuk mereka. Nadin, yang sudah berumur 4 tahun, bisa mengerti dengan cepat. Meski tiap mau buang sampah, dia bertanya dulu, ini sampah plastik atau kertas? bersih atau kotor? yang biru atau yang merah? padahal sebenarnya dia sudah bisa membedakan sendiri.

Maryam (2 tahun) juga ikut-ikutan. Tiap habis makan sesuatu, pasti bertanya, "buang mana?", maksudnya dibuang kemana. Suatu hari, dia mau membuang bungkus kertas bekas makanannya dia.

Maryam: "buang mana?"
Mama: "Itu kertas, Sayang. Buang ke yang biru."
Maryam: "beureum aja.." sambil nyengir.
Mama: "Eh.. itu mah biru atuh.."
Maryam: "beureum!" sambil berbalik menuju dapur.
Mama: "biru!"
Maryam: "Oh, beureum.. okeh!" sambil berlari ke dapur
Mama: *gubraks!!*

6 comments:

  1. hehehe,,, maryam ngak usah nanya atuh neng,buang aja ketempat beureum,sukanya warna merah ya Maryam?

    ReplyDelete
  2. hahahahaha....süüüüß....:-)

    ReplyDelete
  3. Hihihi... Maryam iseng yah?! :D
    Wah, kalo g bnr (*lupa) pas misahinnya, jd ada jenis lain yg nyelip gtu, d lempar k rmh lg ga teh kantong itu ama tukang sampahnya?

    ReplyDelete
  4. gadis kecilmu sudah bisa heureuy...
    Fachri semestr kemarin kunjungan ke TPA...pelajaran WUK dah gitu ada test nya lagi
    gak cuma kunjungan aja

    ReplyDelete
  5. ii maryam.......

    *gemees pisan.... ^__^ lucuuu,
    eh Na, kayanya Maryam termasuk kreatif, iseng dan jail ya... ?
    soalnya kalo ngeliat mukanya kayaknya tipe rame, asyiiik dan ya itu pinter.. pinter heureuy....

    ReplyDelete