Thursday, November 4, 2010

satu kata dua arti

Beda anak, beda karakter. Yah seperti itulah kedua putri saya. Wajah boleh sama, tapi yang lain-lainnya sungguh berbeda. Termasuk dalam belajar bahasa, padahal dua-duanya sama-sama belajar dari NOL ketika masuk Kindergarten.

Nadin, sejak diberitahu bahwa bicara bahasa Jerman hanya di Kindergarten dan dengan orang Jerman saja, tidak pernah mengucap satu kata Jerman pun di rumah. Sampai-sampai ibunya tidak tahu sejauh mana dia bisa berkomunikasi, dan tidak percaya kalau ternyata kemampuan bahasanya ternyata cukup baik (setidaknya begitulah kata gurunya). Karena itulah, adiknya, meski punya kakak yang sudah masuk TK dan belajar bahasa Jerman, tidak pernah mendengar kosakata Jerman di rumah. Maka ketika Maryam masuk TK, itulah pengalaman pertamanya mengenal bahasa asing. Salah satu kelebihan Nadin adalah, dia bisa membedakan bahasa, meskipun bahasa yang sebenarnya dia juga gak ngerti, asal dia pernah mendengar bahasa itu, misal bahasa Turki dan bahasa Inggris. Dan di kepalanya dia, orang yang berbicara bahasa A, itu adalah orang A. Jadi ceritanya begini, waktu itu kami sedang liburan ke tempatnya mamang Yuki dan Bi Tuni di Weingarten. Suatu kali, anak-anak dan bapak-bapak belanja. Pulangnya, Nadin laporan pada saya, bahwa tadi di bus dia ketemu sama orang Inggris.

"Oya?? kok Nadin tahu dia orang Inggris?" tanya saya.
"Soalnya dia ngomong bahasa Inggris sama Mamang Yuki" katanya.

Lalu saya coba tanyakan ke si mamang, benarkah dia ngobrol sama orang Inggris tadi? Ternyata kata Mamang Yuki, dia ngobrol sama orang Thailand, tapi memang memakai bahasa Inggris.. Tuh, bener kan??!! 

Oya, ada satu kasus lagi. Suatu kali saya berpapasan dengan muslimah berjilbab, dan dia mengucap salam pada saya, 
"Assalamuálaykum."
Lalu Nadin bertanya, "kok orang itu bisa ngomong bahasa Indonesia?"

hihihi.. saya baru sadar saat itu, kalau selama ini dia mendengar kata "Assalamuálaykum" hanya saat kami berkumpul-kumpul dengan orang Indonesia. Lalu saya jelaskan, bahwa "Assalamuálaykum" bukan bahasa Indonesia, namun itu bahasa Arab. Tapi kata ini diucapkan oleh orang Islam. Saya beri contoh beberapa orang Islam dengan menyebut teman-temannya di TPA, juga teman-temannya di Kindergarten.

"Kok mamah bisa tau kalau si itu (temannya di Kiga) orang Islam?"
"soalnya mamahnya si itu pakai jilbab kayak mamah."
"kok mamahnya si anu gak pakai jilbab?"
yaaah.. memang panjang deh jadinya kalau ngobrol sama anak-anak.. Setelah saya bercerita panjang lebar, akhirnya dia mengerti juga.. ya, setidaknya diskusi akhirnya menemukan ujungnya saat itu.. hehehe..

Suatu pertanda dia mengerti, ketika datang emang DHL mengantar paket ke rumah kami. Saat itu sedang liburan sekolah, jadinya anak-anak di rumah. Seperti biasa, si emang mengucap salam dengan lantang setiap datang ke rumah kami. (Fyi, emang DHLnya orang Turki). Lalu Nadin langsung bertanya, "orang Islam ya?". Si emang dengar, lalu bilang "alhamdulillah." :)

Kalau Maryam (kelihatan) bisa menyerap bahasa cepat sekali, sampai-sampai bahasa Turki lebih dulu dia serap dibanding bahasa Jerman, hahaha... Dan karena dasarnya hobi ngomong, apa yang dia dapat di Kindergarten, dia bawa ke rumah.

Misalnya ketika saya ngomong, "Cepat.. cepat..".
Maryam akan bilang, "kalau orang-orang mah ngomongnya schnell.. schnell!!".
"Itu namanya bahasa Jerman!" kata Nadin.
Tapi tetep we Maryam gak peduli itu bahasa Jerman atau bahasa apapun, yang pasti "orang lain ngomongnya begitu" atau "di Kindergarten ngomongnya begini" :D

Gara-gara dua tipe anak yang berbeda inilah, kini kami mengalami hal baru di rumah. Dulu, saat Nadin baru masuk Kindergarten, kami tidak pernah ada "salah ngerti" ketika ada dua kata sama, namun berbeda arti. Tapi kini lain cerita. Misal dengan kata "kakak" dan "kaka", pengucapannya hampir sama, terdiri dari dua suku kata "ka" dan "ka". Kakak dalam bahasa Indonesia artinya sudah tau semua kan? Sedangkan kaka dalam bahasa Jerman merupakan bahasa anak-anak untuk ee. Ini bisa berarti kata kerjanya, ataupun kata bendanya. Makanya kaka ini adalah sesuatu yang menjijikan. Nah, kalau di rumah sedang berantem, pastinya saya bilang, "Nadin Maryam harus saling sayang donk, kan adik kakak.". Kalau dulu, saat kata ini keluar, gak pernah ada reaksi apa-apa. Kalau sekarang anak-anak pasti bilang, "Iiiiiii.." sambil cungar-cengir gitu lah.. yang pada akhirnya suka jadi lupa deh sama berantemnya.. :D Jadinya pikiran mereka jadi otomatis ke kaka yang itu tuuuh... Akhirnya suka saya luruskan, terutama pada Maryam (karena Nadin hanya ikut-ikutan iiii aja), bahwa ada dua kata kaka. Kalau di rumah, itu artinya saudara yang lebih besar, misalnya Nadin kakaknya Maryam, Maryam kakaknya Ligar. Tapi kalau di Kindergarten, berarti kaka yang itu yah.. "Iiiiiiiiii...." katanya lagi-lagi... hahahha..

Akhirnya Nadin pun turun tangan, 
"Maryam, kalau kaka-nya cuma k a k a.. itu artinya kakak adik. Tapi kalau ada h-nya itu artinya ee, denger ya.. kah kah.. " (fyi, kata kaka dalam bahasa jerman memang rada2 mirip dengan huruf kaf dalam bahasa Arab, rada2 ada h-nya di belakang)

Ceila.. adiknya mana ngerti dijelasin pakai alphabet.. hahah.. 

No comments:

Post a Comment