Tuesday, March 3, 2009

Bahasa Indonesia.

Ada artikel menarik nih. Penulis adalah salah satu motivator saya untuk mengajarkan bahasa ibu yang baik dan benar kepada anak-anak saya. Beruntunglah aku mengenalmu dari dekat, Mbak.. ;)


PS: artikel pernah di terbitkan di Jakarta Post. Saya copy-paste di sini atas seizin penulis.
*****************************

Is our language an endangered species?

Santi Dharmaputra ,  Munich, Germany   |  Tue, 10/28/2008 10:24 AM  |  Opinion

I speak to my children in the Indonesian language, while my husband, a French, speaks with them only in French. Our family has been living in three different countries, socializing with Indonesian and French communities alike.

Encountering these two groups in Indonesia, France and other countries of residence, I have noticed different reactions between the French and the Indonesians when hearing us and our children converse in our native languages.

The French, whether they are relatives or friends, treat our children's ability to speak French as natural. They consider it very normal for French children to speak French, even though they have an Indonesian mom and have never lived in France.

In contrast, whenever we mingle with the Indonesian community, abroad or in Indonesia, they are surprised to hear my children and I interact in Indonesian. Listening to my eldest son speak the language causes them to react as if he was speaking an unnatural tongue. It turns out that, for different reasons, many Indonesian parents I meet overseas raise their children in foreign languages.

One group claims it is difficult for themselves to speak it within a foreign environment. Yet another group will say they lost the ability to speak it because they have stayed abroad so long. The latter consists of those who deem it very normal to raise their children in the language environment they live in. For these reasons, the result is the same. The children do not speak their language.

It is puzzling to see many Indonesians abroad and/or married to foreigners consider it tough to raise children in their own tongue, as our country is actually multilingual. Plenty of us are brought up in at least one vernacular language at home along with the Indonesian language at school with good proficiency in each.

However, once living outside the country, many Indonesians seem to become oblivious to this phenomenon. Raising children in more than one language becomes a big issue, and therefore they reject the mother tongue for other languages. It is also strange to hear them use their declining fluency in their mother tongue as a reason to not speak it to their children.

A great number of Indonesians I meet began to live abroad during their university years or after their marriage. That means they have spent at least 18 years of their lives, if not more, in Indonesia. This means they should still be able to speak it with their own children.

It is conceivable, though, that it does take some effort to continue speaking Indonesian in another language environment. Yet if the French, the Chinese or the Turks manage to pass their native languages onto the next generation, why are we not able to do so?

All of this matters because language contains one's identity. Even if someone is brought up overseas or has a foreign father or mother, he/she is still Indonesian by blood. Research shows that immigrant college students, who possess sufficient knowledge of their parents' languages, feel more comfortable about their self-identity. They belong to two or more cultures, and to speak the language is one way to develop a sense of ownership of each.

Since the mother tongue is so important, why would many Indonesians choose to raise their children in foreign languages? In one of his essays, Ajip Rosidi notes that, "The inferior feeling for the Indonesian language and the assumption that being able to chatter in a foreign language will raise admiration among the listeners, are shown daily on TV ..., particularly by the anchors and journalists. It seems that if the speaker does not insert English sentences or words ..., the speaker is worried that (people) will assume he/she is not intelligent ...."

Although acquiring a foreign language is a necessity, our language should not become an orphan in its own country. If our people think of their language as described by Ajip Rosidi, once they live abroad or have a foreign spouse they will always have a good reason to raise their children in other languages. Moreover, my fellow citizens often see their own language as "simple" and "unimportant on the language map", which are illusions.

The global position of a language connects to the nation's politics and socio-economics. Being spoken by fewer people than, for instance, Mandarin, does not make our language insignificant. It is, after all, the language that unifies our country. For some of us it is also the language of love since our parents used it when raising us.

Furthermore, having different grammar from English or Japanese does not categorize our language as simple. In reality it is complicated, as one should acquire both the colloquial and the high varieties to function in every situation.

I believe that our people's reluctance to bring up their offspring in Indonesian is because of our chronic feeling of inferiority, intermingled with a misconception of our own language. Our appreciation for our language within the country is already low, and once living abroad or married to foreigners, we then have every reason to stop passing this mother tongue onto our children. The question is, with this attitude and mentality, how long will our people continue to use the Indonesian language?

The writer raises two quadralingual children and currently resides in Germany. Her research is on multilingualism, multiculturalism and cross-culture-kids. She blogs at http://trilingual.livejournal.com.

24 comments:

  1. Terima kasih, Tin!
    Kalau tidak salah, Tina membesarkan Nadin dengan Bahasa Sunda ya?

    ReplyDelete
  2. yg saya suka dari artikel ini adalah penggunaan "Indonesian language" untuk "Bahasa Indonesia"...hehehe...ga nyambung ya...

    abisnya suka kesel kalo baca artikel bhs inggris terus "bahasa Indonesia" diterjemahin jadi "Bahasa"....salah...tapi banyak yang ngikutin...*numpang curhat*

    ReplyDelete
  3. artikel yang bagus ... bagaimanapun kita punya "bahasa ibu". Seperti saya yang merasa "bahasa ibu" saya adalah Jawa he.. he.. Tapi anak saya yang dibiasakan bahasa jawa, tetap aja keluarnya bahasa Indonesia ...

    ReplyDelete
  4. Sumber motivator buat tetap keukeuh pakai bhs indonesia di rumah dan membiarkan Felicia belajar bhs belanda nanti aja di sekolah, ternyata sama :-). Di sini, kalau ditakut-takutin, ntar anaknya bingung sama bahasa loh....udah ngga mempan lagi :-P.

    ReplyDelete
  5. tfs ya na..tantangannya kalo anak dah di SD rasanya lebih berasa loh..pokoke mesti ingetin terus spy ngmng indo di rumah..:)

    ReplyDelete
  6. iya juga yah... padahal itu berbeda arti sekali...

    ReplyDelete
  7. Btw , bahasa indonesia itu termasuk 10 most spoken language in the world. Aku taunya dari guru bahasa jermanku yg berasal dari Berlin dan ngajar di Goethe Institut di singapura........
    Wah bangga juga rasanya ngedengernya, jadi bahasa indonesia itu adalah salah satu bahasa yg besar di dunia.
    Hehehe penduduk kita kan jumlahnya banyak :-)

    di link ini juga bisa dilihat klo bhs indo termasuk 10 most spoken language:
    http://listverse.com/miscellaneous/top-10-most-spoken-languages-in-the-world/

    Cuman bedanya, dari list guru bhs jermanku itu bahasa indonesia lebih tinggi peringkatnya drpd di link diatas. Dan klo di guruku itu bahasa malay dibedakan dgn bhs Indonesia........ Peringkatnya ya jelas lebih tinggi bhs iindonesia...........

    Hehehe maap commentnya kepanjangan.
    Salut ama mbak Santi yg bisa mengajarkan bahasa Indonesia dengan baik.
    Aku masih harus belajar banyak nih dalam hal ini

    ReplyDelete
  8. menurut saya sih Na... intinya bukan cuma masalah bahasa... tapi rasa nasionalisme...
    Setuju sama Teh Dydy... ntar gw bilang Indonesian language juga ah...

    ReplyDelete
  9. Yup, bahasa Sunda sama bahasa Indonesia, Ris.. ;)

    ReplyDelete
  10. hm.. awalnya dari siapa ya tindak salah kaprah ini?? :D Hm.. moga-moga aja bukan dari orang Indonesia.. Jadi nginget2 jaman sekolah dulu, perasaan buku bahasa Indonesia tulisannya 'Bahasa Indonesia' kok bukan 'bahasa' doank.. Kenapa kalau diterjemahin ke bahasa Inggris bisa salah ya?? Aneh... :D

    ReplyDelete
  11. hehehe.. kebanyakan kasus begitu, Mbak..
    Saya sendiri bukan contoh yang baik.. Tapi kalau saya melihat contoh teman-teman yang berhasil, mereka memang usahanya besar sekali untuk membiasakan anaknya berbahasa ibu. Jadi anak bukan hanya dibiasakan mendengar bahasa ibu dari ortunya (pasif), tapi si anak juga dipaksa untuk berbicara dalam bahasa itu. Jadi si anak bisa aktif berbicara juga. Cita-cita saya bisa seperti mereka nih.. moga2 aja saya juga bisa... ;)

    ReplyDelete
  12. Maksudnya gimana nih, Mbak? gak ngerti.. *LemotDotCom*

    Iya, dulu sempat dikasih link trilingual sama Mbak Indres.. ternyata sekarang kami jadi tetanggaan.. ;)

    ReplyDelete
  13. Mereka jadi lebih fasih ngomong bahasa Jerman ya, Mbak?? Tapi teuteup.. di rumah harus dibiasakan bahasa Indonesia ya?! kalau nggak.. makin gede, mereka makin males menggunakan bahasa ibunya.. dan yang terparah.. tidak mau lagi bersosialisasi dengan warga setanah air, gara-gara mereka merasa 'tidak bisa' untuk berbicara dalam bahasa yang sama (bahasa Indonesia).

    ReplyDelete
  14. Dan yang bisa berbahasa Indonesia itu bukan hanya orang Indonesia saja. Saya sering bertemu dengan orang Jerman asli, di sini. Tiba-tiba mereka menyapa saya dengan bahasa Indonesia, dan kami mengobrol banyak. Wow.. taulah saya, bahwa ternyata kemampuan bahasa Indonesia mereka jauuuuuuh lebih bagus daripada bahasa Jerman saya. PADAHAL saya dan mereka jelas-jelas tinggal di Jerman. Dan latar belakang mereka belajar bahasa Indonesia?? hanya karena mereka menyukai Indonesia. Istrinya bukan orang Indonesia.. mereka juga tidak pernah tinggal di Indonesia.. hanya sempat liburan di sana.. Eh, ada juga sih yang sempat ikut pertukaran pelajar selama setahun. Tapi, katanya... dia malah belajar bahasa Indonesia setelah dia kembali ke Jerman. Dan dia selalu merindukan Indonesia sejak itu.

    Nah, kalau orang asing aja pada bisa bahasa Indonesia.. kita (dan anak-anak) seharusnya lebih bisa dari mereka kan?! ;)

    Sama, Hitri.. saya juga mesti belajar banyak.. Tapi yakin aja dulu, kalau kita PASTI bisa.. udh ada beberapa contoh yang berhasil tuh.. Yuk.. kita sama-sama berusaha.. ;)

    ReplyDelete
  15. Ini dia pakar bahasa lainnya..
    Mbak juga salah satu motivator aku nih.. ;)

    ReplyDelete
  16. contohnya gimana?
    Kalau tanpa bisa berbahasa Indonesia.. apa bisa orang punya rasa nasionalisme??

    ReplyDelete
  17. "Maksudnya gimana nih, Mbak? gak ngerti.. *LemotDotCom*"

    Ada yang ngasih tahu ntar anaknya lama bisa ngomongnya karena bingung dan ntar di sekolahnya punya kesulitan bahasa, gitulah.

    ReplyDelete
  18. ga seperti itu sih maksudnya... atau gini contoh saya tidak bisa berbahasa sunda yang baik dan benar, tapi saya tidak rela saya dicap bukan orang sunda... atau mungkin ada juga orang Indonesia yang ber-bahasa Indonesia yang baik dan benar tapi kerjaannya tiap hari makanan uang rakyat, terus bikin sengsara rakyat...
    Menurut saya berbahasa Indonesia yang baik dan benar tujuannya adalah supaya kita tetap sayang tetap ingat sama tanah air sendiri, membangun tanah air, dsb...
    menurut saya sih itu... berbeda juga tidak apa2...

    ReplyDelete
  19. Kalau kedua org tuanya orang indonesia asli kayak kita, ya pastilah na mengajarkan bahasa indonesia pada anaknya:-). Tapi klo untuk yg keduanya bukan indo asli, aku gak tau, gak berani comment , krn gak punya pengalaman:-)

    Yup, memang ada saja org asing yg jago berbahasa indonesia. Salah satunya Bettina, temannya ninuk. Kemampuan bahasa indonesianya fasih sekali , hebaaat banget . Kalau aku sering ketemunya di Belanda , na. Banyak orang Belanda yg kutemui di Belanda, jago berbahasa Indonesia. Pernah ada seorang pemilik restoran di Enschede, mendengar aku n adikku ngomong bahasa Indonesia, dia langsung bilang pake bahasa indo klo kita org indo n dia bilang dia bisa bhs indo. Abis itu dia gak mau lg ngomong bahasa Inggris, akhirnya ada sekitar lebih dari setengah jam tu org ngajak kami ngomong bahasa indonesia dan kami dikasih minum segala di restoran dia, hehehe. Dia bilang dia kursus bahasa indonesia di universitas Leiden, bukan studi bahasa cuman kursus aja, tp kemampuan bahasanya fasih euy, salut

    ReplyDelete
  20. oiya bener, Mbak.. tantangan lebih besar justru datang dr teman sebangsa sendiri drpd dr orang lain.. Anjing menggonggong kafilah berlalu lah.. selama menurut kita benar, kenapa tidak?? ;)

    ReplyDelete
  21. Menurut saya, sudah sewajarnya orang yang berasal dr daerah X bisa bicara bahasa X.. biar masih dapat pengakuan dari orang sedaerahnya. Banyak teman saya yg sedih karena ngerasa gak diaku.. Sebenarnya perasaan ini bukan keluar dr orang lain, tp justru dr dirinya sendiri, karena dia 'beda' dgn orang lain. Yang mereka salahkan? orang tua.. kenapa ortu saya tidak mengajarkan saya bahasa daerah??

    Buat saya, bahasa itu merupakan dasar untuk bisa mengenal suatu daerah. Contoh, saya tinggal di Jerman, berusaha kursus bahasa berbulan-bulan agar saya bisa mengerti apa yang orang lain bicarakan.. agar saya bisa berkomunikasi.. agar saya tidak merasa semakin asing tinggal di sini.. agar saya sedikit demi sedikit bisa kerasan tinggal di sini. Terus terang.. tidak bisanya saya berkomunikasi dengan lingkungan menjadi salah satu alasan ketidakbetahan saya tinggal di sini. Setelah saya bisa, meski tidak jago, saya jadi bisa ngobrol dengan tetangga.. bisa baca koran.. bisa baca info2 segala macam.. yang jauh lebih memudahkan saya hidup di sini.

    Nah, tujuan saya mengajarkan anak-anak bahasa ibu, agar mereka tau bahwa mereka berasal dari suatu daerah.. dan daerah itu punya bahasa sendiri.. Saya ingin mereka bangga dengan bahasanya. Jika suatu saat kami kembali ke sana setelah bertahun-tahun (semoga sih tidak), mereka tidak merasa asing dengan lingkungannya, mereka bisa mengenal daerahnya lebih mudah.. dan tentu saja sayang dan betah di tempat kelahiran orang tuanya.

    Oya, kalau masalah makanin uang rakyat dan bikin sengsara rakyat.. itu kembali ke kepribadian masing-masing.. Mudah2an, dengan memberikan dasar akhlaq yang kuat, anak-anak kita tidak akan seperti itu..

    ReplyDelete
  22. Sama aja, Hitri.. Kalau tidak dibiasakan, si anak lama-lama males ngomong bahasa Indonesia. Anak-anak kita sih masih kecil.. pergaulan di luar masih sedikit.. jadi belum kerasa. Tapi saya ada contoh beberapa, terutama kelihatan yang sudah mulai ABG, mereka mulai males ngomong, bukan cuma itu, mereka jadi males ikut ibunya ke perkumpulan2 orang Indonesia gitu.. gara-gara bahasanya gak terlalu ngerti. Sayang banget kan?

    ReplyDelete