Saturday, December 25, 2010

bodoh bahasa (1)

Suatu hari, saya harus mengembalikan sebuah barang pesanan saya. Perangko yang tersedia untuk pengembalian barang tersebut tertera dari Hermes, jadi mau tidak mau, saya harus mengirim barangnya lewat Hermes. (Bagi yang belum tahu, Hermes merupakan salah satu jasa pelayanan paket swasta). Hermes tidak mempunyai toko khusus, biasanya dia menempel pada toko kecil lain, misalnya toko buku dan alat tulis, tukang jahit, laundry, dan lain-lain. Kebetulan Paket shop Hermes langganan saya sudah tutup (toko bukunya yang tutup), jadi saya mencari Paket shop Hermes lainnya, yang ternyata dekat sekali dengan rumah (fyi, Paket shop Hermes bisa dicari di websitenya).

Setelah saya datang ke sana, ternyata toko utama Paket shop yang ini merupakan sebuah Laundry. Di sana digantung beberapa baju berbungkus plastik serta beberapa buah karpet. Dan saya langsung teringat pada karpet di rumah yang tampak sudah perlu dicuci. Setelah urusan paket selesai, saya pun menanyakan perihal karpet pada si ibu.

"Kann ich hier einen Teppich waschen?" tanya saya.
(bisakah saya mencuci karpet di sini?)

"Nein, leider nicht. Aber Sie können Ihren Teppich hier waschen lassen. Ich mache den für Sie." (Tidak, sayang sekali tidak. Tapi Anda bisa mencuci karpet Anda di sini. Saya yang melakukan untuk Anda.)

Seketika saya pun tertawa. Si ibu juga ikut-ikutan tersenyum geli. Yah, saya baru ingat kalau ada satu kata terlewat yang membuat maksud kalimat jadi berbeda. Dalam bahasa Indonesia, kalimat "Bisakah saya mencuci karpet di sini?" rasanya sudah benar, tentu saja secara otomatis itu berarti si ibu yang melakukannya. Tapi dalam bahasa Jerman tidak bisa begitu. Saat kita ingin menyerahkan sesuatu untuk dilakukan orang lain, harus ditambahkan kata kerja 'lassen'.

Misal seperti kalimat tadi, yang betul seharusnya,
"Kann ich hier meinen Teppich hier waschen lassen?"
atau contoh lain saat saya mau membawa anak-anak untuk diimunisasi oleh dokter anak, kalimat yang benar seharusnya, "Ich möchte mein Kind impfen lassen"

Ah, gramatik, saya sudah banyak yang lupa. Terakhir belajar formal bahasa Jerman hampir 4 tahun yang lalu, sampai detik-detik terakhir Maryam akan lahir. Alasan aja ya?! padahal kalau belajar baru kemarin juga belum tentu saya masih jago.. :D Untuk percakapan sehari-hari sebenarnya tidak perlu gramatik yang benar sempurna, selama lawan bicara kita mengerti apa yang kita maksud, tentunya komunikasi masih bisa jalan. Tapi tidak begitu dengan ibu laundry tadi, dan satu tetangga saya. Tapi justru berkat mereka, saya bisa berbicara bahasa Jerman dengan lebih baik,

5 comments:

  1. apa orang Jerman sehari-hari grammar banget? bukannya bercanda itu orang? khan sama aja kayak kita masuk ke warung di Indonesia terus ngomong "minta kopi segelas" tukang warungnya njawab "Beli dong, enak aja minta" he...he...he...

    ReplyDelete
  2. hahaha.. bisa aja.. bener yah di Indonesia ada juga yg begitu?! Tapi kalau orang Jerman Selatan bicara sehari-harinya memang Hochdeutsch alias grammar banget, makanya tidak terlalu sulit untuk orang asing, karena sesuai banget dgn yang dipelajari di buku-buku.

    ReplyDelete
  3. Aku taunya justru di Selatan bahasanya suka rada2 aneh? Ga Hochdeutsch......

    Bener...enak tuh kalo punya kenalan yang mau ngebetulin grammar kita, jadi cepet bisa. Udah gitu dia kan gak ngetawain tapi cuma nyela halus.

    ReplyDelete
  4. Di Selatan dialeknya kuat, mbak.. Bairisch, Fränkisch, Schwäbisch.. Tapi biasanya yang bicara full dialek hanya orang tua, itupun dengan sesamanya aja.. iyalah.. yang lain mana ngerti?! Dialek ini berpengaruh pada cara/gaya bicara mereka, yang sering jadi susah dimengerti, tapi sebenarnya sesuai gramatik kok. Kalau Hamburg (yang aku tahu) memakai Plattdeutsch (Low German), dimana bahasanya campuran antara bahasa Jerman dan Belanda. Misal nama taman yang terkenal, "Planten un Blomen", kalau pakai Hochdeutsch kan seharusnya "Planten und Blumen". Tapi kalau sekalinya belanja sih bahasanya rasanya sama aja.. mesti lama kayaknya di sananya, biar tau lebih detil.

    ReplyDelete
  5. Berarti enakan aku dulu di Hannover ya, udah Hochdeutsch ga pake dialek pula. Tapi...teteup we teu bisa.....:)

    ReplyDelete